Keenamnya terdiam. Si petugas menyadari bahwa mereka belum mengerti dengan penjelasannya. Sehingga kemudian dia melanjutkan.
"Kalian berenam memegang gajah yang sama, tetapi kalian memegang bagian tubuhnya yang berbeda. Tadi yang bilang gajah itu seperti tiang, itu karena yang dipegangnya bagian kaki. Begitupun yang bilang gajah itu seperti kabel, karena yang dipegang ekornya.
"Lalu yang bilang gajah seperti dinding, itu karena memegang badan gajah. Sama juga yang tiga orang lagi, yang menganggap gajah seperti pipa yang bisa bergerak, atau seperti tulang yang runcing, atau seperti kipas yang besar, karena masing-masing memegang bagian yang berbeda."
Keenamnya mengangguk, mulai memahami penjelasan dari si petugas.
"Lalu, bagaimana kami bisa memahami bentuk gajah yang seutuhnya?" Tiba-tiba Banu bertanya.
Si petugas menyempatkan tersenyum sebelum menjawab. "Pertama, kalian harus melepaskan ego kalian."
"Maksudnya?" Kali ini Boni yang bertanya.
"Kalian jangan menganggap pendapat kalian yang paling benar, sekaligus menganggap pendapat teman kalian salah," jawab si petugas. "Kedua, kalian harus menerima pendapat teman kalian. Gabungkan pendapat kalian berenam. Anggap pendapat teman kalian itu sebagai pelengkap pendapat kalian."
Si petugas menjeda penjelasannya untuk melihat reaksi keenam orang buta tersebut.
"Kalau kalian menerima pendapat teman kalian dan kemudian menggabungkannya, maka kalian akan mendapatkan gambaran gajah seperti ini. Gajah itu binatang yang besar dan tinggi, badannya seperti dinding, lebar. Memiliki kaki yang kokoh seperti tiang, dan ekornya seperti kabel yang lentur.Â
Lalu, di depannya ada belalai, bentuknya seperti pipa lentur yang bisa bergerak, serta memiliki telinga yang bundar seperti kipas lebar."