Mohon tunggu...
Untung Dwiharjo
Untung Dwiharjo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Surabaya

Lulusan Jurusan Sosiologi Fisip Unair. Pernah bekerja sebagai wartawan dan peneliti pada lembaga Nirlaba nasional yang berbasis di Surabaya. Pernah meraih juara pada lomab LKTI dan beberapa kali tulisannya mampir di bebrapa media seperti Jawa Pos, Surya, harian Bhirawa dan detik.com

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perlunya Alih Fungsi Jakarta Sebagai Pelayanan Satu Atap

22 Desember 2021   15:49 Diperbarui: 22 Desember 2021   15:58 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Realisasi  pemindahan ibukota negara dari  Jakarta ke Kalimantan  oleh pemerintahan  Jokowi ditargetkan selesai pada tahun 2024. Berbagai persiapan pun dilakukan, seperti  pembangunan infrastruktur di wilayah  Kabupaten Penajam Paser Utara  dan Kabupten Kutai Kartanegera, dimana ibukota baru nanti  akan bernama Penajam.

Demikian juga pemindahan aparat sipil negara (ASN) ke lokasi ibukota yang baru juga telah direncakan sebagaimana telah dikemukakan oleh  pemerintah. Walaupun nanti ada kriteria tertentu bagi ASN yang harus pindah ke ibu kota yang baru.

ASN selaku abdi negara memang harus menuruti apa yang diperintahkan oleh atasannya sebagaimana pada awal sumpahnya bersedia untuk ditempatkan pada wilayah diseluruh Indonesia. Mengikuti kantornya pindah maka ASN pun ikut "bedol deso" pindah ke lokasi baru di ibukota  yang baru.  

Bagi ASN mungkin tidak jadi masalah. Tapi bagi masyarakat bawah atau  menenegah yang menjadi  pegiat UMKM  akan ada biaya tambahan  terutama di saat mengurus perizinan.

Naiknya Biaya Perizinan Usaha

Tanpa disadari oleh pemerintah sebenarnya dengan memindahkan  ibukota dari negara Jakarta ke  luar Jawa  ke pulau Kalimantan maka secara tidak langsung bisa mematikan sektor usaha kecil. Kenapa? Karena bisa disinyalir ongkos perizinan usaha akan semakin merangkak naik. Dikarenakan  untuk memembuat izin usaha atau mendirikan perusahaan atau PT  serta sejenisnya  akan semakin mahal. Walaupun dalam perkembangannya kini ada semacam aplikasi yang bisa memberikan solusi untuk mengurus  perizinan usaha.

Tapi  banyak pengalaman pelaksanaaan kebijakan publik di Indonesia belum menunjukan kabar yang mengembirakan.  Masalah E-KTP misalnya  bisa jadi contoh dimana walaupun  katanya seluruhnya digital tapi harus fotokopi  untuk mengurus sesuatu atau berhubungan dengan birokrasi.

Jadi digitalisasi atau adanya aplikasi untuk mengurus perizinan tidak menjamin akan lebih memudahkan dalam mengurus izin usaha. Karena apalagi sekarang banyak izin usaha yang dikembalikan ke pusat.

Jadi apabila kantor kementrian banyak yang pindah ke Kalimantan maka biaya transportasi untuk mengurusnya menjadi lebih mahal. Belum lagi kalau syarat-syaratnya ada yang kurang sehingga harus bolak-balik ke  kantor kementrian yang ada di Kalimantan maka biaya perjalanan untuk mengurus perizinan akan semakin mahal. Hal itu juga karena masih ada saja  mental birokrat lama yang masih membekas di banyak  ASN yaitu "Kalau bisa dibuat lambat, mengapa harus dipercepat" sehingga makin membuat sulitnya mengurus perizinan.

Jadi maksud hati ingin  membuat birokrasi semakin nyaman dengan pindah ke daerah  daerah Penajam di pulau Kalimantan, tapi bagi rakyat kecil dan  kelas menengah para pelaku UMKM akan semakin sulit. Karena ongkos biaya perizinan dan pendukungnya akan semakin mahal.

Belum lagi nanti ada masa transisi dimana mungkin  ada kementrian-kementrian tertentu yang  krusial untuk masih sebagian di Jakarta untuk melayani perizinan yang sedang diproses karena waktunya bersamaan dengan kebutuhan  ASN kementrian untuk pindah. 

Jakarta  Sebagai Pelayanan Satu Atap

Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei KedaiKOPI pada Agustus 2019, 95,7% responden dari Jakarta menyatakan penolakannya terhadap rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Maka dari itu maka sebaiknya bila kelak memang dipaksakan semua kementrian pindah dari Jakarta ke Kalimantan saya mengusulkan ada kantor pelayanan satu atap. Dimana nanti semua perizinan ada disitu karena ada kantor perwakilan dari semua kementrian yang ada.

Sehingga orang yang mengurus perizinan pun tidak perlu repot lagi ke Penajam di Kalimantan  karena tentunya  mereka perlu biaya tambahan untuk transportasi, yang akibatnya jadi mahal biaya izin usaha yang diurusnya.

Dengan  adanya  kantor satu atap tersebut selain efektif juga efisien untuk melayani keperluan  masyarakat yang mengurus perizinan usaha. Sehingga tujuan memudahkan perizinan usaha masyarakat atau investor juga semakin mudah. Dengan demikian maka para investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia menjadi lebih nyaman dan tidak ada beban biaya tambahan untuk mengurus perizinan.     

Pun demikian masyarakat  juga tidak merasa tercerabut dari akarnya, dimana dengan adanya kantor satu atap tersebut masyarakat masih bisa merasakan nuansa Jakarta sebagai   bekas ibukota Negara Indonesia.

Hal itu penting guna  memelihara kesetiaan massa dalam hal ini para investor. Sebab kalau tidak bisa memelihara kesetiaan massa dalam hal ini adalah investor maka bisa saja bisa mengarah pada krisis legitimasi (Budiman, 1996). Dalam hal ini misalnya larinya  investor ke luar negeri dimana mencari negara tetangga misalnya yang mudah  secara perizinan  sehingga  tidak ada biaya tambahan atau "siluman" hanya untuk meloloskan izin usahanya.

Disamping itu, tujuan adanya kantor bersama juga untuk jangan sampai kantor pemerintah itu  dijual semua untuk menutup biaya pembangunan ibu kota  baru yang sangat besar terutama untuk pembangunan infrastruktur.

Sehingga alih fungsi kantor kementrian untuk menjadi kantor pelayanan bersama sebenarnya adalah untuk tidak terjadi keterputusan sejarah. Bahwa di Jakarta pernah ada kantor  kementrian dan lembaga negara bahkan istana presiden. Kalau memungkinkan bisa juga untuk wisata sejarah sehingga anak cucu tetap mengenang Jakarta sebagai bekas ibukota Republik Indonesia.

Jangan sampai nasib pemindahan Ibukota Negera  Republik Indonesia  dari Jakarta  Ke  kalimantan  jadi seperti pemindahan ibukota kerajaan  Mataram  zaman  Amangkurat I dari Jogjakarta ke daerah Plered  yang terpencil dan dikelilingi oleh sungai sehingga mencabut  akar  hubungan masyarakat {kawulo alit) dan ibukota negara malah menjadi terpencil dan terisolasi dari dunia luar sebagaimana dialami zaman kerajaan Mataram tersebut.

Jangan sampai perpindahan itu malah untuk menghindari dari pengawasan masyarakat dan menghindari dari serangan oposisi. Sehingga memang perlu adanya kantor perwakilan  kementrian  seperti sekretariat pelayanan satu atap antar  kementrian.

Jadi memang pemindahan Ibukota  negara dari  Jakarta ke Kalimantan  mugkin nanti menimbulkan efek domino dimana  bisa saja terjadi  kemungkinan mahalnya ongkos perizinan oleh investor  daripada tetap di Jakarta. Makanya memang perlu nantinya dibuatkan kantor pelayanan satu atap antar kementrian di Jakarta. Bagimana pendapat Anda?

Untung Dwiharjo, Pengamat Sosial Alumnus  Fisip Unair.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun