Berkah menurut KBBI adalah 'karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia'. Kalau di masyarakat Sunda, arti berkah lebih sederhana pengertiannya. Berkah itu 'saeutik mahi, loba nyesa', artinya kalau sedikit cukup dan kalau banyak bersisa.
Jadi, harta yang berkah itu tidak tergantung banyak sedikitnya. Harta yang berkah, sedikit atau banyak, tetap akan mendatangkan kebaikan kepada pemiliknya. Pemiliknya selalu akan merasa cukup.
Harta yang berkah itu nilainya melebihi nilai nominalnya. Uang sejuta yang berkah akan mendatangkan kebermanfaatan yang lebih daripada uang sejuta yang tidak berkah.
Keberkahan tidak hanya ada dalam harta. Ada di semua pemberian Allah Swt (rezeki), apa pun bentuknya; umur, ilmu, keluarga, istri/suami. Anak-anak, pekerjaan, dan semua pemberian Allah Swt. Semua hal itu kalau berkah, akan mendatangkan kebaikan kepada pemiliknya.
Setiap kita tentunya menginginkan keberkahan. Ingin Rezeki yang berkah, yang apabila sedikit cukup dan kalau banyak akan bersisa.
Caranya?
Mungkin ini satu tips sederhana tapi penting dan justru menjadi hal utama dalam meraih kerberkahan, yaitu 'pengakuan' atau mengakui. Kalau di judul saya tulis, dalam Bahasa Sunda, 'Jangan Ngaleuleungit'.
Ngaleuleungit asal katanya leungit atau hilang dalam bahasa Indonesia. Ngaleuleungit artinya menghilangkan, tetapi bukan menghilangkan sebuah benda dari ada menjadi ada. Artinya lebih kepada menganggap seolah-olah hilang, menganggap tidak ada, atau tidak mengakui.
Inilah beberapa contoh dinamika kehidupan yang beraitan dengan hal tersebut.
Pertama, bila Anda ditanya, "Bagaimana pendapatan Anda dari pekerjaan sekarang?" Maka ucapkanlah, "Alhamdulillah, Allah memberikan saya pekerjaan ini. Cukup banyak kebutuhan yang bisa saya penuhi, semoga Allah limpahkan pula keberkahan atas rezeki yang diberikan-Nya ini".
Adapun jawaban orang yang "ngaleuleungit" adalah, "Yaah ... gaji satu juta mana cukup zaman sekarang? Beras saja naik terus, belum anak sekolah. Listrik naik lagi, belum istri mau melahirkan."
Ini adalah bentuk ngaleuleungit rezeki Allah yang jumlahnya satu juta.
Sungguh terlalu mudah bagi Allah melipatgandakan rezeki yang kita peroleh. Namun, itu kembali kepada kita, tergantung sikap kita terhadap rezeki yang satu juta tersebut. Bersyukur atau ngaleuleungit.
Kedua, "Bagaimana jualan gorengan anda?" Jawaban orang yang ngaleuleungit akan seperti ini, "Payah, jualan hanya muterin hidup, habis untuk beli minyak goreng sama terigu saja!"
Padahal realitanya jualannya cukup menguntungkan. Sehari bisa untung 100 ribu.
Lebih baik ucapkan, "Alhamdulillah jualan bisa bertahan, kebutuhan bisa terpenuhi. Adapun Saya belum bisa membeli motor atau menyekolahkan anak, semoga Allah memberikan saya kemudahan". Bila perlu sebutkan keuntungan Anda. Karena ini bagian dari mengakui nikmat Allah.
Ketiga, orang-orang yang ngaleuleungit akan selalu berkata, "Gaji PNS saya hanya empat juta sebulan. Bisa apa zaman sekarang dengan uang empat juta?"
Padahal, masih sangat banyak orang lain yang berpenghasilan dibawah empat juta.
Empat, Jangan katakan, "Bekerja di pak Fulan, dapat apa saya? Bonus ga pernah dapat, dimarahin terus menerus, belum lagi segala kesalahan ditimpakan kepada saya."
Itu namanya ngaleulengit.
Apakah kejadian ini benar? Padahal realitanya gaji yang didapat cukup besar, Bonus juga sering dapat. Serta apa betul setiap hari dalam tiap bulan dan sepanjang jam kerja dimarahi terus?
Hati-hati jangan munculkan di alam bawah sadar kita sikap "ngaleuleungit" pemberian Allah Swt, apalagi kemudian diucapkan secara verbal. Karena, kita akan termasuk kepada orang-orang yang kufur nikmat. Tidak mengakui akan nikmat Allah Swt.
Sangat berat azab Allah Swt kepada orang yang kufur nikmat.
" ... tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat". (QS. Ibrahim: 7)
Wallahu'alam.
TSM, 28/04/21
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H