Mohon tunggu...
Ummu el Hakim
Ummu el Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang emak biasa

Penyuka alam dan rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Matematika Selalu Jadi Hal Horor Saat Penerimaan Rapor?

15 Desember 2018   18:53 Diperbarui: 15 Desember 2018   20:20 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orangtuaku biasa mengarahkan aku dengan metode atau cara yang begitu asyik. Hal itu tentu saja untuk menarik perhatianku. Misalnya saja untuk perkalian atau pembagian, mereka mengajariku dengan sapu lidi. Sembari mengajakku bermain. Aku pun menjadi senang, belajar matematika pun menjadi seasyik bermain.

Juga dengan roti kesukaan yang dibagi-bagi, setelah itu kita lanjut makan bersama. Nah itulah yang pada akhirnya membuatku menyukai matematika. Tak ada pemaksaan untuk menjadikan aku seorang penyuka, semua mengalir melalui proses alami yang ada.

Berbekal hal tersebut yang kemudian membuatku tak begitu memprotes anakku juga gurunya. Mengapa? Sebab guru pun hanya manusia biasa tak luput dari salah dan lupa.

Guru lebih kujadikan teman. Partner dalam mendidik anakku. Sebab aku tau betul jika dahulu orangtuaku memprotesku, atau memprotes guruku, aku pun pasti akan merasa tertekan. Tak mungkin otakku berkembang. Bahkan akan semakin menjauhi matematika. Karena kuanggap sebagai hal yang begitu menakutkan.

Anakku kini hidup di era baru, berbeda denganku dulu. Kurikulum serta metode pendidikan pun sudah lebih maju. Namun sepertinya yang masih awet dan tetap sama adalah matematika yang seolah menjadi hal horor saat penerimaan rapor.

Hal ini rupanya masih menjadi sesuatu yang memalukan jikalau nilai matematika hancur tak karuan. Lalu orangtua cenderung menyalahkan. Entah terhadap guru maupun si anak. 

Aku jadi berpikir seandainya aku melakukan hal yang sama seperti mereka, anakku pastilah akan semakin takut pada matematika. Sebaliknya, jika aku melakukan hal seperti yang dilakukan orang tuaku padaku, barangkali anakku bisa sepertiku, berubah menjadi suka pada matematika, semoga. Meski hanya sebatas suka, itu sudah luar biasa.

Ya, proses! Semua memang butuh proses. Aku pernah mengalami yang namanya menjadi murid. Aku juga pernah mengalami bagaimana kesulitan dan kemudahan belajar. Aku tau pelajaran matematika itu tak mudah. Dan mau tak mau harus ditempuh sebagai mata pelajaran akademik utama.

Namun, mendampingi anak menjalani proses untuk lebih baik itu jauh lebih utama. Yang penting jangan paksa mereka menjadi penyuka. Biarlah rasa suka itu mengalir dengan sendirinya. Seperti roda kehidupan yang terus berputar, ada kalanya di atas dan pasti akan mengalami di titik terendah.

Hal seperti itu pun berlaku untuk matematika, mungkin sekarang anak kita berada pada titik atas rasa tidak suka, namun yakinlah suatu saat nanti insya allah akan berubah menjadi titik terendah yang melebur menjadi rasa suka. Percayalah!

Menurutku, semua mata pelajaran itu sama. Tak terkecuali dengan matematika. Di sini aku tidak akan mengungkapkan hal bahwa matematika tak penting. Aku lebih menekankan bahwa anak memiliki bakat masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun