“Kenapa bukan Neng langsung mengembalikannya?” saran Bapak itu harusnya menjadi ide yang brilian. Sayang, sepertinya diriku masih belum sanggup bertemu dengannya. Ratusan kalimat yang sudah kukonsep di depan cermin, tiba-tiba saja ter-deletesemua.
“Neng tunggu saja Mas Damar di dalam, bentar lagi pulang, kok” lanjutnya
Apa? Damar sedang tidak di rumah?. Artinya benar, hari ini aku memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengannya. Aku harus segera pergi sebelum dia pulang.Batinku menolak saran Bapak tadi, aku harus pergi secepatnya. Keputusanku memang sudah tepat. Kutitipkan saja barang-barangnya di satpam. Semuanya beres, kan? Ahh pengecut sekali diriku ini.
“Maaf Pak, tetapi aku buru-buru. Aku titipkan barang ini saja, yah, Pak. Terimakasih” aku pun berlalu dari pandangan Bapak tua itu.
Aku tak berhasil bersua denganya.
***
“Ping” pesan BBM masuk di ponselku. Sebuah nama tertera di sana. Napasku tertahan. Kak wahyu, sebuah nama di masa lalu.
“Iya?” ku jawab singkat.
“Ayo nongkrong besok sore di tempat biasa” jawabnya tanpa menanyai persetujuanku dulu
***
Segelas Capucinodingin telah habis setengah gelas kuminum. Sosoknya belum nampak juga. Beberapa menit berlalu, akhirnya kak Wahyu tiba dan langsung duduk di sampingku dengan tenang. Membawa secangkir cokelat panas.