“Menurutku membalas siksaan itu dibolehkan, tetapi dengan balasan yang sama. Namun jika bersabar, itu lebih baik” jelasku dari kumpulan buku-buku yang pernah kubaca.
“Pertanyaannya adalah apa yakin jika membalas, balasannya akan sama dari yang diterima?” tanyanya dengan bijak
“Tidak. Karena tak ada yang bisa ukur” jawabku polos. Aku bingung arah pembicaraan ini kemana. Kenapa dia menjadi begitu bijak setelah apa yang dia lakukan kepadaku jauh-jauh hari menurutku jahat.
“Kebanyakan orang tidak pahami apa yang dia tulis atau dia ucapkan. Yang penting sekali baca, langsung tau saja” kalimat penutup darinya setelah pembahasan balas dendam itu. Aku manggut-manggut tanda mengerti. Mesti sebenarnya aku tak mengerti mengapa pembahasan seperti ini yang harus dia bahas di saat pertemuan pertama kalinya setelah insiden kepergiannya hingga tak pernah berkabar padaku lagi. Setelah insiden ia bersama wanita lain telah berbahagia.
Hidup memang terkadang seperti itu. Bagaikan sebuah sistem dengan jalur yang rumit, berliku-liku, dengan banyak jalan buntu yang mungkin akan ditemui. Tetapi aku percaya akan ada satu pintu menuju jalan keluar. Sungguh ini seperti labirin. Meski begitu untuk bisa memaafkan orang lain, kita tak perlu untuk berdamai dengan siapa pun melainkan berdamai dengan diri sendiri. Maka semua akan termaafkan, termasuk mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H