Saya Urfa Murofi mahasiswi pendidikan bahasa Arab FPBS Universitas pendidikan Indonesia, saya akan menceritakan pengalaman saya saat mengajar di SDN Cigerleng.Â
Kampus mengajar merupakan ruang bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan suatu keahlian & ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam membantu siswa di sekolah dasar dan sasaran Program Kampus Mengajar Angkatan 3 Tahun 2022 ini adalah sekolah dasar yang berada di daerah 3T (Tertinggal, Terluar, dan Terdepan).
Melalui Program Kampus Mengajar ini, mahasiswa memiliki kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam membantu kegiatan belajar, membantu adaptasi teknologi, dan membantu administrasi sekolah.
Adapun program lainnya yang saya dan kelompok laksanakan sebagai bentuk pengabdian terhadap kampus mengajar dan juga SDN Cigereleng : Aksiku (Adaptasi siswa menuju literasi numerasi), KREASI (Kreativitas siswa), lowismart (Local wisdom smart), pramuka, sematren (Semarak pesantren kilat modern), New Go Green (Kegiatan penanaman dan penghijauan kembali tanaman yang ada di sekolah), Paturay Tineung
Di era gempuran arus globalisasi dan kemajuan teknologi berdampak pada krisis budaya, ditambah adanya Covid-19 membuat siswa harus belajar secara daring di rumah. Sehingga siswa diharuskan belajar dengan teknologi, namun sisi negatifnya siswa bebas mengakses aplikasi apa saja seperti Tiktok yang berdampak amnesia budaya dikarenakan konten konten yang membuat muda-mudi Indonesia lebih gandrung budaya asing.
 Krisis budaya ini bisa ditangani dengan pendidikan, oleh karena itu saya dan kelompok selain fokus terhadap program peningkatan literasi numerasi, fokus juga dalam pelestarian budaya setempat. Dengan memperkenalkan permainan permainan tradisional dan mengenalkan pelaksanaan Upacara Adat sunda "Mapag panganten" yang dimana diterapkannya pada pelaksanaan acara perpisahan kls 6 atau kenaikan kelas. Sebelumnya sudah ada di SDN Cigereleng namun sudah 3 tahun tidak ada lagi dikarenakan Covid-19 dan karena guru guru yang memperkenalkan upacara adat sunda itu sudah berumur oleh karena itu sudah menjadi tugas kami melestarikan kembali budaya tersebut kepada siswa yang belum pernah mengenal.
Upacara Adat Sunda itu sendiri terdiri dari pembawa tandu, pembawa bendera, penari, pengantin, abah dan ambu. Kami memilih kls 3-6 untuk menjadi peran yang ada di upacara adat sunda itu sendiri dengan mempersiapkan itu semua selama dua bulan lebih dengan latihan setiap harinya. Untuk pembawa tandu ini 1 orang, pembawa bendera 4, penari 4, abah  1 ambu 1. untuk pengantinnya ini kami memilih kls 6. Teknisnya itu mengantar kls 6 ke panggung yang akan tampil membawakan lagu perpisahan.
Tentunya tidak mudah menerapkannya, karena siswa yang mengenal upacara ini sebelumnya sudah lulus sekolah dasar jadi kami mengenalkannya kepada siswa dari 0. Namun mereka tidak mengeluh, mereka sangat menikmati proses itu. Mereka sangat terlihat bahagia dan antusias meskipun berlatih setiap hari setelah sepulang sekolah.Â
"Ibu sekarang latihan? Sekarang latihankan? Ibu hari minggu dipake untuk latihan lagi aja" ujar siswa siswi SDN Cigereleng
Latihan selama dua bulan lebih itu membuahkan hasil setelah upacara adat sunda itu dilaksanakan pada perpisahan kls 6 "Paturay Tineung", kami mendapatkan apresiasi dari kepala desa, warga, kepala sekolah dan guru guru karena berhasil membantu melestarikan budaya yang sudah lama tidak dilaksanakan di SDN Cigereleng.Â
"Kontribusi kalian pada SDN Cigereleng ini sangat membantu selain administrasi, peningkatan literasi dan numerasi, kalian juga membantu melestarikan budaya yang sudah tidak dilaksanakan di SDN cigereleng. Usaha kalian mengenalkan kembali upacara adat sunda akan diteruskan turun temurun oleh siswa yang kalian ajari kepada adik kelasnya" ujar ibu Imas Tuti selaku kepala sekolah SDN Cigereleng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H