Mohon tunggu...
Herlin Variani
Herlin Variani Mohon Tunggu... Guru - Penulis Parents Smart untuk Ananda Hebat, Guru, Motivator

Penulis Parents Smart untuk Ananda Hebat, Guru, Motivator

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ngapain Jadi Guru (2); Terinspirasi Bu Guru

7 Desember 2020   10:18 Diperbarui: 7 Desember 2020   16:57 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memiliki orangtua yang katanya dari kalangan biasa itu sebenarnya menguntungkan. Kita jarang dilirik. Malahan banyak yang tutup mata. Tapi ada yang iseng juga sih. Direcoki. Hehehe

Itu yang saya rasakan di masa silam. Walau begitu, keluhan tak terlontar dari lisan. Menurut teman-teman kami miskin. Menurut ibu kami kaya. Menurut beliau lagi, buktinya kita tidak pernah mengemis dan mencuri.

Selain itu juga tak pernah bikin onar. Karena miskin akhlak dan miskin iman, berdampak pada akhlak yang kian merosot. Hingga memiliki sikap meresahkan masyarakat. Ini ciri-ciri miskin menurut ibu.

Cara pandang beliau jauh berbeda dari orang-orang yang kami kenal pada umumnya saat itu. 

Nah, dampak lain  dari keterbatasan juga hadir kala menempuh pendidikan. Corak para pendidik begitu beragam dalam menghadapi kondisi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu.

Walau begitu, saya memiliki seorang guru istimewa. Kala duduk di bangku sekolah menengah pertama. Beliau guru matematika. Oh iya,Alhamdulillah, selama masa sekolah, saya kerap akrab dengan guru matematika. 

Sebagian siswa menganggap guru matematika kaku, pemarah dan sedikit angker. Alhamdulillah saya tak merasakan hal seperti itu. Malahan sukses merajut cinta dan mengukir cerita indah dengan hampir semua guru mtematika yang pernah saya temui.

Kelekatan terjalin begitu kuat dengan guru yang menekuni bidang hitung-hitungan ini. Salah seorang guru sumber inspirasi saya, juga merupakan guru matematika.

Beliau adalah Bu Hasnita. Lembut dan ramah. Jika sebagian oknum pendidik yang sedang khilaf, rada malas melihat anak dari kalangan perekonomian biasa. Bu Hasnita sebaliknya.

Beliau merapat pada anak didik yang kerap tersisihkan. Semangat dan harapan kami terus dibangkitkan. 

Beliau begitu akrab nyaris dengan seluruh siswa dari berbagai kalangan. Beliau setia mendengar cerita dan curahan hati anak didiknya. 

Beliau selalu menjadi pendengar yang baik. Setia menjadi pembela dan pemberi solusi diantara kami siswanya. Karena itulah, saya begitu dekat dengan beliau.

Saya sangat sering bermalam di rumah beliau. Beliau kerap berkunjung ke rumah saya yang berada dipinggir kota. Tak enggan menginjjakkan kaki di pematang sawah demi berkunjung ke rumah kami.

Lebih manisnya lagi, beliau sangat sering memasak kue bolu pandan hanya untuk saya bawa pulang ke rumah. Beliau mengadakan kelas belajar tambahan di rumahnya. Saya selalu diajak mengikuti kelas beliau tanpa dikenai biaya. Ketika menolak karena sungkan, beliau cemberut.

Akhirnya tawaran pun diterima. Saya menemukan sosok seorang ibu, kakak dan sahabat pada diri beliau. Setiap kali menatap beliau, selalu muncul keinginan menjadi seorang guru.

Ingin menjadi penerus jejak-jejak beliau yang kehadirannya dinantikan oleh murid. Lewat beliau saya mendapatkan banyak pelajaran berharga. Diantaranya :

Dokpri. Penulis Parents Smart untuk Ananda Hebat
Dokpri. Penulis Parents Smart untuk Ananda Hebat
Pertama; guru sumber inspirasi peserta didik. Dari sosok sederhana Bu Hasnita, saya mendapat sebuah pemahaman. Yakni, guru tak hanya sekadar pembagi materi pelajaran dan rumus-rumus. Namun juga tokoh inspirasi pembangkit harapan siswa.

Beliau kerap menceritakan kisah-kisah perjalanan para tokoh dan kisah beliau sendiri dalam meraih cita dengan teknik penuh pesona. 

Kami yang mendengar cerita beliau tergoda untuk segera mewujudkan cita. Mulai berani melawan lelah dan letih. Tiada takut dengan rintangan. Terinspirasi dari sang guru untuk belajar mengelola setiap rintangan menjadi sebuah kekuatan dahsyat. Dalam upaya mewujudkan cita.

Kedua; guru sebagai role mode. Guru identik dengan sosok yang selalu membagi ilmu bermanfaat kepada siswa mereka. Sekadar berbagi teori itu hal mudah. Siapa pun bisa melakukannya. 

Apa lagi di zaman sekarang untuk mendapatkan sumber mteri sangat gampang. Tinggal menggerakkan jari di gadget, setiap materi yang diinginkan akan muncul. Nah, tiba giliran praktik teori-teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari, tak banyak yang bisa melakukannya.

Di sinilah istimewanya Bu Hasnita. Nyaris semua kisah, teori dan penguatan yang beliau paparkan diterapkan tanpa ragu. Kami menyaksikan semua itu hingga hari ini. Hal inilah yang membuat rindu selalu hadir untuk mengunjungi beliau.

Darinya saya belajar, guru merupakan role mode yang akan digugu dan ditiru oleh murid-murid mereka. 

Ketauladanan yang beliau tampilkan menghadirkan kenyamanan saat dipandang mata. Melahirkan ketenangan dalam setiap perjumpaan. Bahkan mampu menundukkan para siswa yang paling nakal sekali pun tanpa bentakan. Mendidik tanpa melukai.

Ketiga, penunjuk jalan. Masih segar dalam ingatan, kenangan di masak kanak-kanak tempo dulu. Acapkali berebut menyampaikan cerita kepada orangtua dan teman-teman sekelas. Topik cerita, nanti setelah dewasa mau jadi apa.

Cerita meluncur deras dari mulut-mulut mungil walau tak paham sepenuhnya apa yang sedang menjadi topik pembicaraan mereka. Seiring bertambahnya usia, cara berpikir mulai meningkat. 

Harapan untuk masa depan lebih berorientasi pada kehidupan dunia semata. Berkarir sebagai apa pun nanti bolehlah. Asal bisa mengantongi banyak duit dan bisa traktir teman-teman. Kadang muncul pemikiran serupa itu.

Di sini sang guru memainkan perannya sebagai penunjuk jalan. Beliau mengajarkan, tak hanya uang yang mesti dikejar. Ketenagan jiwa mesti menjadi peioritas. Harta belimpah tiada berguna jika kehidupan tetap dirasai sengsara.

Guru bijak hadir sebagai penunjuk jalan para siswa mereka. Memberikan opsi jalan yang bisa ditempuh menuju kesuksesan dan keselamatan di dunia dan akhirat.

Keempat; guru pemilik grosir kesabaran. Siswa baik atau nakal itu biasa. Siswa berprestasi atau gagal itu juga biasa. Yang aneh adalah jika ada seorang siswa perfect tanpa kekurangan di segala bidang. Ini mustajil.

Karena sejatinya tiada manusia yang sempurna. Ini sebuah ketetapan dan kenyataan yang tak dapat diganggu gugat.

Menghadapi siswa cerdas, patuh dan rendah hati itu menyenangkan dan menenangkan. Namun, bagaimana jika bertemu dengan siswa yang kerap melakukan hal-hal yang tak disarankan guru? Misalnya mengganggu teman. Ribut ketika proses belajar mengajar berlangsung.

Bahkan ada siswa yang benar-benar menguji iman para guru. Menghadapi mereka para guru bijak mesti mampu mengendalikan diri. Stock sabar harus membanjir. 

Agar tetap bisa mengayomi dan mengarahkan siswa yang kerap terlihat bermasalah. Tiada kesabaran akan membuat pertahanan roboh. Menjadi guru bijak pun akan menjadi hayalan belaka.

So, sabar tiada bertepi dan tak bertapi mesti menjadi salah satu modal utama para pendidik dalam menyajikan pendidikan berkarakter dan berakhlak mulia pada siswa.

Ruang Mimpi, Senin, 7 Desember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun