Karena bolosnya tidak diketahui atasan/kantornya, maka dia mendapat bayaran utuh. Padahal harusnya tidak. Berarti ada uang yang bukan haknya, sebesar 25 ribu sehari. Kalau bayarannya bulanan (20 hari kerja) berarti ada uang 500 ribu yang diterima padahal bukan haknya. Mungkin dia tidak terasa bersalah, apalagi kalau tidak ada teguran dari atasan/kantornya, dia terima gaji utuh, seolah itu memang haknya semua.
Dalam kasus di atas, mugkin saja sangsi tidak diterima pegawai itu. Baik sangsi potongan gaji atau sangsi teguran. Tetapi sangsi itu akan dia terima dalam bentuk lain. Bisa dalam bentuk kehilangan barang, bisa dalam bentuk sakit, bisa juga berupa musibah atau bentuk apapun yang mengharuskan dia mengalami kerugian secara finansial.
Dalam kasus lain yang mirip tetapi kebalikannya.
Seorang pegawai yang termasuk kategori good employee, sering datang beberapa menit sebelum jam masuk dan/atau sering menyelesaikan pekerjaan sampai melewati jam pulang, tanpa dihitung lembur (overtime). Maka, kelebihan jam kerjanya itu akan Allah bayar dalam cara atau bentuk yang lain, yang mungkin saja tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya, dan bisa saja tidak dalam bentuk uang.
Pengganti dari Allah itu (karena dia tidak mendapat tambahan bayaran) bisa berupa kesehatan dia dan keluarganya, bisa dalam bentuk kemudahan dalam segala urusannya, atau bentuk lainnya.
Karena rumus asalnya adalah adil. Kita akan mendapatkan upah sesuai pekerjaan kita.
Intinya, apapun kualitas pekerjaan kita, itu akan kembali kepada kita.
Kalau kita berbuat zalim, maka kerugian akan menghampiri kita.
Kalau kita berbuat ihsan, maka balasannya akan kita terima.
Mari kita berbuat ihsan.
Mari kita perbaiki kualitas pekerjaan kita.