Pribadi yang mandiri memang tak mudah dibentuk. Membutuhkan stimulasi yang cukup kuat. Terkadang sulit untuk diterapkan, namun tetap harus dilakukan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan.
Permainan lego merupakan salah satu bentuk stimulasi sederhana yang mungkin bisa dilakukan. Permainan ini kiranya dapat melatih anak agar tumbuh sikap berani sehingga dapat menjadi pribadi mandiri penuh percaya diri.
Permainan ini bisa dikerjakan sendiri maupun secara bersama. Anak-anak bebas bereksplorasi memilih bentuk sesuai keinginan mereka. Menurut saya, selain beberapa manfaat yang ada, keberanian bertindak merupakan hal yang menjadi tujuan dari permainan lego. Sekaligus modal bagi tercapainya kemandirian anak.
Secara teori mungkin memang seperti itu adanya. Meski pada kenyataan akan timbul berbagai adegan anak. Ada yang menangis karena tak berhasil menyusun bentuk yang dikehendaki lalu tak mau mencoba lagi. Ada pula yang marah karena sudah berhasil terbentuk namun tiba-tiba patah dan akhirnya menyerah. Tak mengapa. Biarlah anak-anak berproses apa adanya.
Itu merupakan respon alamiah anak. Yang kerap terjadi dan dilakukan oleh mereka. Sebagai reaksi alami untuk lebih belajar memperbaiki diri. Hal itu pun penting agar anak tertanam rasa percaya diri.
Nah, itulah yang menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua, termasuk saya. Bagaimana cara untuk mendampingi anak. Apalagi ketika si anak menemukan kendala, kemudian melakukan aksi yang tak terduga. Kiranya menyediakan stok sabar yang berlimpah adalah solusi yang tak boleh lelah.
Ah terkadang saya pun sering merasa lelah menghadapi anak yang tak mau bersikap mandiri. Sebetulnya bukan "tak mau", namun mereka sedang "belajar menuju mau".
Tantangan sabar inilah yang menjadi "pe er" terbesar bagi saya sebagai orang tua. Mungkin saya pun harus belajar dari permainan lego, yang menguji keberanian dalam bertindak. Ya, betul sekali.
Apabila saya menyuruh anak untuk lebih berani bertindak. Sepertinya saya juga harus lebih dahulu berani bertindak melawan rasa lelah saya dalam menghadapi mereka. Lelah dan menyerah di setiap polah tingkah, itulah yang kerap saya alami. Saya pun harus mengurangi krisis sabar yang semakin berkibar. Nah itu adalah hal sulit yang selalu melilit diri saya.
Ketika anak dan orang tua sama-sama belajar, mungkin akan lebih terasa mengasyikkan. Ya, memang harus begitu kondisi idealnya. Lalu bagaimana prakteknya? Nah itu menjadi tugas kita para orang tua. Stop lelah ya! Hehe.
Baiklah, kiranya itu yang bisa saya bagi kali ini. Jadi pada intinya kalau kita menaruh harapan lebih terhadap anak. Kita pun harus lebih dahulu menata harapan kita. Dan kalau kita menyuruh anak untuk bisa belajar lebih. Kita pun harus lebih dahulu belajar menguasai diri.