Mohon tunggu...
Ummu el Hakim
Ummu el Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang emak biasa

Penyuka alam dan rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar pada Anak-anak yang Mudah Memaafkan dan Melupakan Hal Tak Mengenakkan

29 Januari 2019   16:08 Diperbarui: 29 Januari 2019   16:27 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pixabay.com/Bess-Hamiti

Hari beranjak terik, saat itu mereka masih saja asyik bermain di sudut rumah Ammar. Tiba-tiba Haqi merebut mainan yang tengah dipegang oleh Ammar.

"Hei, kamu kalau main jangan kasar gitu dong, sini balikin mainanku?" teriak Ammar.

"Tak mau!", Haqi membalas sambil berlari dan berlalu sembari membawa mainan Ammar.

Ammar menangis, dia segera masuk rumah menuju kamar. Aku yang sedari tadi mengamati tingkah keduanya, hanya tersenyum dan terdiam. Ammar masih saja menangis hingga tak mau keluar. Aku tak mau ikut campur. Sebab adegan itu tak akan berlangsung lama. Sebentar lagi juga pasti mereka baikan, pikirku.

Benar dugaanku, Haqi pun kembali datang ke rumah Ammar.

"Ammar, ini mainanmu aku kembalikan," Haqi memanggil Ammar dari balik pintu pagar.

Ammar pun bergegas keluar dan menerima mainan miliknya. 

"Yuk kamu boleh kok main ke rumahku lagi," ajak Ammar.

Haqi pun dengan gembira masuk ke rumah Ammar dan mereka bermain bersama seperti sedia kala.


******


Begitulah anak-anak, sebentar bertengkar, sebentar pula memaafkan. Lain halnya dengan orang dewasa, yang kerap memelihara rasa tak suka. Dan berujung dengan sulit memaafkan. Anak-anak itu berbeda dengan orang dewasa. Mereka lebih cepat mengurai pertikaian, lalu timbul perdamaian.

Terkadang dunia ini terbalik, orang dewasa yang seharusnya berpikir dewasa, namun malah sebaliknya. Justru anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan, seolah lebih memiliki sifat laiknya orang dewasa.

Anak-anak tak pernah memendam lama perasaan yang tak mengenakkan, sejenak lebih mudah melupakan lalu memaafkan. Kalau orang dewasa malah cenderung memelihara perasaan tersebut, hingga menyiksa diri sendiri. Dan berujung menjadi penyakit hati. Masya Allah.

Anak-anak memang begitu, sebentar bertengkar, setelah itu mudah memaafkan. Sepertinya tak pernah ada dendam didada. Sangat mudah bagi mereka untuk melupakan hal yang tak berkenan. Hanya beberapa menit pun sudah baikan.

Orang dewasa terkadang justru sulit melupakan hal menyakitkan. Bahkan untuk hal yang terlihat sepele saja, bisa terus berlanjut dan berlarut-larut. Kebanyakan pertikaian yang terjadi karena disulut oleh orang dewasa yang kalut. Hingga peperangan pun awet berlangsung selama bertahun-tahun akibat dendam orang dewasa yang tak kunjung surut.

Seandainya saja kita bisa belajar dari anak-anak, yang begitu mudah melupakan hal tak mengenakkan. Lalu memaafkan dengan hati yang lapang. Kiranya kan lebih elok dipandang, dan lebih bijak dirasakan. Dunia terasa damai. Pertikaian lebih mudah terurai. Jiwa yang beku pun mudah dicairkan kembali.

Semogalah kita bisa lebih berendah hati, tuk tak malu belajar pada yang lebih muda. Agar dunia ini terhindar dari caci, lalu suci tanpa ada hati yang terkotori oleh perasaan benci. Meski Allah Maha membolak balikkan hati, tak ada salahnya kita berusaha menata diri agar tak terjerumus ke dalam hati yang terbalik.

Berusaha untuk lebih baik, dan lebih pemaaf serta melupakan hal tak mengenakkan, jauh lebih mulia ketimbang memelihara dendam yang terpendam begitu dalam. Dan berujung dengan pertikaian yang tiada sirna.

Kiranya kita berharap agar bisa menjadi insan yang lebih penyabar dalam menghadapi cobaan kehidupan. Karena Allah Sang Penggenggam hati manusia, semoga kita dimudahkan tuk senantiasa dalam keadaan hanif dan pemaaf.

Hanya Allah yang tau segala isi hati manusia. Kita hanya sebatas berusaha untuk bisa mengatur hati sebaik-sebaiknya. Semoga Allah senantiasa menunjukkan jalan kebijaksanaan untuk kita semua. Aamiin Yaa Allah.

Niek~
Jogjakarta, 29 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun