Mohon tunggu...
Ummu el Hakim
Ummu el Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang emak biasa

Penyuka alam dan rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Serpihan Makna di Balik Kata "Menunggu"

6 Maret 2019   19:20 Diperbarui: 8 Maret 2019   20:16 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menunggu merupakan sebuah penantian yang bisa dialami siapa saja, kapan saja, dan dimana saja (Sumber:pixabay.com/nile)

Suatu ketika kulangkahkan kaki menuju sebuah lorong yang begitu riuh. Lalu duduk di antara pasang mata memandang. Banyak makna terpancar. Hawa bosan jelas kudengar.

Kala itu, di sebuah ruang farmasi di mana menunggu menjadi hal yang lumrah terjadi. Ketika sang peracik obat bekerja. Kita pun harus rela menunggu antrian yang kita terima.

Apalagi bila kita datang terlambat. Maka haruslah bersiap. Mendapat giliran paling belakang. Tentu semakin menikmati acara menunggu antrian yang cukup panjang.

Ruang farmasi merupakan ruang yang kerap terlihat orang dengan kepentingan yang sama, yaitu menunggu. Mereka berkumpul usai berjumpa dengan sang pemeriksa kesehatan yang bisa saja berbeda. Namun menebus obat pastilah berada di satu ruang yang sama. Jelas suasana menunggu akan menumpuk di ruang itu.

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Mendapati antrian cukup panjang sudah pasti terjadi dan harus dihadapi. Bersama menunggu sang peracik obat melakukan tugas kenegaraan, menjadi ajang yang kerap dipertontonkan.

Bosan tentu saja. Acap kali gelisah melanda di setiap sudut ruang yang ada. Apalagi meracik model obat untuk anak cukuplah lama. Harus diolah sedemikian rupa, tak mungkin dilakukan dengan segera. Akibatnya, semua orang harus setia menunggu giliran tiba. Meski diselimuti rasa bosan yang kian meraja.

Pernah satu ketika aku mengajak anakku bersama. Menikmati indahnya suasana menunggu di ruang yang sama. Rupanya tak berapa lama, dia sudah menggerutu hingga ingin berlari dan mengakhiri acara menunggu dengan segera.

Tak hanya di ruang farmasi, menunggu merupakan sebuah penantian yang bisa dialami siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. 

Beberapa titik seperti stasiun kereta api, kasir supermarket, praktek dokter, bandara, dan beberapa tempat umum lainnya. Pasti terjadi sebuah hal yang memaksa diri berjibaku dengan kata "menunggu".

Sumber: regional.kompas.com
Sumber: regional.kompas.com
Apalagi jika menunggu seorang diri. Uh bosan bosan bosan. Seolah terpenjara sepi di tengah keramaian. Jika terpaksa harus menunggu sendirian, kucoba menyapa orang yang duduk berdampingan. Tuk sekadar membunuh kesunyian. Di antara serpihan rasa bosan yang menyerang. Tak kuasa diri terkungkung dalam kesendirian di tengah deru penantian yang menerjang.

Menunggu, sungguh menuai rasa bosan yang begitu menggebu. Tentu. Apalagi jika ada hal selanjutnya yang harus dikerjakan dengan segera. Kerap kita lupa membawa selimut keikhlasan. Sehingga berujung pada kekecewaan yang mendalam. Haruskah demikian?

Ya, menunggu hanya duduk termangu, sembari memandang siapa yang mendapat giliran. Rasa gundah merajai ketika sadar nomer antrian masih begitu lama. Sedang waktu terus berputar begitu cepatnya. Kiranya rasa ikhlas seolah berlari menjauh. Dan akhirnya datang rasa mengeluh. Kerap terjadi hal ini bukan?

Kita sering terlupa dengan hal yang seharusnya. Jikalau bertemu suasana yang tak mengenakkan. Pastilah menggerutu kemudian. Menunggu merupakan contoh nyata. 

Aku kerap mengalaminya. Namun ternyata semakin aku mengeluh, semakin tak karuan rasanya. Seolah hanya penat yang didapat. Menunggu rupanya harus dinikmati. Kemudian diresapi makna, maka akan menuai banyak hal istimewa. Masya Allah.

Pernah aku dilanda gundah dan dilema tak terkira. Di tengah suasana menunggu di sebuah acara. Anakku menangis minta pulang sedang antrian masih cukup panjang. Akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan ruangan. Dan acara menunggu terpaksa kuhentikan. Kecewa, pasti. Namun keikhlasan harus menyertai. Di saat harus memilih mana yang menjadi prioritas utama. Maka menunggu tak lagi kunikmati kedalaman rasanya.

Rupanya menunggu memiliki kedalaman rasa juga. Tentu saja. Menurutku menunggu bagai mengukir seni mengolah hati. Sebagai bentuk latihan diri dalam meraih kesabaran serta menjemput keikhlasan. Sebab menunggu itu hal yang sudah pasti dikelilingi berbagai kondisi menyebalkan, gundah, resah, kecewa, bahkan benci. Itu wajar terjadi.

Dalam hal ini aku merasa dengan menunggu kita belajar untuk bisa lebih menata diri. Menghadapi acara menunggu yang begitu membosankan, kita bisa merasakan di balik kata bosan, ternyata terselip pesan, bahwa kita tak sendirian. 

Begitu banyak orang juga dihadapkan dengan beragam perasaan. Menunggu merupakan hal yang kerap menjadi perhatian. Dan ditengah kata menunggu terdapat uji kesabaran.

Sabar, kiranya merupakan bentuk penyelesaian. Dengan sabar hati kan terasa tergetar. Seketika berbagai rasa tak mengenakkan tersebar. Tentu pikiran positif menjadi lebih terpancar. Dengan menunggu kita lebih banyak belajar. Memaknai hidup dengan penuh kesabaran. Yakin semua sudah menjadi hal yang wajar. Dengan sabar kita bisa lebih bersyukur.

Mensyukuri apa yang telah kita dapati. Ditengah suasana menunggu begitu berarti. Membuat hati lebih tenang serta jauh dari kalut yang menyelipi. Salut saat kita bisa menghadapi dengan sabar diri.

Ketika menunggu kita berbaur dengan begitu banyak orang dengan kepentingan yang sama. Namun tentu berbeda keadaan raga. Seperti yang terjadi di ruang farmasi. Di sana, begitu banyak orang sedang tak sehat, harus menunggu ditengah antrian yang begitu banyak. 

Bersyukurlah jikalau kita masih terasa sehat meski hanya perlu memperbaiki sedikit keadaan diri. Sehingga tak perlu resah dalam menanti nomer antri. Dengan menahan rasa sakit yang tak terperi. Rasanya tak ada hal yang kita pungkiri selain mensyukuri diri.

Rupanya begitu banyak hal yang terselip dibalik kata "menunggu". Jikalau kita mau mencari lebih dalam lagi. Sehingga tak hanya menemui rasa bosan yang kerap hinggap di tengah menunggu yang begitu penat. Begitu banyak yang bisa kita lakukan ditengah acara menunggu yang begitu panjang.

Sejatinya saat ini kita pun sedang menunggu. Ya, menunggu waktu yang diberikan-Nya. Lalu apakah kita merasa bosan? Dan apakah kita hanya duduk diam dan termangu saat menunggu? Tentu tidak bukan. Kita pasti berusaha melakukan yang terbaik demi masa menunggu ini.

Jika rasa bosan menyelingi kiranya segera kita hadapi agar tak datang penyesalan dikemudian hari. Begitulah menunggu menjadi bagian hidup yang harus dijalani. Sejauh mana kita sanggup hadapi, kiranya menjadi hal yang wajib kita renungi.

Semoga kita bisa memungut serpihan makna yang tersemai di balik kata "menunggu". Berbekal keikhlasan, mencoba belajar dari keadaan, kiranya menjadikan hati semakin tenteram. 

Maka syukurilah karena masa menunggu begitu berarti. Jika kita bisa memaknai dengan hati hingga dapat kita nikmati. Bahwa menunggu pun terasa indah, seindah kita bisa menata hati. Percayalah!

Niek~
Jogjakarta, 6 Maret 2019

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun