Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Haruskah Mengaku

10 Mei 2022   13:00 Diperbarui: 10 Mei 2022   13:03 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://handywicaksono.web.id/2019/04/17/pulang-malu-tak-pulang-rindu/

Keesokan harinya, Mang Dadang dan Kang Herman sudah berangkat. Udin disuruh menunggu saja di kontrakan.

"Hari ini kamu istirahat saja, itung-itung merasakan udara Jakarta yang panas. Masalah pekerjaan, nanti saya akan bilang dulu ke Bos. Semoga Bos menerima tambahan anggota." Mang Dadang berkata seraya memasukkan sesuatu ke dalam tas punggungnya, sepertinya seragam.

Kang Herman hanya mengangguk. Dia pun melakukan hal yang sama memasukkan seragamnya ke dalam tas punggungnya. Udin merasa heran, kalau itu seragam, kenapa mereka tidak mengenakannya, kenapa harus dibekal.

Keheranan bertambah karena selama di kampung dan di perjalanan pun, Mang Dadang dan Kang Herman tidak pernah berbicara tentang pekerjaan mereka. Beberapa kali Udin bertanya, jawaban mereka selalu mirip, "Nanti saja kalau sudah sampai, yang penting kamu harus siap mental."

Dan jawaban dari keheranan Udin tiba di pagi esok harinya. Saat mereka bertiga selesai sarapan nasi kuning, Mang Dadang menyerahkan bungkusan kepada Udin, seraya berkata, "Kamu beruntung, Bos mau menerima tambahan anggota. Hari ini juga kamu bisa ikut bekerja.

Udin sumringah mendengarnya, dia segera menerima bungkusan yang disodorkan Mang Dadang. "Ini apa, Mang?" tanyanya.

"Itu seragam yang harus dipakai saat bekerja," jawab Kang Herman.

Udin pun dengan tak sabar membuka bungkusan. Namun, sejenak kemudian dia tertegun melihat isi bungkusan yang katanya seragam. Isi bungkusan memang sepasang baju dan celana, tetapi jauh dari layak untuk disebut seragam.

Baju dan celana yang ada di tangan Udin, berupa pakaian kumal, warnanya sudah tidak jelas, kotor dan beberapa lubang serta tambalan menghiasinya. Udin mendongak menatap wajah Mang Dadang dan Kang Herman. Yang ditatap hanya mengangguk dan tersenyum.

Setelah beberapa jenak ketiganya terdiam, Mang Dadang berkata. "Mencari pekerjaan di Jakarta itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, Din."

"Selain harus punya uang untuk nyogok, juga harus punya orang dalam atau koneksi. Pabrik-pabrik atau kantor-kantor di sini tidak sembarangan menerima karyawan baru. Apalagi yang tidak punya ijazah seperti kita." Kang Herman menambahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun