Hari beranjak terik, saat itu mereka masih saja asyik bermain di sudut rumah Ammar. Tiba-tiba Haqi merebut mainan yang tengah dipegang oleh Ammar.
"Hei, kamu kalau main jangan kasar gitu dong, sini balikin mainanku?" teriak Ammar.
"Tak mau!", Haqi membalas sambil berlari dan berlalu sembari membawa mainan Ammar.
Ammar menangis, dia segera masuk rumah menuju kamar. Aku yang sedari tadi mengamati tingkah keduanya, hanya tersenyum dan terdiam. Ammar masih saja menangis hingga tak mau keluar. Aku tak mau ikut campur. Sebab adegan itu tak akan berlangsung lama. Sebentar lagi juga pasti mereka baikan, pikirku.
Benar dugaanku, Haqi pun kembali datang ke rumah Ammar.
"Ammar, ini mainanmu aku kembalikan," Haqi memanggil Ammar dari balik pintu pagar.
Ammar pun bergegas keluar dan menerima mainan miliknya.Â
"Yuk kamu boleh kok main ke rumahku lagi," ajak Ammar.
Haqi pun dengan gembira masuk ke rumah Ammar dan mereka bermain bersama seperti sedia kala.
******
Begitulah anak-anak, sebentar bertengkar, sebentar pula memaafkan. Lain halnya dengan orang dewasa, yang kerap memelihara rasa tak suka. Dan berujung dengan sulit memaafkan. Anak-anak itu berbeda dengan orang dewasa. Mereka lebih cepat mengurai pertikaian, lalu timbul perdamaian.