Mohon tunggu...
Ummu el Hakim
Ummu el Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang emak biasa

Penyuka alam dan rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Seperti yang Kau Mau

27 Juli 2020   22:45 Diperbarui: 27 Juli 2020   22:44 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak laki-laki bermain. Sumber : pixabay.com/Greyerbaby

Sore itu, mentari masih terlihat begitu terik hingga tak pudarkan cahaya. Rupanya angin mampu menundukan senja dan nyata membuat bulu kuduk berdiri. Kau masih saja asik menyiangi beberapa helai bekas jerami.  

"Kena satu...."

Seekor katak melompat kegirangan  berusaha menghindarimu. Nahas tanganmu lebih cepat dari lompatan sang katak. Kau berusaha mendekat, namun tak menyakitinya.

Tak jua menangkap erat. Sekadar bercanda. Sang katak pun seakan tau. Isyarat darimu begitu jitu. Dia tak menjauh. Tak jua dekat. Seakan memberi isyarat, dia pun senang jika kau melompat girang.

"Sudahlah Nak, ayo kita pulang, hari mulai malam."

"Tak mau, belum gelap pun Bu."

Kau memang seperti kuda. Lari ke sana kemari seolah tak memiliki rasa lelah. Padahal aku sudah gerah ingin segera berebah.

"Ibu pulang dulu saja aku menyusul. Berani!!!"

Aku tau kau anak yang mandiri. Tak seharusnya aku mengatur waktumu. Namun namanya ibu tetap saja punya asa melebihi apa yang kau rasa. Mandi kesorean hingga terasa kedinginan. Rupanya kau berusaha meyakinkan. Jika pandai menahan.

Terkadang sulit bagiku menerima keadaan. Anak seusiamu tak seharusnya luput dari perhatian. Tak jarang pula aku melihat kau perhatikan. Namun sesungguhnya kau lebih dari apa yang kuperhatikan.

"Aku sudah mandi, tapi aku ingin main lagi."

Senja mulai menyapa kau tetap tak hentikan kata. Sudah berapa baju yang habis dipakai hari ini? Entahlah. Jika mataku berkaca kau usap manja. Aku hanya tersenyum meski ingin rasanya mencubit pipimu dan menyentuh daun telinga.

"Ibu capek ya. Aku sayang sama Ibu."

Berulang kali kata itu terlontar dari bibirmu. Seketika itu pula guratan amarah terendam ke dasar jurang. Hanya helaan nafas panjang. Lalu kuhempaskan ke tepian. Sabar.

Kau kembali beraksi. Kini tak hanya baju yang mustahil rapi. Namun kaki pun jadi saksi. Tersungkur di balik bebatuan kecil. Lalu senyum kau lempar dari sudut bibir mungil. Lagi-lagi aku hanya bisa mengelus dada. Dan kembali merapikan bajumu yang tak lagi berwarna.

"Masih ada baju kan Bu?"

Aku diam. Kau sudah faham. Ya, kisahmu sore itu semakin menelan rasa sabar. Di kamar mandi pun kau masih bisa bersorak kegirangan, di bawah terpaan air keran. Hari mulai larut malam. Aku berharap kau tenggelam dalam diam. Segera tidur ya Nak. Sudah lelah.

Usai makan, beradulah dengan waktu. Saat saudaramu bersandar di keheningan kelam. Tetiba kau terdiam. Tak lama hanyut dalam buaian mimpi malam. Bibirmu masih sempat lempar senyuman. Aku tau apa yang ingin kau katakan.

"Ibu maafkan, aku belum bisa seperti yang kau mau."

Tenanglah. Aku pun sudah menyimpan jawaban. Satu saat tentu akan kusampaikan. Jikalau kau adalah catatan terindah yang tak mungkin aku abaikan. Justru akulah yang belum bisa seperti yang kau mau. Semoga kau pun memaafkan aku.

Niek~
Jogjakarta, 27 Juli 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun