Mohon tunggu...
Untay R. Suhanto
Untay R. Suhanto Mohon Tunggu... Penulis - Happy Person

Happy Person.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mbecek dan Buwuh di Jawa Timur: Bagaimana Tradisi Dapat Memperkuat dan Membebani

31 Oktober 2024   05:02 Diperbarui: 31 Oktober 2024   07:42 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Meskipun memiliki banyak sisi positif, mbecek juga memiliki dampak negatif, terutama ketika tradisi ini diikuti tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat.

1. Beban Finansial bagi Tamu Undangan: Salah satu masalah terbesar adalah tuntutan untuk memberikan sumbangan dalam jumlah tertentu. Bagi keluarga berpenghasilan rendah, hal ini bisa menjadi beban yang cukup besar, terutama jika mereka menerima undangan secara beruntun dalam satu periode waktu. Ketika jumlah sumbangan yang diterima dalam satu acara dianggap sebagai hutang yang harus dibalas pada acara serupa, mbecek berubah dari sekadar bentuk partisipasi sosial menjadi beban finansial.

2. Ekspektasi Sosial yang Menekan: Tradisi ini secara moral menciptakan ekspektasi untuk memberikan bantuan serupa kepada orang lain. Ekspektasi ini kadang-kadang menimbulkan tekanan sosial yang mengganggu hubungan antarindividu. Orang yang tidak mampu membalas sumbangan dalam jumlah yang sama sering kali merasa malu atau merasa "berhutang," yang mengakibatkan stres atau ketidaknyamanan dalam hubungan sosial mereka.

3. Perubahan Nilai Gotong Royong ke Arah Transaksi: Di tengah tekanan sosial dan finansial, makna gotong royong dalam mbecek berisiko bergeser ke arah yang lebih transaksional. Daripada menjadi simbol kebersamaan, dipandang sebagai "utang" yang harus dikembalikan, mengurangi aspek sukarela dari tradisi ini dan mengurangi ikatan emosi yang tulus di antara masyarakat.

Studi Kasus: Pengaruh Mbecek pada Masyarakat Pedesaan di Jawa Timur

Contoh nyata dari fenomena ini bisa ditemukan di beberapa desa di Jawa Timur, seperti Ponorogo dan Banyuwangi. Penelitian menunjukkan bahwa masyarakat desa masih menjalankan tradisi mbecek dengan antusias, tetapi ada pergeseran nilai dalam prosesnya. Jika pada masa lalu dilakukan sebagai bentuk sukarela, saat ini ada tuntutan tidak tertulis untuk membalas sumbangan dalam jumlah yang sama.

Dalam sebuah studi di Desa Besuki, Ponorogo, banyak responden mengungkapkan bahwa buwuh menjadi seperti "piutang" yang harus dikembalikan pada kesempatan lain, terutama jika nominal sumbangan tersebut cukup besar. Akibatnya, bagi keluarga berpenghasilan rendah, menerima atau memberikan buwuh bisa menjadi beban finansial yang cukup besar. Banyak dari mereka mengaku kesulitan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan pribadi dan kewajiban sosial.

Rekomendasi untuk Menjaga Nilai Tradisi Tanpa Beban Berlebihan

Untuk menjaga nilai-nilai positif mbecek tanpa membebani masyarakat, ada beberapa langkah yang bisa diambil:

1. Sosialisasi tentang Fleksibilitas Sumbangan: Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa sumbangan dalam mbecek tidak harus dalam jumlah yang sama. Kesukarelaan harus diutamakan, sehingga tradisi ini tidak menjadi beban finansial bagi yang tidak mampu.

2. Penyediaan Opsi Donasi Sukarela: Tuan rumah bisa menyediakan kotak donasi atau buku tamu, yang memungkinkan tamu memberikan sumbangan sesuai kemampuan tanpa merasa ada tekanan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun