Pertanyaan selanjutnya, masihkah masyarakat menggantungkan harapannya kepada sang dewan. Tentu jawabannya tidak.
Warga sudah sangat pesimis dengan kondisi wakil rakyatnya yang cuma bisa omong besar tapi mendengkur saat rapat.
Bahkan, secara empiris hal itu terang tergambar saat penulis melakukan wawancara kepada sejumlah masyarakat dengan penghasilan rendah, seperti tukang badut jalanan, tukang becak, ojek pangkalan dan online.
Dari semuanya, hampir tidak ada lagi harapan yang ingin disampaikan kepada sang dewan pendengkur.
Mereka hanya bisa berharap agar dewan tidak membuat aturan yang aneh-aneh dan malah membuat kehidupan semakin sulit.
Kalau untuk perubahan meningkatkan penghasilan, nampaknya itu hanya jadi isapan jempol belaka.
"Kalau sudah jadi mana ingat sama masyarakat. Kemarin abis pemilu saja tidak pernah lagi nengok," kata Mr A salah satu tukang becak yang setiap harinya mangkal di SMP Al Had1d.
Mr A yang sudah berusia 65 tahun, secara tegas mengatakan tidak bisa berharap dan mendapatkan apa-apa dari para dewan yang dilantik.
"Mereka juga kan usaha (membalikan modal politik). Mana mungkin mikirin kita lagi," tegasnya lantang.
Lain hal Si C, tukang ojek pangkalan di Propelat, Kelurahan Kot4bum1, Kecamatan Purw4karta. Menurutnya, sudah tidak percaya dengan para dewan, hanya bisa bicara manis saat pencalonan. Sesudahnya, pasti masyarakat tidak akan dianggap.
"Kayane meh ore bisa diandalaken kang. Siki bae gati ditomonane. Komoh dijaluk tulung (Sepertinya tidak bisa diandalkan. Sekarang saja susah ditemuinnya. Apalagi diminta tolong)," ucapnya.