Mohon tunggu...
Ummu el Hakim
Ummu el Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang emak biasa

Penyuka alam dan rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan Bukan untuk Disimpan

8 September 2021   20:06 Diperbarui: 8 September 2021   20:14 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : pixabay.com/Devanath

Kala itu, mentari mulai meredup. Sayup angin seolah tau. Aku masih menantimu. Tak bertemu. Sekadar mendengar ucapmu, tlah cukup bagiku. Belum jua terdengar, aku kian tak sabar.

Sebulan lebih, sejak kuantar kau pagi itu. Sempat kau lambaikan tangan. Dan senyum tanda siap temui masa depan.

Perlahan, kutinggalkan dirimu yang sudah berpaling, mengemasi barang bawaan. Mataku mulai berkaca. Ada titik bahagia dan rasa tak percaya, rupanya kau sudah beranjak remaja, tak seperti yang kukira.

Rumah keduamu, menjadi ladang terbaik, untukmu. Bagai benih yang kusemai, kini saatnya kupindah. Agar lebih berkembang dan indah. Begitulah kau di sana.

Membiarkanmu tumbuh bersama aliran sungai penuh kesejukkan. Menjadi sebuah bentuk kepercayaan di antara keyakinan. Kau banyak belajar mengatur langkah. Lebih dekat dengan-Nya, serta membenahi segala mimpimu.

Bukan tanpa ujian, deru angin pun hujan pasti kan datang menyapa. Namun bekal yang kau bawa, kuharap dapat kau gunakan sebagai cara agar kau bisa tumbuh lebih baik dan tangguh.

Pantang menyerahlah! Jikalau kau temui remah masa. Gunakan sebagai senjata agar kau pantang putus asa. Tumbuhlah di antara beragam kisah. Tangguhlah dalam menjalani terpaan musim yang silih berganti.

Yakinlah satu saat, akar bertumbuh menguatkan batang. Hingga dahan tak henti bertahan dari percikan hujan. Ikuti apa yang kau anggap benar. Sebagai bekal agar kau semakin kokoh berdiri dan tegar.

***

Akhirnya terdengar juga suaramu. Kubenahi rasaku. Kau pun tak membisu. Beragam kisah kau urai satu persatu. Begitu banyak pengalaman. Hingga kau pun lupa kisah kedatangan. Namun kau selalu ingat kapan jeda kepulangan.

Kau bilang,

"Jadwalku padat, aku tak sempat mengingat kapan aku datang, namun aku tak kan lupa bilamana aku pulang.

Ibu, pesan kala itu tak pernah hilang."

Teruslah berjuang!

Kau berjanji kan tunai tugas yg menanti. Sebelum jeda itu menghampiri. Kupercayakan pada-Nya dan kupercaya padamu. Kau mampu atur waktu dan catat apa yang hendak kau tuju.

Tunggulah! Kau kan temui serangkai pesan. Bukan untuk disimpan melainkan menjadi catatan sebaik-baik ingatan.

Niek~

Jogjakarta, 8 September 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun