"Apa lagi yang akan dilakukan oleh ibu ini?" Mungkin itu yang terpikir oleh para siswa kala itu.Â
"Kalian suka dengan dia." Tanya Bu Guru lagi sembari menunjuk papan tulis.Â
"Tidaaakkk..."Jawaban ini mendominasi. Hingga suara beberapa siswa yang memberi jawaban sebaliknya tak terdengar.
"Oke. Sekarang ekspresikan ketidaksukaan kalian padanya sembari meneriakkan kalahkan, taklukkan. Aku bisa." Suara sang guru kembali menggelegar.Â
Suasana kelas kembali riuh. Bola-bola kertas berterbangan bak muntahan peluru mendarat dengan pasti mengenai huruf-huruf yang memenuhi papan tulis.
"Kalahkan dia. Taklukkan dia." Teriak si guru menyemangati para siswa yang sedang meluapkan kemarahan mereka.
Dalam hitungan detik, tulisan MATEMATIKA super besar di papan tulis sudah tak berbentuk. Sampah berserakan tak karuan. Peluru kertas habis, siswa kembali diminta duduk tenang.
Siswa diinstruksikan menarik nafas perlahan. Terlihat wajah mereka begitu ceria dan sumringah. Setelah suasana tenang kembali, dengan kompak warga kelas membersihkan kelas yang berantakan.
Begitu pun dengan gurunya. Karena bu guru juga ikut berkonstribusi melempari tulisannya sendiri.
Pemandangan yang sungguh terlihat konyol. Aktivitas pembelajaran tak biasa itu mengundang kehadiran kepala sekolah. Beliau tertawa terkekeh menyaksikan ulah guru muda di sekolah yang dipimpinnya.
Namun itu baru awalnya saja. Pada pertemuan berikutnya tebangun sebuah komitmen, setiap kali tiba jam pelajaran matematika, seluruh warga kelas meneriakkan kata "keciiilll..."