Mohon tunggu...
Unggul Sagena
Unggul Sagena Mohon Tunggu... Konsultan - blogger | educator | traveler | reviewer |

Asia Pacific Region Internet Governance Forum Fellow 2021. Pengulas Produk Berdasarkan Pengalaman. Pegiat Literasi Digital dan Penyuka Jalan-Jalan.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

SAFEnet: Hak Digital Jurnalis dan Media Banyak Dilanggar Sepanjang Tahun 2018

10 Januari 2019   23:41 Diperbarui: 11 Januari 2019   00:00 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir tahun 2018 ini, telah tercatat banyak sekali pelanggaran hak digital, terutama pasal karet UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana direvisi UU No 19 Tahun 2016 yang masih tetap tidak berbeda jauh dari substansi yang dikritik oleh masyarakat, yaitu pasal-pasal karet (Pasal 27 dan 28) yang membuat warga masyarakat (baca : netizen) menjadi takut dalam beropini dan berekspresi menggunakan media sosial.

Sebagaimana yang dilansir dari laman resmi SAFEnet (South East Asia Freedom of Expression Network) yang bermarkas di Bali, Indonesia, jejaring kebebasan berekspresi di Asia Tenggara ini baru saja merilis laporan data jumlah kasus yang melibatkan netizen khususnya jurnalis dan media (daring). 

Menurut informasi, laporan ini merupakan pelengkap dari situasi kebebasan pers di Indonesia dalam zaman digital, berisi komposisi media, pelanggaran hak atas akses informasi berupa blokir/filtering konten, penangkapan jurnalis dan pemidanaan media dengan UU ITE, hingga ancaman keamanan digital pada jurnalis berupa doxing dan tindakan persekusi.

Dalam pemantauan SAFEnet sejak 2008 sampai Desember 2018 terjadi 16 kasus hukum, dalam upaya memidana 14 jurnalis dan 7 media dengan pasal karet UU ITE, dengan rincian sebagai berikut:

  • Pada 2013 terjadi 2 kasus pada jurnalis,
  • Pada 2015 terjadi 2 kasus terhadap jurnalis dan media tempatnya bekerja sekaligus,
  • Pada 2016 terjadi 6 kasus terhadap jurnalis,
  • Pada 2017 terjadi 3 kasus terhadap 2 jurnalis dan 1 media,
  • Pada 2018 terjadi 8 kasus terhadap 3 jurnalis dan 5 media.

Dengan dalih sebagai payung hukum, nyatanya hanya 3 (19% persen) kasus dari 16 kasus yang dicatat sebagai pelaporan, yang diadukan oleh orang "awam". Sisanya,  8 kasus (50%) diadukan oleh kalangan profesi, 4 kasus (25%) diadukan oleh kalangan pejabat publik, dan 1 kasus (6%) diadukan oleh kalangan berpunya (pengusaha).

Media di Indonesia sendiri merupakan media massa terbanyak di dunia, dimana terdapat 47.000 media massa yang terbagi media cetak, radio, televisi dan elektronik berbasis daring (online). 

Lalu, kerentanan untuk dilaporkan ini pun terjadi di media apa saja, termasuk media sosial dimana kita semua hampir 24 jam berada disana, melalui gawai kita. Menulis di Kompasiana pun rentan untuk dilaporkan oleh pejabat publik, pengusaha, dan kalangan profesi yang merasa "dirugikan" dan tercemar nama baiknya. 

Bahkan, artis yang sudah sedemikian populer pun ikut-ikutan melaporkan netizen yang sebenarnya sudah cukup dengan melakukan klarifikasi publik tanpa "berlebihan" untuk "menghukum" pengomentar status maupun foto, misalnya menghapus postingan yang bermasalah, meminta maaf dan selanjutnya.

Bagaimana kita menyikapi ini? Pangkalnya adalah pasal karet UU ITE tersebut. Pasal karet ini menjadi "tren" untuk tiap orang merasa berhak mempidanakan orang lain dan menghilangkan warisan leluhur bangsa besar ini, yaitu saling maaf-memaafkan, tenggang rasa, dan ber-bhinneka tunggal ika. Apalagi, sebagaimana laporan SAFEnet, jurnalis dan media yang merupakan pilar demokrasi berusaha untuk dikebiri hak-hak digitalnya.

Berdasarkan pemantauan SAFEnet, tren ini sudah dimulai dari tahun 2013 dan menunjukkan sekarang lebih banyak jurnalis dan media diserang menggunakan Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik dan Pasal 28 ayat 2 tentang penyebaran kebencian dari UU ITE. Dua pasal ini yang kerap digunakan untuk membungkam pers dan kebebasan berekspresi digital yaitu :

  • Pasal 27 ayat 3: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan / atau menyebabkan agar dapat diakses Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik dengan isi penghinaan dan / atau pencemaran nama baik.
  • Pasal 28 ayat 2: Setiap Orang yang secara sadar dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau perselisihan pada individu dan / atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan kelompok etnis, agama, ras, dan antar-kelompok (SARA).

Bagaimana kita menyikapinya? 

Sejalan dengan pernyataan SAFEnet sebagai organisasi yang memperjuangkan hak-hak digital di Kawasan Asia Tenggara, merekomendasikan sejumlah masukan kepada negara, media, dan juga komunitas jurnalis di Indonesia.

Bagi Negara

  • Negara Indonesia berkewajiban untuk terus memberikan jaminan bagi kebebasan pers sebagaimana tertulis dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;
  • Negara Indonesia terus mematuhi Pasal 19 Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak Asasi Manusia dan TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;
  • Negara Indonesia perlu memasukkan pertimbangan Hak Asasi Manusia dalam penerbitan regulasi atau kebijakan menyangkut keberadaan pers di Indonesia, termasuk pada media-media yang memanfaatkan teknologi digital;
  • Negara berhenti melakukan pembatasan akses informasi pada pers di Papua yang menjalankan fungsi sebagai kontrol sosial secara berimbang dan memenuhi kaidah jurnalistik;
  • Negara perlu menjamin perlindungan bagi jurnalis dan media dari praktik pemidanaan  dengan pasal-pasal karet di dalam UU ITE atas berita atau pernyataan di media sosial yang secara legal memenuhi kebebasan berekspresi;
  • Negara perlu hadir untuk menjamin keamanan jurnalis dan media dari bentuk-bentuk pengancaman dalam bentuk doxing dan tindakan persekusi yang terjadi belakangan ini;
  • Negara perlu segera menghapus pasal-pasal karet UU ITE yaitu pasal 27-29 UU ITE yang multi-tafsir dan sering disalahgunakan untuk memidana media dan jurnalis sehingga mengancam kebebasan pers di Indonesia;

Bagi Media

  • Media perlu memenuhi standar kualitas pemberitaan dan kaidah jurnalistik agar kontrol sosial bisa terus berjalan atas jalannya pemerintahan dan kegiatan sosial, politik, ekonomi di Indonesia;
  • Media memberikan mekanisme hak jawab dan hak koreksi bila terjadi sengketa pers dan melibatkan Dewan Pers manakala terjadi upaya pemidanaan yang ditujukan kepada media dan jurnalis yang dinaunginya;
  • Media perlu memberikan pengetahuan bagi jurnalis agar terhindar dari praktik pemidanaan dengan pasal-pasal karet di dalam UU ITE atas berita atau pernyataan di media sosial;
  • Media perlu memberikan pelatihan teknis untuk melindungi jurnalis dari bentuk-bentuk ancaman baru dalam bentuk doxing dan tindakan persekusi di ranah digital;
  • Media perlu mendorong dihapuskannya pasal-pasal karet UU ITE agar tidak disalahgunakan untuk memidana media dan para jurnalis;

Bagi Komunitas Jurnalis

  • Komunitas Jurnalis perlu mengetahui dapat dipidanakannya anggota jurnalis dengan pasal-pasal karet UU ITE bila dianggap tidak memenuhi standar kualitas pemberitaan dan kaidah jurnalistik seperti yang dimaksud dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers;
  • Komunitas Jurnalis perlu waspada dan membekali diri dari perkembangan ancaman baru di ranah digital seperti doxing, peretasan data, serangan siber, hingga tindakan persekusi yang muncul belakangan ini;
  • Komunitas Jurnalis perlu mendorong diperluasnya perlindungan kebebasan pers dan Hak Asasi Manusia bagi jurnalis dan media online untuk menyikapi perkembangan teknologi digital yang tak terelakkan di masa depan;
  • Komunitas Jurnalis perlu mendorong dihapuskannya pasal-pasal karet UU ITE agar tidak disalahgunakan untuk memidana lebih banyak jurnalis dan media tempatnya bekerja.

Bagi kita sebagai netizen, terlepas dari "mulutmu harimaumu" dan "etika berinternet", tetap tidak layak bagi setiap insan yang mengetahui karakter internet, untuk "baperan" dan menghabiskan energi untuk menghukum orang lain. Biarkan menjadi pahala, biarkan publik menilai dan biarkan semuanya berbicara, walau kita tidak sependapat dengan pembicaraan itu. Karena media sosial, internet, punya semua orang dan kebebasan beropini dan berpendapat merupakan juga hak asasi yang wajib dihormati. 

Please, jangan gampang baper, dan yuk, dukung penghapusan pasal karet!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun