Kebebasan berserikat adalah perubahan yang paling signifikan dalam tonggak sejarah pergerakkan serikat pekerja di Indonesia melalui ratifikasi Konvensi ILO No. 87/1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi, konvensi tersebut diratifikasi pada tanggal 9 Juni 1998. Yang sebelumnya terjadi ”monopoli” serikat pekerja dan ”larangan” berserikat untuk pegawai BUMN dan Pegawai Negeri Sipil. Tujuan dari Konvensi ini adalah untuk memberikan jaminan kepada pekerja/buruh dan pengusaha akan kebebasan untuk mendirikan dan menjadi anggota organisasinya, demi kemajuan dan kepastian dari kepentingan-kepentingan pekerjaan mereka, tanpa sedikitpun ada keterlibatan negara, pasal 2 “Para pekerja dan pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak untuk mendirikan dan, menurut aturan organisasi masing-masing, bergabung dengan organisasi-organisasi lain atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain.
- bebas mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik yang ada;
- tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabang-cabang dan kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada;
- bebas bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan permohonan terlebih dahulu;
- bebas mengembangkan hak-hak tersebut diatas tanpa pengecualian apapun, dikarenakan pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan politik.
Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin perlindungan bagi organisasi yang dibentuk oleh pekerja ataupun pengusaha, sehingga tanpa adanya campur tangan dari institusi publik, mereka dapat, pasal 3 (1) Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk membuat anggaran dasar dan peraturan-peraturan, secara bebas memilih wakil-wakilnya, mengelola administrasi dan aktifitas, dan merumuskan program. (2) Penguasa yang berwenang harus mencegah adanya campur tangan yang dapat membatasi hak-hak ini atau menghambat praktek-praktek hukum yang berlaku.
- bebas menjalankan fungsi mereka, termasuk untuk melakukan negosiasi dan perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja;
- menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan melaksanakan berbagai program aktifitasnya;
- mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan mereka;
- bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan tidak berpihak;
- bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan pilihan mereka, bebas pula untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja/pengusaha internasional. Bersamaan itu, kebebasan yang dimiliki federasi dan konfederasi ini juga dilindungi, sama halnya dengan jaminan yang diberikan kepada organisasi pekerja dan pengusaha.Pasal 5“Organisasi pekerja dan pengusaha berhak untuk mendirikan dan bergabung dengan federasi-federasi dan konfederasi-konfederasi dan organisasi sejenis, dan setiap federasi atau konfederasi tersebut berhak untuk berafiliasi dengan organisasi-organisasi pekerja dan pengusaha internasional”.
Konvensi ILO 87 juga MENYEBUTKAN SECARA TIDAK TEGAS MENGENAI HAK MOGOK, DALAM PASAL 3 AYAT 1: organisasi pekerja dan organisasi pengusaha berhak menyusun AD/ART mereka, memilih wakil-wakil mereka dengan kebebasan penuh, menyelenggarkan administrasi dan kegiatan mereka serta menyusun program mereka” dan ditegaskan lagi pada pasal 10: mendorong dan membela kepentingan pekerja”. Hak mogok adalah hak fundamental bagi pekerja dan organisasi-organisasi mereka sebagai maksud untuk mempromosikan dan membela kepentingan ekonomi dan sosial mereka secara syah. Tetapi mogok adalah usaha akhir dari serikat pekerja setelah usaha-usaha yang bersifat kooperatif atau melalui meja perundingan tidak dapat dicapai kesepakatan.
Implementasi dari konvensi itu juga memastikan bahwa pegawai negeri dan pegawai BUMN/BUMD memiliki hak untuk kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi. Sejalan dengan ratifikasi Konvensi ILO tersebut pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Undang-undang ini menjamin:
- hak pekerja untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja (Pasal 5 ayat 1: setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh)
- hak serikat pekerja untuk melindungi, membela dan meningkatkan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya; dan
- perlindungan terhadap pekerja dari tindakkan diskriminatif dan intervensi serikat pekerja(pasal 28 ” siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerj/serikat buruh dengan cara: (a) melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; (b) tidak dibayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; (c) melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; (d) melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh. Pasal ini dikuatkan melalui pasal 43 bilamana melanggar pasal 28 ”….dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,0 (seratus juta) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta).
Definisi serikat pekerja adalah organisasi demokratis yang berkesinambungan dan permanen dibentuk secara sukarela dari, oleh dan untuk pekerja sebagai maksud untuk;
- Melindungi dan membela hak dan kepentingan pekerja beserta keluarganya;
- Memperbaiki kondisi–kondisi dan syarat – syarat kerja melalui perjanjian tawar menawar kolektif dengan manajemen/pengusaha;
- Melindungi dan membela pekerja beserta keluarganya akan keadaan sosial dimana mereka mengalami kondisi sakit, kehilangan dan tanpa kerja (PHK);
- Mengupayakan agar manajemen/pengusaha mendengarkan dan mempertimbangkan suara atau pendapat serikat pekerja sebelum membuat keputusan
- Kita menyadari bahwa sebagai individu pekerja TIDAK AKAN mampu melindungi dan memperjuangkan kepentingan dan hak-hak yang dimiliki, dan hanya melalui serikat pekerjalah memungkinkan kita menjadi lebih terwakili dan untuk mempertinggi kekuatan dalam menghadapi tekanan dan tantangan yang dihadapi saat ini dan kedepan.
Perjanjian Kerja Bersama. Perjanjian kerja bersama diatur dalam konvensi ILO No. 98 tahun 1949 tentang Hak Berorganisasi dan Melakukan Perundingan Bersama telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui UU No. 18 tahun 1956. Maksud dari Konvensi ini adalah untuk melindungi hak pekerja untuk berserikat tanpa adanya campur tangan dari pihak pengusaha. Konvensi ini juga menguraikan prinsip-prinsip ILO yang mendasar mengenai Berunding bersama:
- hak pekerja untuk dilindungi dari berbagai undang-undang diskriminatif terhadap serikat pekerja. Secara khusus adalah undang-undang yang dimaksud untuk menghalangi pekerja untuk bergabung dengan serikat pekerja atau yang kemudian menyebabkan pekerja mengundurkan diri sebagai anggota serikat pekerja. Termasuk pula undang-undang yang menyebabkan pekerja mendapat tuduhan ataupun dipecat karena aktifitas maupun keanggotaan mereka di serikat pekerja;
- hak organisasi buruh dan pengusaha untuk mendapatkan perlindungan yang layak atas campur tangan dari masing-masing pihak dalam terbentuknya, berfungsinya dan terlaksananya organisasi mereka;
- memastikan peningkatan perundingan bersama dan sekaligus mempertahankan otonomi para pihak dan sifat sukarela dari negosiasi sebagai maksud untuk menentukan syarat-syarat dan kondisi-kondisi kerja
Dalam syarat melakukan perundingan bersama adalah pengakuan, keperwakilan. Pengakuan ini bersifat tidak diwajibkan (optional), dengan maksud agar jangan sampai organisasi yang paling mewakili diberikan hak-hak istimewa melebihi prioritas dalam perwakilan untuk melakukan perundingan bersama dibandingkan dengan organisasi lainnya yang mewakili (bila terdapat lebih dari satu organisasi pekerja/pengusaha).
Perjanjian kerja bersama memberikan dua sisi manfaat yang berbeda bagi serikat pekerja/pekerja dan pengusaha. Bagi serikat pekerja, perjanjian tawar menawar kolektif memberikan:
(1) nilai kekuatan dengan banyak anggota yang belum terlibat akan menjadi anggota serikat pekerja;
(2) anggota yang aktif akan mengajak atau mempengaruhi anggota yang belum aktif untuk lebih aktif menjadi anggota;