Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Buku Ibarat Jam Dinding

20 Juni 2022   16:21 Diperbarui: 20 Juni 2022   16:23 1720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi buku ibarat jam dinding/dokpri

Yang paling ga enak, bagi kita para pecinta buku, adalah ketika kita membeli buku baru, ada komentar,

"Beli buku lagi, yang kemarin beli saja ga dibaca".

Atau

"Beli buku terus, kapan dibacanya?"

"Nambah buku lagi? Itu lemari sudah penuh gitu".

Dan lain-lain

Terus terang, kalo saya, serius, ga suka denger komen kayak gitu. Saya suka bingung, mereka -- yang komen itu -- nganggap buku dengan bala-bala mungkin ya?

Kalau beli harus langsung dimakan.

Mereka mungkin lupa atau emang ga tau, kalo buku itu 'gudang ilmu', yang bisa buat kita nambah pengetahuan, tempat untuk 'bertanya'.

Bagi saya, buku itu ibarat jam dinding.

Punya jam dinding kan di rumah?

Pasti punya lah, hari gini ga punya jam dinding?

Nah, apakah Anda setiap hari nengok jam dinding itu?

Pasti enggak, kan. Enggak setiap waktu liat jam dinding maksudnya.

Jadi kapan kita melihat jam dinding?  Yaaa ... saat kita butuh informasi waktu. Saat ingin tahu pukul berapa sekarang, baru kita nengok jam dinding.

Begitu, kan?

Buku pun begitu. Setelah kita baca, tamat atau tidak, kita simpan di lemari.

Baru kita ambil/baca lagi ketika kita ingin mengetahui sesuatu, yang informasinya ada di buku itu.

Sebagai ilustrasi, boleh lah saya gambarkan seperti ini,

Katakanlah ada 3 keluarga, saya kasih kode sesuai relasi keluarga itu dengan buku (membaca)

Ada keluarga A, B dan C

Suatu saat, si bungsu yang masih 5 tahun, ingin tahu sesuatu, misalkan ingin tahu 'berapa jumlah kaki laba-laba'. Maka, ia akan bertanya kepada ayah atau ibunya, "Yah/Bu, berapa sih kaki laba-laba itu?".

Orangtua keluarga C akan menjawab, "Ooohh ... kaki laba-laba itu ada delapan, nak."

Itu kalau si ayah/ibu tahu. Kalau tidak, mungkin jawabnya, "Berapa yaaa ..., nanti tanya sama kaka saja, ya."

Orangtua keluarga B akan menjawab, "Nak, itu di lemari, kan ada buku ensiklopedi (atau buku tentang binatang, atau buku yang sejenis), yuk kita cari tahu tentang laba-laba di buku itu!"

Di keluarga A, si bungsu ketika ingin tahu sesuatu dia akan langsung buka lemari buku, ambil buku tentang binatang dan cari sendiri jawaban dari pertanyaannya, tanpa bertanya lagi pada orangtuanya.

Jadi, buku itu dibeli karena dibutuhkan informasi di dalamnya. Apakah informasi itu dibutuhkan saat ini atau nanti-nanti, yang jelas tidak setiap membeli buku harus dibaca sampai selesai saat itu juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun