Lagi ramai menggadang-gadang calon presiden (capres). Para ketua partai sibuk mencari rekan untuk berkoalisi, karena kekurangan 'ongkos' untuk bisa mengusung capres. Para lembaga survey berlomba menyampaikan hasil surveynya, yang seolah sudah diketahui hasilnya sebelum survey itu sendiri dilakukan. Rakyat pun ikut hiruk-pikuk kasak-kusuk memperbincangkan calon pemimpin bangsa yang akan dipilih nanti di 2024.
Persaingan perebutan kursi Presiden 2024 jelas seru, dan wajar kalau diharapkan ada perubahan besar, karena Pak Jokowi sudah habis masa periode menjabat presidennya. Kecuali ... minta nambah 1 periode lagi.
Keriuhan menjelang Pilpres ini lebih terasa di dunia maya. Pertarungan di dunia maya memang lebih heboh dibanding di dunia nyata. Pertempuran antar cyber makin seru, perang opini, saling berbalas status, berbalas meme, saling share black news lawan, dll. Mulai dari yang lucu sampe yang serem.
Dari pendukung resmi kedua kubu sampai relawan dadakan, semua seolah menjadi yang paling berkepentingan untuk memenangkan tokoh yang didukungnya.
Mudah-mudahan semua itu hanya perang opini, hanya pertarungan semu di dunia maya. Bukan sebenarnya yang akhirnya menyebabkan persaudaraan dan persatuan terganggu.
Kembali ke topik, "Pemimpin Muncul dari Pemilihnya"
Apa maksudnya?
Maksudnya, siapapun yang memimpin di sebuah komunitas, maka kualitas pemimpin itu tidak jauh-jauh amat dengan para pengikutnya. Dalam konteks pemilihan, maka kualitas pemimpin yang terpilih akan sesuai kualitas para pemilihnya.
Pernyataan Khalifah 'Abdul Malik bin Marwan kepada rakyatnya telah menginspirasi saya, sehingga menulis artikel ini.
"Rakyatku sekalian, bersikaplah adil (kepada kami, penguasa kalian)! Kalian menginginkan kami sebagai pemimpin supaya seperti Abu Bakar dan Umar, tetapi kalian sendiri kepada kami dan kepada diri kalian sendiri tidak seperti rakyatnya Abu Bakar dan Umar!"
Saya sih cukup tersindir dengan pernyataan Khalifah di atas.
Kenapa?
Ya, karena kita, kan, selalu ingin pemimpin itu yang jujur, amanah, tidak korupsi, santun, bijak, cerdas, dll yang positif-positif. Tetapi kita sendiri, sebagai rakyat, sebagai pemilih, tidak berusaha duluan memiliki karakter-karakter yang diinginkan tadi. Padahal pemimpin itu adalah seseorang yang akan muncul di antara kita, rakyat, permilihnya.
Kan, ga ada ceritanya pemimpin yang akan kita pilih itu calonnya diimpor dari luar.
Emang mau?
Ada firman Allah Swt yang mungkin relevan:
"Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan." (QS Al-An'am [6]: 129)
Allah menyebutkan dalam ayat ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Ath-Thurthusy, bahwasanya Allah akan memberikan kepada suatu kaum pemimpin yang sama dengan mereka.
Jadi, jangan protes kalau pemimpin kita 'tidak berkualitas', karena kita sendiri mungkin sama atau lebih 'jelek'.
Setiap produk atau output itu dipengaruhi 2 hal: input atau bahan baku dan proses.
Nah.. pemimpin itu output, prosesnya pemilihan umum (Pilpres) dan inputnya masyarakat, termasuk kita, termasuk saya, hanya takdir saja yang menjadikan saya tidak jadi kandidat di Pilpres nanti hehe..
Singkatnya "pemimpin terpilih akan sama dengan kita yang memilihnya".
Jadi...
Ingin pemimpin (presiden) yang hebat?
Bikin dulu masing-masing kita menjadi pribadi hebat.
Ingin pemimpin (presiden) yang jujur?
Bikin dulu masing-masing kita menjadi pribadi yang jujur.
Ingin pemimpin (presiden) yang adil?
Bikin dulu masing-masing kita menjadi pribadi yang adil.
Omong besar, ingin pemimpin yang berkualitas, kalau saat memilihnya nanti hanya didasari isi amplop yang diterima menjelang pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H