Siang itu kami datang ke sebuah acara di rumah salah seorang sahabat. Kami berkunjung secara beramai bersama anak-anak. Kebetulan disana tersedia ruangan khusus untuk bermain anak-anak.
Ada begitu banyak ragam permainan. Karena semua anaknya adalah laki-laki, sehingga macam mainan yang ada pun menyesuaikan gaya anak lelaki. Seperti mobil-mobilan, kereta, truk, hingga lego. Anak-anak senang bermain disana. Tak terkecuali anak-anak perempuan juga ikut menikmati permainan anak laki-laki. Tak masalah.
Terlihat beberapa anak laki-laki tengah asyik bermain lego di sudut ruang itu. Hingga mereka tak banyak ucap. Hanya jari jemari mereka yang berbicara. Menyusun serangkaian bentuk rupa. Dari yang sederhana hingga yang membutuhkan proses lama.
Sesekali terdengar mereka sedikit berceletuk, "Aku taruh yang ini disini ya?" tanya salah seorang anak kepada temannya.
Lalu yang lain pun menjawab, "Boleh saja."
Dan pada akhirnya mereka berhasil membuat sebuah bentuk pesawat secara bersama.
Lalu mereka membongkarnya lagi. Jari mereka asyik kembali, sembari memikirkan bentuk apa yang akan terjadi selanjutnya. Tiba-tiba seorang anak yang baru bergabung berteriak, "Nih kamu saja yang pasang, aku takut nanti malah nggak bagus."
Yang lain menjawab dengan ramah, "Enggak apa-apa jangan takut salah bergabunglah kemari, ayo kita susun lego sama-sama."
Namun, anak tersebut menolak, rupanya dia takut jikalau salah menyusun, lalu menghasilkan bentuk yang tak menarik. Untunglah, yang lain dengan senang hati memberi pengertian kepadanya, bahwa salah tak berarti harus menyerah. Akhirnya anak itu pun mau bergabung tuk menyusun lego bersama.
Jika kita perhatikan dari kejadian tersebut, permainan lego memang mengasyikan, namun butuh kesabaran dan ketelitian. Sepintas permainan ini bisa membangun kreatifitas sekaligus rasa percaya diri.
Disisi lain permainan yang dibongkar lalu disusun kembali ini, juga memberi ruang pada anak untuk berlatih keberanian. Ya. Berani mencoba tanpa takut salah. Hal ini sangat penting untuk bekal kelak ia menjadi pribadi yang mandiri.
Pribadi yang mandiri memang tak mudah dibentuk. Membutuhkan stimulasi yang cukup kuat. Terkadang sulit untuk diterapkan, namun tetap harus dilakukan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan.
Permainan lego merupakan salah satu bentuk stimulasi sederhana yang mungkin bisa dilakukan. Permainan ini kiranya dapat melatih anak agar tumbuh sikap berani sehingga dapat menjadi pribadi mandiri penuh percaya diri.
Permainan ini bisa dikerjakan sendiri maupun secara bersama. Anak-anak bebas bereksplorasi memilih bentuk sesuai keinginan mereka. Menurut saya, selain beberapa manfaat yang ada, keberanian bertindak merupakan hal yang menjadi tujuan dari permainan lego. Sekaligus modal bagi tercapainya kemandirian anak.
Secara teori mungkin memang seperti itu adanya. Meski pada kenyataan akan timbul berbagai adegan anak. Ada yang menangis karena tak berhasil menyusun bentuk yang dikehendaki lalu tak mau mencoba lagi. Ada pula yang marah karena sudah berhasil terbentuk namun tiba-tiba patah dan akhirnya menyerah. Tak mengapa. Biarlah anak-anak berproses apa adanya.
Itu merupakan respon alamiah anak. Yang kerap terjadi dan dilakukan oleh mereka. Sebagai reaksi alami untuk lebih belajar memperbaiki diri. Hal itu pun penting agar anak tertanam rasa percaya diri.
Nah, itulah yang menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua, termasuk saya. Bagaimana cara untuk mendampingi anak. Apalagi ketika si anak menemukan kendala, kemudian melakukan aksi yang tak terduga. Kiranya menyediakan stok sabar yang berlimpah adalah solusi yang tak boleh lelah.
Ah terkadang saya pun sering merasa lelah menghadapi anak yang tak mau bersikap mandiri. Sebetulnya bukan "tak mau", namun mereka sedang "belajar menuju mau".
Tantangan sabar inilah yang menjadi "pe er" terbesar bagi saya sebagai orang tua. Mungkin saya pun harus belajar dari permainan lego, yang menguji keberanian dalam bertindak. Ya, betul sekali.
Apabila saya menyuruh anak untuk lebih berani bertindak. Sepertinya saya juga harus lebih dahulu berani bertindak melawan rasa lelah saya dalam menghadapi mereka. Lelah dan menyerah di setiap polah tingkah, itulah yang kerap saya alami. Saya pun harus mengurangi krisis sabar yang semakin berkibar. Nah itu adalah hal sulit yang selalu melilit diri saya.
Ketika anak dan orang tua sama-sama belajar, mungkin akan lebih terasa mengasyikkan. Ya, memang harus begitu kondisi idealnya. Lalu bagaimana prakteknya? Nah itu menjadi tugas kita para orang tua. Stop lelah ya! Hehe.
Baiklah, kiranya itu yang bisa saya bagi kali ini. Jadi pada intinya kalau kita menaruh harapan lebih terhadap anak. Kita pun harus lebih dahulu menata harapan kita. Dan kalau kita menyuruh anak untuk bisa belajar lebih. Kita pun harus lebih dahulu belajar menguasai diri.
Yang pasti menyediakan stok sabar bukan hal yang mudah. Seperti kata pepatah, "Sabar mudah diucapkan, namun sulit tuk dilakukan." Sepertinya permainan lego adalah media yang mengasyikkan bagi anak dan orang tua tuk sama-sama belajar keberanian dalam bertindak.
Berani bertindak ke arah hal yang lebih bijak. Bijak untuk orang tua maupun si anak tentunya. Tak ada salahnya berharap yang bijak, daripada hidup tak memiliki harapan sama sekali. Betul begitu?
Jogjakarta, 17 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H