"Awas, penghuni surga lewat!"
Tawa meledak di sudut kampus. Sekelompok mahasiswa bersandar santai, melontarkan ledekan saat Lathifah berjalan melewati mereka. Gadis itu hanya tersenyum, lalu berhenti sejenak. Tatapannya tajam, bibirnya melengkung iseng.
"Eits, awas! Penduduk neraka ngumpul. Hangus!" balasnya sambil menutup hidung erat. Tawanya pun meledak.
Wajah-wajah yang semula penuh cemoohan tercengang. Seorang mahasiswa berkacamata melotot. Bibirnya bergerak-gerak tanpa kata. Mereka tak menyangka gadis berkerudung itu membalas ledekan dengan ketenangan yang menyentak.
Lain waktu, suara sinis kembali mengusik.
"Lihat itu! Bidadari surga baru selesai salat duha. Kepalanya dinaungi awan! Huahahaha!"
Tawa mereka pecah, nyaring menggema. Lathifah menoleh cepat. Mata jahilnya berkilat.
"Woi, awas! Sekelompok mahasiswa bermaksiat. Ayo tobat! Malaikat mulai geram!" serunya, berpura-pura panik. Tangannya gemetar dibuat-buat, wajahnya pasrah. Lalu tertawa ngakak.
Si peledek terperangah. Seorang perempuan berambut sebahu menyipitkan mata. "Lathifah, kau..."
"Eits, dilarang marah! Kalian yang mulai," sahut Lathifah santai. Senyum simpul menghiasi wajah cerianya.
Banyak yang bertanya-tanya. Gadis berjilbab lain lebih sering menghindar, tak membalas. Tapi Lathifah? Dia malah menanggapi dengan canda.
"Kenapa kau tak diam saja, Tifah? Biasanya jilbaber malu saat diejek," tanya sahabatnya di kelas.
Lathifah tergelak, lalu memegangi perutnya seolah menahan sakit. "Jangan kau bandingkan aku dengan dia. Sakit!" katanya dengan wajah meringis.
"Serius, Tifah! Jangan bercanda," tegur temannya sambil menepuk bahunya.
Yang ditepuk malah cengengesan.
"Kenapa aku harus menghindar? Bagaimanapun, mereka saudaraku. Aku harus tegas menghadapi yang kurang waras. Eh, atau mereka ngefans ya?" Lathifah menaikkan alis, berpura-pura berpikir.
Beberapa mahasiswa menggeleng-geleng. Mendengar jawaban yang tak terduga, Anne, salah satu dari mereka, mendadak muncul dari balik pintu.
"Jadi, kau menuduh kami tak waras?" suaranya tajam.
Lathifah mengangguk yakin. "Begitulah. Makanya aku santai. Tak perlu tersinggung. Mental kalian sedang terganggu."
"Lathifaaaah!" Suara protes menggema. Beberapa mahasiswa yang duduk di kelas ikut terbahak.
Lathifah mengedip nakal. "Kalian waras?"
"Iya!" jawab mereka serempak.
"Buktikan dong! Jangan terlalu ngefans sama aku. Sampai peniti kerudungku pun kalian evaluasi." Lathifah membulatkan mata, wajahnya dipasangi ekspresi serius yang dibuat-buat.
Lagi-lagi, tawa pecah. Beberapa menepuk bahunya, ada yang mendecak kesal.
"Sakarepmu, Lathifah. Nikmati hidupmu sesukamu!" ujar seorang teman sebelum berlalu.
Begitulah Lathifah. Kepercayaan dirinya setinggi langit. Tak pernah ia goyah oleh omongan miring. Setiap ledekan ia balas dengan akal cerdasnya.
"Dari mana kau dapat jawaban-jawaban itu?" tanya seorang teman suatu hari.
Lathifah tersenyum jahil. "Ini dampak kepalaku tertutup rapat. Ide-ide tak menguap, berkembang dalam kepala."
"Ah, jangan ngawur, Tifah!" protes temannya.
"Beda denganmu yang kepalanya terbuka. Ide-ide sering kabur. Makanya UTS gagal terus. Mungkin ide tersapu angin?" selorohnya santai.
Mereka tergelak, ada yang sebal, tapi tak bisa membantah. Sikap Lathifah yang percaya diri, santai, dan penuh canda lama-kelamaan menular. Teman-temannya mulai nyaman di dekatnya. Yang tadinya mengejek, perlahan berubah jadi kawan. Ada yang curhat, ada yang minta nasihat.
Tanpa canggung, Lathifah membimbing mereka yang ingin hijrah. Ia tunjukkan bahwa berpegang teguh pada keyakinan tak berarti menjauh dari dunia. Ia tetap berprestasi, tetap punya panggung, dan tak pernah kehilangan senyum. Hingga akhirnya, satu per satu temannya mengikuti langkahnya. Bersama, mereka melawan derasnya pergaulan bebas di kota besar. Bersama, mereka meniti jalan taat tanpa meninggalkan impian.
Karena hijrah bukan sekadar menutup aurat. Tapi juga membangun masa depan dengan cahaya keyakinan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI