Mohon tunggu...
Ummu el Hakim
Ummu el Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang emak biasa

Penyuka alam dan rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Event Semarkutiga] Tips Berdamai dengan Nyali

4 Februari 2020   19:06 Diperbarui: 4 Februari 2020   21:03 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Semarkutigakom

"Ayo to Mba ikutan nulis cerpen," ajakan Mba Jora seakan tak pernah jera merayuku.

"Emoh, enggak iso aku Mba," lagi lagi aku menyerah tanpa mau berusaha dulu.

Kalau disuruh makan bakso, aku pasti langsung mau. Tak harus berpikir hingga banyak waktu. Tapi kalau untuk membuat cerpen, huummm tunggu dulu. Bukan aku tak mau. Tapi masih ragu. Sebab aku belum tentu mampu.

Ah. Cerpen cerpen cerpen. Dalam mengarungi hobi menulis. Rupanya kanal cerpen sempat menjadi hal yang membuat nyaliku menipis. Entahlah. Seolah hati kerap berujung pesimis.

Barangkali aku sudah galau duluan. Melihat alur pun penokohan yang harus dihadirkan. Apalagi membutuhkan tingkat ketelitian yang cukup lumayan. Jika tidak, maka akan berdampak pada laju cerita menjadi tak karuan.

Sungguh memerlukan imajinasi yang tak sembarangan. Maka dari itu aku enggan mencoba, bahkan untuk melangkah satu karya pun aku tak berani. Bagai menapak sebuah uji nyali. Ngeriii.

Hingga suatu ketika di grup Kompasianer Berbalas ada sebuah event. Menulis cerbung. Mba Lilik Fatimah Azahra yang mencoba mengawali. Beliau memberi ruang kepada anggota lain untuk menyambung, bebas dari berbagai sisi.

Aku hanya tertarik menyimak. Belum tergerak ingin membuat. Apalagi bertindak. Nyaliku masih sulit beranjak. Dan tanganku terasa kaku untuk bergerak. Rupanya cerpen masih menghantui ruang nyali yang terkunci erat.

Tak berani. Kiranya kalimat itu yang terus menyelimuti. Jangankan tuk bergabung, mengawali saja aku tak punya nyali. Jika tak berani mencoba, maka aku pun tak kan pernah tau. Sejauh mana aku sanggup menuang ilmu.

Ah. Sudahlah aku putuskan untuk turut menyimak saja. Aku tetap bertahan pada kanal utama. Artikel, rupanya lebih nyaman dilakukan. Menikmati zona aman tanpa mau berani mencoba hal baru. Yakin hanya sebatas itu?

Tetiba aku dikejutkan hal yang tak kuduga sebelumnya. Mba Jora memberi kabar via wapri WA. Beliau melihat namaku tiba-tiba ada pada daftar cerbung terbaru. Ternyata Pak Guru Zaldy lah yang menuliskan tanpa sepengetahuanku. Waduh!

Meski Pak Guru bilang, pasti bisa! Nyatanya aku masih belum berani mencoba. Mba Jora kembali merajuk tanpa henti. Waah bagaimana ini? Jangankan untuk ikut, mencoba membuat satu cerpen saja aku belum sanggup.

"Ayo to Mba coba buat satu saja dulu, biar tau," lagi lagi Mba Jora mencoba membujukku.

Baiklah. Atas permintaan para sahabat. Kuberanikan diri untuk mencoba berdamai dengan nyali. Membuat satu karya meski aku sendiri tak tau bagaimana jadinya nanti.

Kuawali dengan cerita anak yang menjadi duniaku setiap hari. Sebelumnya aku baca kembali tips membuat cernak yang pernah ditulis Mba Jora pada artikel utamanya.

Beberapa ilmu pun aku punguti dari diskusi yang terdapat dalam WAG Kompasianer Berbalas, meski terkadang tertinggal hingga ribuan chat. Setidaknya beberapa ilmu bisa aku dapati. Terutama yang berkaitan dengan dunia fiksi.

Lalu bagaimana caraku berdamai dengan nyali? Di tengah kegalauanku melawan kata "ngeri". Kiranya hal-hal berikut ini yang aku coba tapaki. Meski masih saja terselip rasa tak berani. Paling tidak aku berusaha untuk berani mencoba!

Niat

Ini menjadi hal terberat. Mengawali tindakan tanpa niat kuat tentu tak kan bisa dilewat. Ketika kita akan menapaki hal baru yang dirasa sulit. Pikirkan terlebih dahulu bagian yang terbaik.

Begitu pun menulis cerpen. Jujur tak terlintas dari sisi mana aku harus mulai mencoba. Namun dengan niat, nyatanya aku bisa menoreh satu, dua, hingga beberapa larik kata. Dan berujung menjadi sebuah cerita.

Niat diyakini menjadi awal dari segala usaha. Apa pun itu jikalau dimulakan dengan niat baik tentu akan berujung baik pula pada akhirnya. Itulah harapan dari segala bentuk usaha.

Nekat

Jangan dilihat dari sudut negatifnya dulu ya Sobat. Nekat memang sekilas terlampau cepat dalam melanjutkan sebentuk niat. Namun dengan cara "nekat" inilah nyali bisa lekas terkendali. Pun kata "berani" spontan keluar dari persembunyian diri.

Rupanya nekat memiliki daya pikat yang lumayan hebat. Ketika berada di tengah ujian yang begitu berat. Nekat menjadi senjata tuk bulatkan tekad. Menuju jenjang berikutnya yaitu "semangat".

Semangat

Nah, inilah inti dari sebuah proses usaha. Ketika kita memutuskan untuk melakukan satu tindakan. Semangat merupakan kawan yang harus senantiasa disematkan.

Tanpa semangat, kiranya usaha tak akan bisa berdiri tegak. Dan tujuan pun akan sulit untuk didapat. Menyemangati diri sangat penting dilakukan agar energi positif terus dan tak putus dialirkan. Menjadi hal terindah jikalau bisa memelihara semangat di setiap usaha yang dilakukan.

Memberi nutrisi pada usaha yang ditapaki tentu saja sangat berguna agar terjaga keseimbangan antara input dan hasil akhir yang didapatkan. Dan kiranya semangat adalah nutrisi yang tepat.

Hajaaaar!

Ini merupakan jargon yang kerap disebut-sebut Pak Guru Zaldy. Ada sisi menarik dari jargon ini. Bukan menghajar orang lo ya, hehe. Namun lebih pada menghajar dalam kebaikan.

Hajaaaar! Tak mengenal bentuk kesalahan. Tidak pula luput dari pembenaran. Yang pasti "hajaaaar!" menjadi cambuk agar diri tak takut menghadapi sebentuk cobaan. Salah dan benar bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan.

Jadi intinya bertemanlah dengan kesalahan. Lambat laun kebenaran akan hadir dengan sendirinya di tengah usaha. Pun proses pembelajaran yang dilakukan. Jadi tunggu apa lagi, hajaaaar saja! Hehe.

***

Kiranya itulah caraku berdamai dengan nyali. Demi mengeluarkan satu kata "berani" dari dalam diri. Barangkali terlampau sulit meski teramat sederhana. Namun aku berusaha melakukannya.

Satu cerpen akhirnya berhasil aku tuliskan. Mengurai sebentuk pembelajaran. Apa pun hasilnya aku tak peduli. Dalam sastra tak ada kata rugi. Belajar merupakan bagian yang wajib ditapaki. Bagaimana pun bentuk usaha harus dihargai oleh diri.

"Petuah Yang Terulang" adalah cerpen pertama. Tak kusangka sempat menjadi artikel utama. Alhamdulillah, kusyukuri sebuah usaha yang nyaris kuabai keberadaannya.

Aku sangat yakin, ini bukan soal aku sudah bisa. Namun terlebih karena sebuah keberanian mencoba! Dan yang pasti dukungan teman pun sahabat yang kerap mendampingi. Pada akhirnya aku bisa berdamai dengan nyali.

Dokumentasi Semarkutigakom
Dokumentasi Semarkutigakom

Niek~
Jogjakarta, 4 Februari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun