Setiap kita, apapun profesi kita, hendaknya kita menyadari bahwa kita sedang memainkan peran sebagai pembawa kabar gembira, kabar sukacita, kabar kebenaran. Â Ada banyak berita Hoax, berita bohong yang beredar di dalam masyarakat dengan tingkat akses informasi yang sangat cepat dan mudah. Â Ketika kita mudah percaya pada berita hoax, ketika kita dengan mudah menerima berita, pesan tanpa menyaring dulu, mencari informasi pembanding maka kita sedang meneruskan proses distrosi, penyimpangan pesan. Â Kita adalah komunikator yang dituntut untuk bijak menyaring infromasi dan bijak menyajikan pesan. Â Kasus Ahok adalah sebuah bukti bagaimana kata-kata yang diucapkan dengan mudah dimanipulasi demi kepentingan politik. Dari kasus Ahok kita belajar bagaimana suara kegelapan begitu gencar mengancurkan kebenaran, begitu kuat dan massive mengukung para pejuang kebenaran dan keadilan.
Ketika ruang pemahaman kata-kata sastra kehilangan dimensinya, ketika waktu penuturan sastra tergantikan dengan sinetron, Â ketika seorang pemimpin mengabaikan ruang pemaknaan budaya dalam program tahunan, ketika komitmen seorang guru luntur dengan sikap asal-asalan, kita sedang menambah daftar litani kematian budaya, kematian sastra dan kematian rasa kemanusiaan yang terbuka, solider. Kita sedang mengingkari tugas kita sebagai orang yang diutus untuk menyampaikan kabar sukacita, kabar yang menyelamatkan, kabar yang mendayagunakan segala potensi dan bakat demi terwujudnya kesatuan relasi harmonis dengan Tuhan, Â sesama dan alam.
Ia Tuhan Sang Sabda yang menanamkan cita rasa sastra  sedang menanti pertanggungjawaban kita.
URAN, Faby Uran, S,Ikom.
Tinggal di Lewotobi Desa Birawan Kecamatan Ile Bura
Beberapa sumber referensi tulisan
http://cokinew.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-komunikasi-antar-budaya.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H