Ketiga, hadis yang diriwayatkan dari Abu Mas'ud Ra, dia berkata, "Seorang laki-laki datang mengadu kepada Nabi Saw, lalu berkata, "Sesungguhnya saya tidak ikut berjamaah salat subuh karena si Fulan mengimami kita dengan bacaan yang panjang".
Mendengar pengaduan tersebut Rasulullah Saw pun marah. Abu Mas'ud kemudian berkata, "Saya tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah Saw semarah itu dalam menyampaikan petuah. Beliau bersabda, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat orang-orang menjauh. Siapa di antara kalian mengimami orang-orang, maka ringankanlah karena sesungguhnya di tengah mereka ada yang sakit, ada yang tua, dan ada yang punya keperluan." (HR. Bukhari 6110, dan Muslim 466).
Ketiga riwayat di atas menunjukkan bahwa marah karena Allah termasuk akhlak yang mulia. Bahkan Imam Nawawi dalam kitab riyadhusshalihin menuliskan satu bab khusus tentang hal ini. Yaitu Bab 'Marah ketika Kemuliaan Syariat Dinistakan, dan Pembelaan terhadap Agama Allah Ta'ala'.
Jadi, marah yang menyebabkan kita terhalang masuk surga adalah marah karena nafsu. Apalagi marah karena hal-hal yang sepele. Marah-marah karena hal sepele ini yang mengganggu hubungan kita dengan orang lain (Hablum minannas) menjadi tidak sehat. Ibarat virus jahat yang masuk ke dalam tubuh, yang menyebabkan kita tidak sehat (sakit).
Kita memang sama dengan Rasulullah Saw, pernah marah. Namun, bedanya kita dengan beliau dalam marah ini hanya 'sedikit'.
Kalau Rasulullah Saw, marahnya sedikit.
Kalau kita, sedikit-sedikit marah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI