Kado dari Desa untuk Ultah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Alunan syair gelombang di bentangan beting pantai Lewotobi mendaraskan sebuah syair relasi kosmic. Pagi itu,  hari  kedua belas bulan Agustus 2017, syair relasi kosmic antara manusia dengan laut dimateraikan dalam sebuah ritus pelepasan meja transplantasi terumbu karang. Di Lokasi Pantai Bese Wewe, sebuah lokasi dalam tuturan tradisi dimaknai sebagai ruang dialog kosmic, warga masyarakat bersama Pemerintah Desa, para tamu undangan, pihak Gereja Paroki Santo Yusup Lewotobi serta mitra kerja Misool Baseftin, bersatu hati serta  tekad dalam doa dan ritus adat.
Diakon Martinus Weruin Pr,mewakili Rm. Marcel Lamury, Pr sebagai Pastor Paroki St Yosep Lewotobi, Â menegaskan pentingnya menjaga kesatuan relasi kosmic dengan Bumi. Tahun 2017 sebagai tahun Ekologi dimaknai dan diwujudkan dalam tindakan menyelamatkan bumi, melindungi bumi dari kehancuran. Sementara itu Kepala Desa Birawan Tarsisius Buto Muda, dalam sambutannya menegaskan kembali komitmen warga masyarakat dalam Seminar Budaya " Birawan Menuju Pembangunan Desa Berbasis Budaya Ekologis" pada tanggal 1 Juni 2017, Â hari Kelahiran Pancaslia.
Satu dari sekian komitmen adalah menjaga dan merawat terumbu karang, "menjaga wilayah laut dan pesisir yang Tuhan percayakan kepada kami untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya". Wujud komitmen ini yakni dilakukan peluncuran meja tranplantasi terumbu karang. Dan kegiatan ini murni dari dana Dana Desa, sedangkan pihak Mitra Missol Baseftin, membantu dari segi keahlian tanpa bayaran.
Sebuah bentuk kemitraan yang sanggat konstruktif.  Implementasi  komitmen  Konservasi ini telah disiapkan dalam bentuk  aspek legalitas yakni draf Peraturan Desa Konservasi Laut dan Pesisir Pantai. Darf Perdes ini sudah disosialisasikan ke masyarakat, dan selanjunya proses assistensi dan penetapan Perdes.
Program inisiatif desa ini diappresiasi oleh Pihak Dinas Lingkungan Hidup yang diwakili oleh Bapak Blasisus Kuldin. Dalam sambutannya beliau mengharapkan agar desa- desa lain pun dapat belajar dari Desa Birawan. Pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan hidup akan memfasilitasi daerah lain agar dapat membangun program-program ekologis seperti Desa Birawan.
Kegiatan ini diawali dengan Ibadah Pemberkatan Sepuluh meja Transplantasi beserta seluruh peralatan konservasi terumbu karang. Selanjutnya para peserta dan tamu undangan mewujudkan kesatuan mereka dalam tradisi dengan menyentuh "Gebia" tempat sirih pinang yang dipegag oleh pihak Tuan Tana Suku Witi yang diwakili oleh Bapak Benediktus Beda Witi. Selanjunya ritus penandaan meja dan peralatan dengan dengan "Braha" oleh Bapak Matias Kaja Witi, pihak yang bertugas sebagi pelaku ritus Awe Lape, ritus pemulihan relasi kosmic manusia dengan penghuni laut. Braha adalah media dari kapas  yang digunakan untuk menuturkan sebuah pesan kepada  para leluhur, ke para penjaga pantai yang disebut " Hari Neda".
Setelah proses "Braha" meja tranplantasi dibawa ke laut dan sebelum dilepaskan ke dalam laut, Bapak Matias Kaja Witi melakukan dialog Kosmic dengan laut. Beliau memaklumkan kesatuan suara "ribu Polo ratu lema"-  ungkapan untuk seluruh masyarakat, bahwa pada hari ini masyarakat berjanji untuk melindungi terumbu karang, tidak merusak rumah ikan. " Hari ini, Kami masyarakat membuat rumah untuk ikan bertelur... Hari Neda, pali kame me'e lango uma, uli mobo, piara manu lau tahi wai, lau tahi lewa". Terjemahanya,  wahai penghuni, penjaga pantai (hari neda )Hari ini kami membuat rumahmu, tempat untuk ikan bertelur  dilaut.
Penuturan kata ( koda) "Manu" ( ayam ) merefleksikan bahwa ikan  harus dipelihara, dilindungi sebagaimana perilaku manusia dalam menjaga dan merawat ayam. Lango Uma ( Rumah ), Uli Mobo (tempat tidur) yang diungkapan tanpa terpisah, Lango Uma Uli Mobo, mau menegaskan bahwa terumbu karang adalah rumah  dengan segela kelengkapan di dalamnya termasuk tempat tidur, tempat makhluk hidup merajut cinta untuk sebuah keberlangsungan generasi.
Sebagai sebuah rumah, terumbu karang harus dijaga dan dirawat termasuk membersihkan terumbu dari sampah-sampah, dari lumut yang menempel, membelit pada terumbu karang. Kata Piara ( Pelihara) menegaskan tindakan keberpihakan untuk melindungi, bukan merusak. Kata Tahi wai merujuk pada lokasi laut di dekat dan Kata Lau Tahi Lewa merujuk pada lokasi jauh dari pantai , di laut lepas. Kalimat  Lau Tahi wai lau tahi lewa ini menegaskan bahwa tindakan melindungi tidak hanya berlaku di lokas dekat pesisir pantai saja tetapi juga seluruh ekosistem di laut yang lebih dalam, di lokasi yang lebih jauh dari pesisir pantai.