Otomatis, pasukan Muslim terjepit dua pasukan. Beberapa waktu kemudian terdengar dari arah pasukan Quraisy, 'Muhammad mati ..., Muhammad mati ....'
Pasukan Muslim yang terdesak semakin kalut. Barisan pun menjadi kacau-balau. Bahkan sebagian pasukan Muslim berlarian mundur. Anas bin An-Nadhar pun berteriak, mengajak mereka yang mundur untuk kembali berperang.
Bahkan saat melihat Umar bin Khaththab dan beberapa sahabat lain sedang terduduk lesu, Anas bin An-Nadhar berkata untuk membangkitkan semangat mereka. "Kalau memang berita itu benar, lalu apalagi yang akan kalian perbuat untuk mengisi hidup setelah Rasulullah wafat? Berdirilah! Gugurlah sebagaimana cara Rasulullah meninggalkan dunia! Sungguh aku mencium bau surga di bukit Uhud."
Anas bin An-Nadhar pun maju menerjang pasukan Quraisy. Dia berperang dengan penuh semangat, sampai kemudian menemui ajalnya. Syahid fii sabilillah.
Saat peperangan usai, mayat Anas bin An-Nadhar ditemukan dalam kondisi sangat mengenaskan. Tubuhnya penuh dengan luka. Tidak kurang dari 80 luka bekas tusukan pedang, tombak, ataupun anak panah. Bahkan tangan dan kakinya terpisah dari badanya karena dimutilasi.
Saking banyaknya luka, tubuh Anas bin An-Nadhar semula tidak dikenali. Baru diketahui setelah adik perempuan Anas mengetahuinya dari tanda yang ada di salah satu jari Anas bin An-Nadhar.
Rasulullah Saw membacakan firman Allah Swt berkenaan dengan syahidnya Anas bin An-Nadhar,
"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya)." (Al Ahzab ayat 23).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H