Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengatur Pengeras Suara, Pak Menag Blunder Dua Kali

25 Februari 2022   11:20 Diperbarui: 25 Februari 2022   11:25 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali jagad medsos riuh. Setelah keriuhan yang disebabkan isu wayang haram, pindahan ibu kota, sesajen, dan isu-isu kontroversial lainnya, kali ini disebabkan surat edaran yang dikeluarkan Menteri agama, Yaqut Cholil.

Menag Yaqut mengeluarkan surat edaran nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. 'Upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga', demikian penjelasan pak Menag.

Kontroversi terhadap pengaturan pengeras suara sudah lama terjadi, dan tetap saja akhirnya instruksi tersebut tidak pernah dipatuhi.

Alih-alih dipatuhi kaum Muslimin, surat edaran itu malah menuai kegaduhan. Apalagi ditambah dengan pernyataan pak Menag, saat ditanya wartawan, yang menganalogikan suara adzan dengan suara anjing.

Saya curiga pak Menag tidak musyawarah sebelum mengeluarkan surat edaran itu. Karena saya melihat pak Menag malah melakukan blunder.

Blundernya di mana?

Begini, sepengetahuan saya, masjid-masjid yang sering menggunakan pengeras suara, selain untuk adzan, adalah masjid-masjid yang jamaahnya berlatang belakang NU (Nahdhatul Ulama), Ormas dimana pak Menang bernaung.

Secara umum, ormas Islam yang besar di Indonesia itu ada NU, Muhammadiyah, Persis (Persatuan Islam), Al-Irsyad, dan PUI (Persatuan Umat Islam). Namun, sekali lagi, sepengetahuan saya, selain NU, ormas-ormas Islam itu tidak pernah atau jarang menggunakan pengeras suara masjidnya selain untuk adzan.

Sementara di masjid-masjid NU, selain adzan, beberapa aktivitas lain seringnya menggunakan pengeras suara, seperti sholawat, atau bacaan lain antara adzan dan iqomat. Di lingkungan saya disebutnya 'pupujian'. Begitupun bacaan-bacaan menjelang adzan, walaupun biasanya anak-anak yang membacanya. Dan ini sesuatu yang sudah melekat kuat menjadi sebuah keharusan.

Sedangkan masjid-masjid yang basis jamaahnya Muhammadiyah atau Persis tidak pernah menggunakan pengeras suara selain untuk adzan.

Blunder yang saya maksud adalah pak Menag seolah melarang jamaah ormasnya sendiri (NU) untuk mengurangi penggunaan pengeras suara. Pak Menag seolah mau mengatur sesuatu yang sejak dulu sudah dianggap baik oleh jamaah NU.

Dan kemudian blunder ini diikuti oleh blunder berikutnya, saat pak Menag melontarkan analogi adzan dengan suara gonggongan anjing. Kalimat verbal jelasnya, silahkan di video yang sudah viral di media-media sosial.

Karuan saja, pernyataan tersebut menuai protes kaum Muslimin. Bagaimana tidak protes? Anjing adalah binatang yang dianggap paling buruk, selain babi, oleh umat Islam. Menyamakan suara adzan dengan suara anjing dianggap telah sangat merendahkan adzan.

Seperti pak Menag tidak menyangka bakal ditanya wartawan sehingga melakukan blunder dan mengeluarkan pernyataan tersebut.

Blunder. Ya, blunder itu namanya.

Apa, sih, blunder itu?

Menurut KBBI blunder adalah 'kesalahan serius atau memalukan yang disebabkan oleh kebodohan, kecerobohan, atau kelalaian'.

Jadi, tinggal pilih saja alasan pak Menang mengeluarkan pernyataan kontroversi itu. Apakah karena KEBODOHAN, KECEROBOHAN, atau KELALAIAN?

Entahlah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun