Mohon tunggu...
Ummu el Hakim
Ummu el Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang emak biasa

Penyuka alam dan rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Setop Pusing because Daring!

27 Agustus 2020   20:36 Diperbarui: 28 Agustus 2020   08:22 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai, apa kabar daring? Masih betahkah mengajak pikiran berkeliling bagai putaran gasing?

Aku yakin orang tua di mana pun berada, saat ini masih sibuk mengurai tugas daring putra putri tercinta. Dari tingkat dasar hingga lanjutan, semua mengalami situasi serupa. Berdampak pada satu kata, bosan.

Betul apa betul? Aku sendiri merasakan. Disaat tiga putraku dengan jenjang usia yang berbeda. Pun tugas daring yang beraneka.

Pusing? Pastinya. Jenuh terus saja meraja. Apalagi jika kegiatan menghendaki dikerjakan secara bersamaan. Emak hanya mampu mengurai senyum, bimbang. Ahay.

Ngomel-ngomel. Uring-uringan. Namun tak jarang berujung cekikikan. Hanya bisa berharap semua tugas segera terselesaikan. Diakhiri dengan kesuksesan walau berbumbu pegal-pegal seluruh badan. Nikmati dengan senyuman.

Begitulah. Fenomena daring kerap menjebak lingkaran kehidupan emak. Mau tak mau, suka tak suka, emak harus berjibaku dengan rutinitas tugas anak. Tak hanya itu saja, jika terjadi drama akan menambah pula deret cerita.

Aku yakin tingkat kesuksesan pun kegagalan tak dijadikan ukuran untuk sebuah alasan, bosan. Apapun itu yang terpenting di masa sekarang adalah mendahulukan faktor kesehatan. Begitulah, mengapa kita wajib mengurai masa ini dengan senyuman tanpa embel-embel kerutan.

Ya, hampir satu semester berlalu, anak-anak masih bertahan dengan sistem belajar jarak jauh. Menjalani beberapa mata ajar. Dengan beragam jenjang yang diajar. Bahkan terkadang hanya satu pengajar. Emak.

Daring, menjadi penghias wajah keseharian. Bosan dan ribet pun saling berteman, tak bisa dielakkan. Bukan hanya anak, emak pun sama.

Merupakan hal yang cukup wajar, sebab emak dan anak hanyalah manusia biasa. Yang memiliki keinginan tak sebatas di rumah saja.

Namun kata ikhlas terus mengiang di telinga. Keadaan belum berhenti menenun asa, merajut cerita hingga berharap terbit cita di antara cinta-Nya. Di masa yang tak biasa, hanya ada satu kunci utama, menerima.

Aku punya tiga putra dengan tingkat usia yang berbeda. Bisa dibayangkan jika ketiganya memiliki tugas daring dalam waktu bersamaan. Hihi, emak kelimpungan. Ya, tak ada kata lain kecuali hayuk hajaaar.

Kebetulan putra sulungku kelas 6 Sekolah Dasar. Dua adiknya masih berada di jenjang PAUD dan TK. Terkadang jika suami sedang tak bertugas, sering pula membantu si sulung kami menyelesaikan tugas.

Namun jika tak sempat, emaklah yang mengambil alih tempat. Yakin bisa? Harus bisa! Entah bagaimana cara agar tak terjadi penumpukan tugas. Bisa diurai tanpa mengambil jalan pintas. Ah, terkadang hanya teori. Prakteknya, tetap saja kewalahan dan berujung keteteran.

Lalu bagaimana solusinya? Hadapi kenyataan! Tak sebatas ucapan namun poles wajah dengan senyuman. Ahay. Walau mungkin berat namun wajib dicoba.

Daring, antara kebutuhan, kewajiban hingga hiburan

Barangkali ini hanya sebuah permainan waktu. Daring hadir dengan harap pengakuan, tanpa butuh menunggu. Cepat atau lambat mampu menjadi catatan, bersiap disebut sebagai kenangan.

Nikmatilah! Catatan ini menghendaki pergantian tangan pun pikiran. Menguras segala kepentingan atas dalih harapan.

Antara kebutuhan dan kewajiban nyaris tak bisa dibedakan. Orang tua wajib mampu. Kalimat itu yang masih saja butuh sebuah perdamaian. Jika tak ingin semua tugas kehilangan kesempatan.

Ya, keadaan ini kerap membuat pikiran hanyut dalam alam pengembaraan. Membagi waktu pun tenaga menjadi hal pokok yang tak bisa dihindarkan.

Terlebih jika dihadapkan beberapa tugas yang harus segera diselesaikan. Puncaknya aku pun hanya bisa geleng kepala lanjut mengelus dada, jikalau ketiga putraku serempak bilang, "Ibuuu bantu aku!"

Begitulah suka duka membersamai beragam drama daring. Di sisi lain kehadirannya tlah membuat keluarga bahagia, berkumpul tanpa jeda. Tanpa pula ada acara mengantar pun menjemput hingga menjelang senja.

Namun lumayan membuat otak berputar dan berkeliling. Nah, betul kan? Tenang, jangan ambil pusing. Seperti aku, tiga anak dengan jenjang usia yang tak sama. Satu SD kelas 6, yang lain PAUD dan TK. Mereka laki-laki semua. Wow tenaganya. Slow-in sajaaaa. Meski dalam hati hadeeeh, hihi.

Tak masalah, saatnya emak mencari celah hiburan. Disela waktu membersamai anak pasti ada hal yang sayang untuk dilewatkan. Anggap daring sosok anggota keluarga baru dilahirkan. Sambut sebagai kebutuhan dan kewajiban yang memerlukan uluran keikhlasan.

Seperti yang sedang kulakukan. Kebetulan putraku yang PAUD dan TK mempunyai tugas tak hanya terpaku materi. Namun lebih pada melakukan praktek dengan bahan yang mudah ditemui. Juga lekat dengan kehidupan sehari-hari. Nah, di sinilah asiknya. Aku pun berusaha menemukan hiburan di sana.

Ya, meski membersamai usia PAUD dan TK tak mudah, namun tak jua susah. Percayalah. Mereka makhluk kecil yang memiliki kebutuhan bermain lebih banyak dari kepentingan lain.

Susahnya memang harus sabar mengkondisikan bocah kecil ini agar bisa bekerjasama untuk mengambil manfaat dari sebuah permainan.

Lalu bagaimana agar semua terasa mengasyikkan? Saatnya ambil strategi untuk para pejuang daring. Tentu agar tak menambah beban pikiran, pusiiing!!

Atur waktu dan hemat energi

Aku benahi terlebih dahulu tugas putraku yang paling besar. Agar lebih terbuka untuk sebuah kata sabar. Kalau orang Jawa bilang, ben tenang ora kemrungsung. Tugas si sulung pasti lebih sulit kan? Anggap tantangan yang mengesankan.

Jika harus menjelaskan, atur intonasi untuk menghemat energi. Ingat masih ada dua bocil yang mengantri. Untuk menghadapi yang bocil tentu harus tersedia stok energi dua kali lipat. Heboh kan?

Hadirkan senyuman di antara kerutan

Membuang kerutan, rasanya mustahil dilakukan. Yang terjadi berusaha meminimalisir agar tak terjadi penebalan. Tetap ada saja hal di luar dugaan yang membutuhkan setumpuk kesabaran.

Jika sukses urai tugas si sulung. Sejenak pasang aksi senyum! Barulah lanjut urus yang PAUD dan TK. Biasanya kerutan akan mengalami penyusutan. Keep senyuman ya Mak!

****

Saat dua bocil sudah di depan mata, aku siapkan terlebih dahulu alat pun senjata. Seperti beberapa waktu lalu. Ada tugas membuat kolase dari cangkang telur.

Aha. Ini salah satu buah yang berhasil kupetik. Dari pohon daring yang kian rimbun pun berbatang menukik. Aku ambil sebagai ladang ilmu hingga kujadikan hiburan yang begitu menarik.

Ya, sebelumnya aku hanya menjadikan cangkang telur setumpuk sampah dengan berhias beberapa pasang lalat. Namun kali ini aku harus sabar merawat. Cangkang telur aku cuci bersih lalu keringkan beberapa saat.

Untuk selanjutnya digunakan sebagai media kreasi membuat kolase vas bunga. Dalam menyiapkan bahan ini tentu saja tak hanya butuh satu atau dua hari. Hampir sepekan aku mengumpulkan cangkang telur untuk kemudian dijemur.

Asik dan tentu bermanfaat. Sehingga sampah tak banyak diserbu lalat. Saat pengerjaan tiba, putraku dengan semangat menempelkan remahan cangkang telur ke atas pola vas bunga yang lebih dahulu di oles lem fox, agar menempel sempurna.

Dan jadilah kolase yang dipenuhi cangkang telur. Wow. Tak terasa satu tugas selesai sudah. Alhamdulillah. Aku pandangi sisa cangkang telur yang masih banyak. Mau kubuang, sayang. Temanku bilang cangkang telur bagus untuk pupuk tanaman. Masa iya?

Aha, betul juga rupanya. Ketika aku googling muncullah beberapa cangkang telur yang ditumbuk sebagai bahan pupuk. Cangkang telur ini diyakini memiliki kandungan kalsium sekitar 90%, maka sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi tanaman. (Sumber klik di sini)

Jujur aku baru tau, maklum emak hanya sempat mengolah telur, tak peduli cangkang. Yang ada hanya faham satu hal, buang! Padahal itu sangat bermanfaat bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Nah, lebih mengerti kan sekarang. Satu ilmu mengolah limbah rumah agar tak menumpuk sampah.

Selain itu ada pula yang menggunakan cangkang telur sebagai media semai. Bisa dipindah ke pot-pot kecil dengan mudah. Waah cocok sekali ya. Bagiku yang sudah tak punya lahan tanah. Ini merupakan ide yang cukup ramah.

Meski aku sendiri belum begitu yakin bisa merawat tanaman dengan baik dan benar. Hihi. Paling tidak dapat ilmu dulu, praktek belakangan, ditunda tahun depan. Tak masalah kan?

Hidup di desa berasa kota. Tak ada tanah yang tersisa, hanya berangan menjadi petani kota ala-ala. Meski belum tentu bisa. Haha. Ah, ini hanya sebuah jurus untuk menaklukan rasa di masa tak biasa.

Cara jitu memungut makna hiburan di antara gugus tugas daring yang masih menghadang. Yakinkan pikiran dan hati kembali bisa berteman riang. So, stop pusing because daring!

Niek~
Jogjakarta, 27 Agustus 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun