Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan yang ingin terus menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha menuliskan apa saja yang bermanfaat, untuk sendiri, semoga juga untuk yang lain

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Berawal dari Akhir

24 April 2021   06:15 Diperbarui: 24 April 2021   06:17 1785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), ....." (Al-Hasyr: 18)

Kali ini saya mau cerita tentang PTDI (Dirgantara Indonesia), dulunya IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara), serta bagaimana visi Pak Habibie ketika membesarkan perusahaan industri pesawat terbang itu.

PTDI yang pernah menjadi industri pesawat terbang tercanggih se-Asean.
PTDI yang memiliki karyawannya yang sangat diakui keahliannya. Anda bisa cek ke seluruh perusahaan industri pesawat di dunia ini, di dalamnya pasti ada minimal 2 orang mantan karyawan PTDI.

Visi Pak Habibie dalam membuat pesawat terbang, unik. Bahkan sangat unik.

Saat membangun PTDI (IPTN), beliau tidak berawal dari mendesain sebuah pesawat lalu membuatnya. Namun, yang dilakukannya adalah menjalin kerjasama dengan industri pesawat terbang lain.

PTDI membeli pesawat dengan kesepakatan dirakit (assembly) di PTDI, dengan sebagian spare part-nya dibuat (dikerjakan) oleh karyawan PTDI. Kesepakatannya, kandungan lokal ini semakin lama semakin banyak prosentasenya. Dengan strategi ini, secara tidak langsung terjadi alih teknologi, dari perusahaan pesawat tersebut ke PTDI.

Sehingga kemudian lahirlah pesawat terbang NC-212, N nya Nusantara dan C nya Casa. Jadi pesawat ini hasil kesepakatan PTDI dengan Casa (Spanyol).

Kemudian ada pesawat CN-235, sama juga kerjasama dengan Casa (Spanyol),

Ada helikopter NBO-105, kerjasama dengan MMB (Jerman),

Ada NBell-412, kerjasama PTDI dengan Bell Helicopter Textron (USA)

Pak Habibie tidak langsung membuat pesawat sendiri (desain sendiri). Selain karena kemampuan teknis karyawannya belum maksimal, persaingan pun akan kalah saat penjualan.

Strategi Pak Habibie ini kemudian dikenal dengan istilah 'Berawal dari Akhir'.  Karena sejatinya merakit itu adalah pekerjaan akhir, tetapi oleh beliau dilakukan di awal. Membeli pesawat dalam bentuk spare part lalu dirakit sendiri di PTDI, ditambah kesepakatan beberapa spare part-nya dibuat sendiri.

Strategi ini berhasil. Sampai kemudian PTDI mampu membuat sendiri pesawatnya (dari mulai desain sampai merakit), yaitu pesawat N-250, yang proyeknya terhenti karena krisis moneter. Dan, ditahun 2021 ini berhasil membuat pesawat N-219 yang beberapa bulan yang lalu sudah terbang perdana.

Lalu apa hubungannya dengan surat al-Hasyr di atas?

Wallahu'alam, ini tafsiran saya, dan mencoba menghubung-hubungkan saja,
"... hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok,.."

Ayat ini memerintahkan kita untuk memperhatikan hari esok (akhirat), di mana akhirat itu adalah akhir dari kehidupan ini. Jadi kita diperintahkan untuk memulai orientasi amal kita dari akhir.

Jadi, mari kita berpikir seperti Pak Habibie. 'Berawal dari Akhir', sebagai acuan kita menjalani hidup ini. Kalau akhir hidup kita ingin baik (husnul khotimah), maka berbuatlah sesuatu untuk menggapainya.

Kita ingin akhir hidup kita seperti apa, maka mari kita berbuat untuk mencapainya.

Dalam konteks yang lain, penjelasan konsep 'Berawal dari Akhir' itu mungkin bisa dijelaskan seperti berikut.

Di sebuah TPU (Tempat Pemakaman Umum) sedang terjadi proses pemakaman yang dihadiri oleh banyak orang, yang tentunya orang-orang itu adalah keluarga dari yang meninggal, serta sahabatnya, relasi kerja/bisnisnya, tetangganya, teman satu organisasi, dll.

Tentu saja sikap orang-orang tersebut akan sebanding dengan kesan yang mereka dapatkan selama berinteraksi dengan orang yang meninggal tersebut.

Apakah mereka menangis, sedih dengan meninggalnya orang tersebut? 

Apakah menyayangkannya meninggal padahal selama ini si orang tersebut selalu menolong mereka?

Atau merasa kehilangan karena jasa si orang yang meninggal itu begitu banyak?

Atau kesan sebaliknya?

Senang melihat orang itu meninggal.

Sekali lagi, kesan itu didapat dari hasil interaksi mereka dengan orang yang meninggal selama hidupnya.

Nah ... coba kita membayangkan, bagaimana kalau seandainya yang meninggal itu adalah kita.
Apa kemudian kesan keluarga kita, sahabat-sahabat kita, relasi-relasi kita? 

Bersedihkah mereka dengan meninggalnya kita?

Merasa kehilangankah mereka dengan meninggalnya kita?

Atau kesan sebaliknya?

Bearawal dari Akhir.

Ya!

Mari 'awali' hidup kita dengan 'akhir' seperti apa, kesan yang kita inginkan dari orang-orang yang kita tinggalkan.

Mari kita "berbuat untuk hari esok" (al-hasyr)

Wallahu 'alam.

TSM, 24/04/21

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun