Sebagai faktor pemicu tingginya angka kematian global, kanker menjadi permasalahan utama di seantero dunia. Berdasarkan informasi dari WHO, kanker menyebabkan 10 juta orang meninggal pada tahun 2020, dan perkiraan menunjukkan peningkatan hingga 70% pada tahun 2030. Selain menghadapi tingkat kematian yang signifikan, individu yang terkena kanker juga mengalami penurunan kualitas hidup akibat rasa nyeri yang diakibatkan oleh penyakit tersebut.
Dalam menghadapi fenomena tersebut, Prof. Dr. dr. Yusak Mangara Tua Siahaan, Sp.N(K), FIPP, CIPS, M.Min., menekankan urgensi untuk memahami efektivitas dan penerapan metode intervensi nyeri pada penderita kanker melalui penelitian yang telah dilakukannya. Hasil penelitiannya juga membawanya meraih gelar Guru Besar dalam bidang Neurologi, yang disahkan oleh Surat Keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 1546/M/07/2023 pada 14 September 2023. Pengukuhan Prof. Yusak sebagai guru besar telah dilaksanakan pada Sabtu, 11 November 2023, di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan (FK UPH) Lippo Village, Karawaci.
Penambahan seorang guru besar tidak hanya bersifat simbolis untuk mengakui prestasi individu, melainkan juga berkontribusi dalam memperkuat reputasi Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan (FK UPH) dalam membentuk mahasiswa menjadi dokter profesional yang berdampak positif bagi bangsa dan negara. Saat ini, UPH telah mengukuhkan 29 Guru Besar dari berbagai bidang keilmuan, dan Prof. Dr. dr. Yusak Mangara Tua Siahaan menjadi Guru Besar ke-7 di FK UPH.
Dalam orasi ilmiah yang berjudul "Optimalisasi, Tantangan, dan Hambatan Manajemen Intervensi Nyeri untuk Peningkatan Kualitas Hidup Penderita Kanker," Dosen Fakultas Kedokteran UPH menyoroti fakta bahwa selain tingginya angka kematian, penderita kanker juga mengalami penurunan kualitas hidup dalam berbagai aspek seperti sosial, keuangan, psikososial, dan fisik. Studi yang dilakukan oleh Carmen Rodriguez dan rekan-rekan dalam jurnal "Cancer Pain and Quality of Life" menyebutkan bahwa 61% penderita kanker mengidentifikasi nyeri sebagai penyebab utama penurunan kualitas hidup.
"Di Indonesia, terdapat sekitar 400.000 orang yang menderita kanker, dan dari jumlah tersebut, sekitar 120.000 orang mengalami nyeri. Pengobatan nyeri dengan menggunakan analgesia farmakologi mengalami kegagalan sekitar 20-30%, sehingga jumlah penderita nyeri kanker yang memerlukan manajemen intervensi nyeri mencapai 24.000-36.000 kasus. Meskipun nyeri kanker tidak langsung menyebabkan kematian, namun menjadi salah satu gejala umum kanker yang dapat mengakibatkan disabilitas serta penurunan kualitas hidup," ungkap Prof. Yusak.
Farmakologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang obat dan cara kerjanya pada sistem biologis, sementara analgesia adalah kondisi yang menghambat kemampuan seseorang untuk merasakan sensasi nyeri atau rasa sakit.
Prof Yusak menjelaskan bahwa Proses progresif perjalanan kanker, termasuk pertumbuhan tumor, metastasis, dan terapi anti-kanker seperti kemoterapi, radioterapi, dan operasi kuratif, menjadi penyebab utama nyeri pada penderita kanker.
Sejak tahun 1986, WHO menetapkan tiga tahapan pemberian opioid sebagai pengobatan untuk nyeri kanker, yaitu non-opioid (nyeri ringan), opioid ringan (nyeri sedang), dan opioid untuk nyeri sedang-berat. Meskipun opioid efektif dalam meredakan nyeri kanker, penggunaannya juga dapat menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, konstipasi, sedasi, pusing, halusinasi, dan depresi pernapasan karena berinteraksi dengan sistem tubuh.
Dengan itu, Prof. Yusak mengusulkan tiga perubahan pada tahapan penggunaan opioid menurut WHO. Pertama, menghilangkan tahap kedua, yaitu penggunaan opioid ringan untuk nyeri sedang. Kedua, mengutamakan peningkatan intensitas nyeri sebagai faktor utama untuk segera mengubah strategi pengobatan. Ketiga, merekomendasikan prosedur manajemen intervensi nyeri. Prof. Yusak juga mengusulkan agar prosedur manajemen intervensi nyeri ini menjadi tahap keempat yang diakui oleh WHO dalam mengatasi nyeri pada penderita kanker.
"Manajemen intervensi melibatkan tindakan seperti penyuntikan obat, zat, atau alat tertentu ke dalam struktur tubuh. Intervensi pada nyeri kanker dapat dilakukan setelah pemeriksaan neurologis menyeluruh dan hasil profil koagulasi darah yang normal. Berbagai prosedur intervensi nyeri, seperti blok saraf dan pleksus, blok neuroaksial, blok simpatetik, Intrathecal Drug Delivery Systems (IDDS), neuromodulasi, dan percutaneous cordotomy, telah terbukti sangat efektif dalam mengatasi rasa nyeri pada pasien kanker," terang Prof. Yusak.
Efektivitas Manajemen Intervensi Nyeri
"Penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas berbagai metode intervensi nyeri. Sebagai contoh, pada tahun 2023, di Poliklinik Neurologi Siloam Hospitals Lippo Village, dilakukan prosedur blok saraf dan neurolitik Radiofrequency Saraf Pudendal dengan bantuan ultrasonografi pada penderita nyeri kanker vulva stadium 4. Meskipun pasien sebelumnya telah menerima obat opioid dan adjuvan, intensitas nyeri tidak berkurang, dan bahkan menyebabkan kesulitan tidur dan depresi," ungkap Prof. Yusak.
"Pasien dan keluarganya kemudian diberikan opsi untuk menjalani prosedur radiofrekuensi saraf pudendal sebagai salah satu metode manajemen intervensi nyeri. Setelah dua minggu menjalani prosedur tersebut, skala nyeri pasien mengalami penurunan dari 10 menjadi 3, durasi tidur malam meningkat menjadi 5-6 jam, gejala depresi berkurang, dan pasien tidak lagi menggunakan obat analgesia," jelas Prof. Yusak.
Prof. Yusak menyatakan bahwa manajemen intervensi nyeri, yang terbukti efektif melalui hasil penelitian dan semakin lengkapnya alat panduan prosedur, tidak boleh diabaikan atau diabaikan sebagai opsi pengobatan nyeri kanker. Hal ini karena metode ini mampu menggantikan peran opioid dan meningkatkan kualitas hidup penderitanya.
Tantangan dan Peluang Manajemen Intervensi Nyeri
Prof. Yusak menyampaikan bahwa meskipun manajemen intervensi nyeri terbukti efektif, penggunaannya belum diberikan prioritas, terutama saat intensitas nyeri meningkat. Hambatan lain yang membuat manajemen intervensi nyeri belum optimal adalah keraguan pasien terhadap prosedur tersebut karena dianggap tidak memberikan efek jangka panjang dan kekhawatiran terhadap potensi efek samping.
Saat ini, praktik manajemen intervensi nyeri umumnya dilakukan oleh spesialis Neurologi, Anestesi, Bedah Saraf, maupun Ortopedi. Namun, jumlah mereka belum mencukupi untuk menyediakan layanan prosedur nyeri secara merata di seluruh rumah sakit (RS) di Indonesia. Prof. Yusak menambahkan bahwa dari sekitar 150 dokter spesialis neurologi yang telah memiliki sertifikat kompetensi manajemen intervensi nyeri, hanya sekitar 5-10 orang yang aktif melakukan prosedur tersebut. Beliau sendiri merupakan salah satu dokter yang telah meraih sertifikat Fellow of Interventional Pain Practice (FIPP).
"Ini juga menjadi panggilan bagi mahasiswa dan alumni muda untuk mempertimbangkan bidang ini sebagai ruang pelayanan kesehatan di masa depan. Dengan semakin optimalnya manajemen intervensi nyeri, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada opioid dalam jangka panjang. Hal ini akan membantu penderita kanker menghindari dampak samping, mempertahankan kualitas hidup yang baik, dan lebih fokus pada proses penyembuhan kankernya," ungkapnya.
Apresiasi dan Harapan untuk Masa Depan Bidang Neurologi
"Saya merasa sangat bangga dan terhormat bisa melantik Prof. Dr. dr. Yusak Mangara Tua Siahaan sebagai Guru Besar di Fakultas Kedokteran UPH. Pengabdian beliau dalam penelitian dan manajemen intervensi nyeri kanker sangat luar biasa, dan ini memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan kualitas hidup para penderita kanker. Semoga dengan semakin banyaknya Guru Besar seperti Prof. Yusak, UPH dapat terus berkontribusi dalam penelitian dan pelayanan kesehatan di Indonesia," kata Rektor UPH.
Rektor UPH, Dr. (Hon.) Jonathan L. Parapak, M. Eng., Sc., menyampaikan harapannya agar Prof. Yusak terus berperan aktif dalam mencari solusi terbaik untuk melayani mereka yang menghadapi masalah kanker.
Prof. Dr. dr. Syahrul, Sp.N (K), selaku Ketua Kolegium Neurologi Indonesia (KNI), menyampaikan ucapan selamat dan harapannya bahwa penelitian Prof. Yusak dapat berkontribusi dalam meningkatkan jumlah dokter neurologi di Indonesia yang melibatkan diri dalam penerapan prosedur manajemen intervensi nyeri bagi penderita kanker.
Prof. Dr. dr. Syahrul, Sp.N (K), berharap bahwa pada tahun 2024, jumlah dokter neurologi yang terlibat dalam penerapan prosedur manajemen intervensi nyeri bagi penderita kanker dapat mencapai 300. Ia juga mengungkapkan harapannya agar Prof. Yusak terus aktif berkiprah dalam pendidikan, pelayanan, dan pengabdian masyarakat di bidang neurologi dan kedokteran di Indonesia.
Prof. Dr. Dr. dr. Eka Julianta Wahjoepramono, Sp.BS, Ph.D., Dekan FK UPH, menyampaikan sambutan dengan mengungkapkan kebanggaannya terhadap Prof. Yusak. Ia menyebut bahwa Prof. Yusak bukan hanya seorang ilmuwan, melainkan juga seorang pendidik. Dengan pengukuhan ini, Prof. Yusak dianggap bukan hanya milik UPH, melainkan juga menjadi bagian dari bangsa dan dunia.
UPH berhasil meraih peringkat pertama sebagai Fakultas Kedokteran terbaik di Indonesia dari perguruan tinggi swasta (PTS) dalam EduRank 2023, menunjukkan pengakuan terhadap kualitas FK UPH. Mahasiswa FK UPH dipersiapkan untuk mengalami transformasi dan menjadi pemimpin yang unggul dan berdampak. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Student Consultant di nomor 0811-1709-901 atau kunjungi situs resmi kami.
Tentang UPH
Universitas Pelita Harapan (UPH), didirikan pada tahun 1994, terus memberikan dampak positif bagi bangsa dan negara melalui pendidikan tinggi yang unggul, holistis, dan transformatif. Dengan komitmen untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin yang kompeten dan profesional, UPH membekali mereka dengan pengetahuan sejati, iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan karakter yang saleh. UPH aktif menjalin kerja sama dengan universitas dari berbagai negara, memastikan agar tetap mengikuti perkembangan terdepan di dunia pendidikan. Kemitraan dengan dunia industri, baik di dalam maupun luar negeri, menjadi pintu bagi lulusan UPH untuk memasuki dunia kerja. Dengan lokasi kampus di Tangerang, Jakarta, Medan, dan Surabaya, UPH menawarkan 64 program studi dengan kurikulum yang relevan, didukung oleh dosen-dosen berkompetensi tinggi. Hingga saat ini, UPH telah menghasilkan lebih dari 50.000 lulusan yang berkontribusi di berbagai bidang, menjelma menjadi agen perubahan bagi bangsa dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H