Di sini takkan pernah ada yang mampu tebak rasaku
Rasa yang terjebak pada inginmu yang belum tuntas
Ada nyeri juga perih, yang selalu datang menghentak
Entah apalah namanya, jauh lebih sakit daripada luka
~
Meski tak berwujud, rasa ini sungguh nyata adanya
Terjerat janji manis, yang dulu pernah kita lapazkan
Tapi apalah dayaku...kita telah terhalang oleh jarak
Pada dimensi ruang dan waktu yang tidak lagi sama
~
Ingin kupinjam ‘pena takdir’ untuk melukis nasibmu
Agar kidung malamku bukanlah sebuah tangisan kecil
Yang berkisah tentang malam yang selalu taburkan sunyi
Pada bentang jarak yang begitu hampa dan meretas sukma
~
Betapa angkuhnya ‘takdir’ di hari terakhir kebersamaan
Tak bisakah aku memohonnya untuk tinggal walau sejenak?
Hanya sebatas menitip salam perpisahan yang amat panjang
Sampai-sampai tegarku rapuh, dan takdirlah yang membuatnya runtuh
~
Mestinya, “dulu” kau ajari aku tentang filsafat ketabahan
Agar aku mampu memaknai tentang arti sebuah “kehilangan”
~*~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H