Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan yang ingin terus menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha menuliskan apa saja yang bermanfaat, untuk sendiri, semoga juga untuk yang lain

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Haruskah Divaksin?

15 Januari 2021   16:54 Diperbarui: 15 Januari 2021   17:09 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak terasa, pandemi Covid-19 sudah berlangsung setahun. Menurut data Satgas Covid-19, sampai tanggal 13 Januari 2021 kemarin, sudah 858.043 orang di Indonesia yang terpapar dan 24.951 orang meninggal dunia. Para ahli sepakat bahwa menekan penyebaran virus ini sulit dilakukan kecuali dengan terbentuknya imunitas kolektif sampai kehidupan kembali normal.

Pemerintah pun telah melakukan berbagai upaya. Lock down, social distancing, PSBB, 3M. Tidak cukup dari pemerintah, lembaga keagamaan pun dilibatkan untuk mereferensikan berbagai peribadatan dilaksanakan dengan cara menjaga jarak.

Setelah setahun, upaya berikutnya adalah vaksinisasi. Beberapa negara sudah berhasil membuat vaksin yang bisa membuat tubuh kebal terhadap virus Covid-19. Dan sekarang di kita sudah pada tahap pelaksanaan, walaupun masih untuk kalangan yang diprioritaskan, seperti para tenaga kesehatan.

Di sinilah muncul permasalahan. Adanya kontroversi di kalangan masyarakat, apakah harus divaksin? Apakah vaksin yang disediakan pemerintah sudah aman? Halalkah? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Tulisan ini hanya ingin menyampaikan pendapat saja, terkait haruskah kita divaksin? Serta bagaimana menyikapi vaksin yang saat ini sudah disiapkan pemerintah. Saya berpendapat di sini sebagai seorang muslim.

Harus ikhtiar sebelum bertawakal

1. Dalam Islam, ikhtiar itu wajib dilakukan, setelahnya barulah kita bertawakal kepada Allah. Masih ingat kan? Rasulullah Saw pernah menegur seseorang yang tidak mengikat untanya dengan alasan dia bertawakal kepada Allah Swt. Rasulullah saat itu menasihatinya, "Ikat dulu untamu, baru bertawakal".

Menurut Yusuf Qaradhawi, ikhtiar merupakan syarat sah dari tawakal. Artinya tidak syah atau tidak bisa disebut tawakal, tanpa disertai ikhtiar.

Divaksin merupakan ikhtiar kita untuk mencegah tubuh terpapar virus Covid-19. Setelah sebelumnya pun kita telah berikhtiar dengan melakukan protokol kesehatan.

2. Islam mewajibkan umatnya untuk melindungi diri dari hal-hal yang mendatangkan kerusakan (mafsadah). Virus adalah salah satu yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut.

Rasulullah Saw bersabda, "Berlarilah dari penderita lepra (almajdzum) seperti engkau melarikan diri dari singa (Bukhari, 5/5380). Karena virus dapat menyebabkan bahaya bagi tubuh, maka disiplin dengan protokol kesehatan serta divaksin merupakan perkara yang wajib.

3. Menurut mayoritas ulama mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali, hukum berobat dari penyakit yang tidak menular adalah mubah (boleh). Namun, menurut mazhab Syafii hukumnya bisa sunah atau wajib. Itu untuk penyakit yang tidak menular. Tentunya, berobat dari penyakit yang menular, keharusannya lebih kuat dari penyakit yang tidak menular.

Rasulullah Saw bersabda, "La dhororo wa la dhirara." Artinya, tidak boleh menimbulkan bahaya dan tidak boleh membalas bahaya dengan bahaya. (Ibnu Majah, 2/2341, shahih lighairihi).

Kesimpulan dari 3 poin di atas, menurut pendapat saya adalah, setiap kita harus atau wajib divaksin.

Lalu bagaimana dengan vaksin yang sudah disiapkan pemerintah?

Setidaknya ada 5 syarat untuk menilai vaksin tersebut layak atau tidak dipergunakan. Kelima syarat itu adalah:

  • Adanya kesucian dan kehalalan vaksin yang digunakan sesuai dengan penilaian MUI
  • Adanya ancaman bahaya yang akan ditimbulkan jika tidak dilakukan vaksinasi
  • Adanya kemanjuran (efikasi) vaksin yang mencapai derajat 'dugaan kuat' (adh-dhan ar-rajih) bagi terjadinya kekebalan terhadap virus tersebut
  • Adanya keamanan sehingga tidak menimbulkan bahaya yang lebih besar, dan
  • Tidak adanya kondisi atau penyakit penyerta yang bisa mengakibatkan terjadinya kemudaratan yang lebih besar jika dilakukan vaksinasi tersebut.

Tentang kehalalan vaksin Covid-19 produksi Sinovac, media Detik di rubrik Healt mewartakan berikut,

Vaksin Corona Sinovac dipastikan halal. Hal ini disampaikan baik oleh Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) dan dipertegas fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Kemudian yang terkait aspek kehalalan setelah dilakukan yang cukup panjang dari hasil penjelasan dari tim auditor rapat komisi fatwa menyepakati baHWa vaksin COVID-19 yang diproduksi Sinovac Life Science china yang diajukan proses sertifikasi oleh Bio Farma hukumnya suci dan halal," kata Ketua MUI Asrorun Niam dalam jumpa pers, Jumat (8/1/2020).  (beritanya dapat dibaca di sini).

Tentang kemanjuran atau efikasi, media Kompas memberitakan sebagai berikut,

"Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dr Ir Penny K Lukito mengumumkan bahwa mulai Senin (11/1/2021), vaksin Sinovac resmi kantongi izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA). Dia menyatakan efikasi vaksin Sinovac 65,3 persen."

Berita lengkapnya bisa dibaca di sini.

Dengan demikian, vaksin Covid-19 produksi Sinovac yang sudah disediakan pemerintah ini layak untuk digunakan.

Informasi tambahan terkait vaksinasi ini adalah, berdasarkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Kemkes (No.02.02/4/1/2021), ada beberapa kondisi yang tidak bisa diberi vaksin Covid-19 produksi Sinovac, yaitu:

  • Pernah terkonfirmasi menderita Covid-19,
  • Ibu hamil dan menyusui,
  • Sedang menjalani terapi jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah,
  • Penderita penyakit jantung,
  • Penderita penyakit autoimun (lupus, sjogren, vasculitis),
  • Penderita penyakit ginjal,
  • Penderita reumatik autoimun,
  • Penderita penyakit saluran pencernaan kronis,
  • Penderita penyakit hipertiroid,
  • Penderita penyakit kanker, kelainan darah, defisiensi imun, dan penerima tranfusi,
  • Penderita gejala ISPA (batuk, pilek, sesak napas) dalam tujuh hari terakhir sebelum vaksinasi,
  • Penderita diabetes melitus, m) penderita HIV, dan
  • Penderita penyakit paru (asma, tuberkulosis).

Dalam kondisi tertentu, ketiga kondisi terakhir bisa diberi vaksin Covid-19 atau berdasarkan rekomendasi medis.

Demikian pendapat saya, Semoga bermanfaat.

~Urip Widodo~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun