Sejenak saya menunduk dan terpaku di hadapan sebuah lukisan Buya Hamka. Malu hati. Malu pada Sang Pencipta. Telah menyia-nyiakan kesempatan berharga yang dianugrahkan oleh-NYA.
Saya segera menyeret langkah ke sebuh meja yang berisi karya tulis Buya Hamka. Terlihat di sana ada beberapa buah buku tipis dengan judul indah dan kaya diksi.
Saya kembali bertanya pada sang pemandu.
"Apa ini?"
"Ini karya fiksi Buya Hamka." Jawab pemandu tersebut dengan ramah. Mata saya membulat. Menyadari betapa miskinnya pengetahuan saya terkait tokoh fenomenal dari negeri saya sendiri.
Pemandu memberi penjelasan lagi. Buya Hamka bisa menuliskan apa saja yang beliau temukan. Setiap persoalan bisa mengalir menjadi cerita dalam sebuah tulisan. Acap kali setiap melakukan perjalanan bisa hadir tulisan baru.
Saya terdiam mendengar setiap paparan dari pemandu. Mulut seolah terkunci. Alibi yang selama ini memperkuat penyakit malas dalam diri sirna seketika.Â
Tekad kian membaja. Berjanji pada diri sendiri untuk tak lagi lengah dan terperdaya dengan waktu luang dan fatamorgana dunia yang melenakan.
Ingin meneruskan jejak berharga milik Buya Hamka dan tokoh pembangun bangsa lainnya. Tak ingin membuang waktu dan kesempatan lagi. Mengingat usia memiliki batas waktu yang tak bisa ditebak.
Bismillah
Semoga naskah buku ke-2 tuntas akhir 2020 ini dan terbit di awal tahun 2021. Resolusi 2021. Mohon doa sahabat pembaca semuanya.