"Everyone is unique and each experience is different." - Gloria Steinem
Gloria Steinem menyatakan bahwa setiap individu itu unik, dan setiap pengalaman itu berbeda. Dengan kata lain, di dunia ini tidak ada satu pun invidu yang sama persis dengan individu lainnya, baik dalam hal kepribadian dan juga pengalaman yang dimilikinya. Keberagaman individu ini juga dijabarkan oleh beberapa teori, diantaranya Teori Sistem Ekologi, Teori Multiple Intelligences, Teori Zone of Proximal Development (ZPD), dan Learning Modalities.
Teori Sistem Ekologi
Teori ini diusulkan oleh Urie Bronfenbrenner yang memandang perkembangan anak sebagai sistem hubungan yang kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai tingkat lingkungan sekitar, mulai dari pengaturan langsung keluarga dan sekolah hingga nilai budaya, hukum, dan adat istiadat yang luas. Adapun tingkatan sistem lingkungan tersebut adalah mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem.
- Mikrosistem
Mikrosistem merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya tedekatnya, seperti orang tua, saudara kandung, teman sebaya, dan sekolah. Interaksi ini bersifat dua arah, artinya anak dapat dipengaruhi oleh orang lain di lingkungannya, atau sebaliknya. Selain itu, mikrosistem merupakan tingkat yang paling berpengaruh dalam teori ekologi, sehingga bersifat sangat pribadi dan penting untuk membina dan mendukung perkembangan anak.
- Mesosistem
Mesosistem merupakan sistem mikrosistem yang mencakup interaksi antar-mikrosistem anak. Dengan demikian, pada tingkatan ini mikrosistem individu tidak berfungsi secara independen, melainkan saling berhubungan dan memiliki pengaruh yang kuat satu sama lain. Misalnya, komunikasi antara orang tua anak dengan guru. Jika orang tua anak memiliki hubungan yang baik dengan guru anak, maka akan memberikan dampak yang positif, begitu juga sebaliknya.
- Eksosistem
Eksosistem merupakan lingkungan di mana anak tidak terlibat secara langsung dan berada di luar pengalaman mereka, tetapi tetap memengaruhi mereka. Misalnya, orang tua anak yang sedang berselisih dengan atasan mereka di tempat kerja. Orang tua tersebut dimungkinkan pulang ke rumah dengan membawa amarahnya yang kemudian bisa jadi dilampiaskan kepada sang anak. Hal ini tentu akan berdampak negatif pada perkembangan sosio-emosional anak.
- Makrosistem
Makrosistem berfokus pada bagaimana elemen budaya mempengaruhi perkembangan anak, seperti status sosial ekonomi, etnis, lokasi geografis, dan ideologi budaya. Makrosistem berbeda dari ekosistem sebelumnya karena tidak mengacu pada lingkungan spesifik dari satu anak yang sedang berkembang, tetapi masyarakat dan budaya yang sudah mapan di mana anak tersebut berkembang. Misalnya, seorang anak yang tinggal di negara berkembang mengalami perbedaan perkembangan dengan anak yang tinggal di negara maju.
- Kronosistem
Kronosistem terdiri dari semua perubahan lingkungan yang terjadi selama masa hidup yang mempengaruhi perkembangan, termasuk transisi kehidupan yang besar, dan peristiwa sejarah. Tingkatan ini dapat mencakup transisi kehidupan normal seperti anak yang mulai bersekolah, tetapi juga dapat mencakup transisi kehidupan non-normatif seperti perceraian orang tua atau harus pindah ke rumah yang baru.
Teori Multiple Intelligences
Multiple Intelligences terdiri atas dua kata, Multiple dan Intelligences. Multiple berarti jamak, dan intelegensi  (intelligence) yang berarti kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) dikembangkan oleh Howard Gardner (1993) pada bukunya yang berjudul "Frames of Mind". Ada 8 kecerdasan yang diperkenalkan oleh Gardner, yakni kecerdasan (1) Verbal-Linguistik, (2) Logis-Matematis (3) Visual-Spasial, (4) Kinestetik-Jasmani, (5) Musikal, (6) Interpersonal, (7) Intrapersonal, dan (8) Naturalis. Gardner beranggapan bahwa setiap individu memiliki kedelapan kecerdasan tersebut, tetapi dalam profil yang berbeda-beda berdasarkan genetika dan pengalaman.
- Verbal-Linguistik
Kecerdasan ini berhubungan dengan kepekaan individu terhadap bahasa lisan dan tulisan, kemampuan untuk belajar bahasa, dan kapasitas untuk menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan tertentu.
- Logis-Matematis
Kecerdasan logis-matematis merujuk pada kemampuan untuk menganalisis masalah secara logis, melakukan operasi matematika, dan menyelidiki masalah secara ilmiah.
- Visual-Spasial
Kecerdasan ini menampilkan potensi untuk mengenali dan memanipulasi pola ruang yang luas (misalnya yang digunakan oleh navigator dan pilot) serta pola area yang lebih terbatas, seperti yang penting bagi pemahat, ahli bedah, pemain catur, grafis seniman, atau arsitek.
- Kinestetik-Jasmani
Kecerdasan kinestetik-jasmani adalah potensi menggunakan seluruh tubuh atau bagian tubuh individu (seperti tangan atau mulut) untuk memecahkan masalah atau produk.
- Musikal
Kecerdasan musikal mengacu pada keterampilan dalam penampilan, komposisi, dan apresiasi pola musik.
- Interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami maksud, motivasi, dan keinginan orang lain dan dapat mengakibatkan hubungan kerja secara efektif dengan orang lain.
- Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal adalah kapasitas untuk memahami diri sendiri, untuk memiliki model kerja yang efektif dari diri sendiri termasuk keinginan, ketakutan, dan kapasitas diri sendiri dan untuk menggunakan informasi tersebut secara efektif dalam mengatur kehidupannya sendiri.
- Naturalis
Kecerdasan naturalistik melibatkan keahlian dalam pengenalan dan klasifikasi banyak spesies --- flora dan fauna --- di lingkungannya.
Teori Zone of Proximal Development (ZPD)
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan zona yang terletak diantara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial peserta didik. Tingkat perkembangan aktual adalah tingkatan dimana peserta didik dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial terjadi ketika peserta didik dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan bantuan orang lain.
Learning Modalities
Learning modalities atau modalitas belajar atau yang lebih sering dikenal sebagai gaya belajar merupakan kecenderungan individu dalam belajar ditinjau berdasarkan tingkat kenyamanannya. Secara umum, terdapat 3 macam gaya belajar, yakni (1) Visual, (2) Auditori, dan (3) Kinestetik. Namun, apakah setiap individu hanya memiliki satu gaya belajar saja? Tentunya tidak. Individu dapat memiliki satu, dua, bahkan ketiga gaya belajar di bawah ini.
- Visual
Modalitas belajar visual adalah menerima informasi melalui lebih mudah melalui gambar.Â
- Auditori
Modalitas belajar auditori adalah menerima informasi melalui lebih mudah melalui mendengar.Â
- Kinestetik
Modalitas belajar kinestetik melakukan sesuatu dengan fisik, atau belajar sambil melakukan (learning by doing).
Dengan adanya teori-teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara individu yang satu dengan lainnya itu benar adanya. Sebagai contoh mari kita bandingkan dua profil peserta didik di bawah ini,
Profil 1: Syania merupakan seorang peserta didik kelas 8 SMP. Ia berasal dari keluarga yang kurang mampu dan memiliki 3 orang adik yang masih kecil. Sepulang sekolah, Syania membantu ibunya untuk berjualan sate ayam. Meskipun ia berasal dari keluarga yang kurang mampu, Syania memiliki mimpi yang tinggi. Oleh karenanya, Syania rajin untuk belajar. Ia sangat menyukai seni tari dan kerajinan. Tak heran jika ada tugas seni budaya dan prakarya, ia terlihat sangat antusias dan memiliki ide-ide yang cemerlang. Syania juga merupakan peserta didik yang santun, mudah berteman, dan mengayomi. Itulah sebabnya ia ditunjuk sebagai ketua kelas oleh teman-temannya. Syania senang berdiskusi dan menjelaskan di depan kelas. Ia juga lebih terlibat aktif saat pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil daripada individu. Namun demikian, Syania bukanlah peserta didik yang pandai dalam hal angka dan hitungan, sehingga ia memerlukan waktu yang lebih lama untuk mempelajari hal tersebut.
Profil 2: Nanda, yang juga merupakan teman sekelas Syania, merupakan anak yang cukup dekat dengan teknologi. Ia senang dengan dunia video editing dan desain grafis. Nanda beberapa kali mendapatkan juara dalam perlombaan desain grafis baik tingkat sekolah hingga nasional. Â Sayangnya, Nanda merupakan anak yang pendiam dan kurang senang dalam kerumunan. Setelah ditelisik oleh guru BK, ternyata kedua orang tua Nanda telah bercerai sejak kelas 3 SD. Hal itu membawa dampak yang cukup besar dalam hal pendidikan Nanda. Mulai dari kesukarannya dalam mengikuti semua mata pelajaran, hingga kepribadiannya yang suka membuang sampah sembarangan bahkan menimbunnya di laci meja sekolah.
Adanya perbedaan dan keunikan yang dimiliki peserta didik inilah yang kemudian menimbulkan gebrakan dalam bidang pendidikan melalui pembelajaran yang bisa mengakomodir kebutuhan peserta didik, yakni dengan pembelajaran yang berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik sebagai individu (Tomlinson, 2001). Pembelajaran ini memberikan keleluasan bagi guru untuk dapat mengembangkan perangkat pembelajaran yang dapat memfasilitasi kebutuhan peserta didik, seperti kesiapan belajar, minat, dan profil peserta didik sehingga potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik dapat dimaksimalkan.
Akan tetapi, perlu dipahami bahwa pembelajaran berdiferensiasi ini bukanlah pembelajaran yang carut-mawut dan tidak jelas arahnya. Terlebih lagi, guru sebagai pendidik juga bukanlah doraemon yang memiliki kantong ajaib sehingga dapat berpindah kemana saja dengan cepat dan menyelesaikan permasalahan dengan singkat untuk setiap kesulitan peserta didik dalam pembelajaran. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenali ciri-ciri pembelajaran berdiferensiasi ini dengan baik. Menurut Tomlinson (2021), terdapat 4 ciri pembelajaran berdiferensiasi, yakni:
- Pembelajaran berfokus pada kompetensi yang jelas.
- Evaluasi kesiapan dan perkembangan belajar peserta didik diakomodir dalam kurikulum.
- Pengelompokan peserta didik dilakukan secara fleksibel.
- Peserta didik menjadi pembelajar yang aktif.
Adapun contoh-contoh kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi ini diantaranya:
- Mengklasifikasikan materi.
- Mendiagnosa kesiapan peserta didik.
- Mendesain pembelajaran yang bervariasi menurut kesiapan belajar, minat, dan profil peserta didik.
Bagaimana? Sekarang sudah paham kan bahwa ternyata setiap peserta didik itu berbeda, dan sebagai pendidik yang profesional, guru berkewajiban untuk dapat memfasilitasi keberagaman tersebut. Jangan sampai justru memaksakan peserta didik menggunakan modalitas/cara belajar yang sama.
Demikian tulisan tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan Keragaman Peserta Didik ini. Semoga bermanfaat :)
Referensi:
Guy-Evans, O. (2020, Nov 09). Bronfenbrenner's ecological systems theory. Simply Psychology. www.simplypsychology.org/Bronfenbrenner.html
Marenus, M. (2020, June 09). Gardner's theory of multiple intelligences. Simply Psychology. www.simplypsychology.org/multiple-intelligences.htmlÂ
Tomlinson, CA., (2001). How to Differentiate instruction in mixed-ability classrooms 2nd Ed
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H