Mohon tunggu...
Unggul Sagena
Unggul Sagena Mohon Tunggu... Konsultan - blogger | educator | traveler | reviewer |

Asia Pacific Region Internet Governance Forum Fellow 2021. Pengulas Produk Berdasarkan Pengalaman. Pegiat Literasi Digital dan Penyuka Jalan-Jalan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hobi Eksplorasi Berjalan Kaki, Optimal Bermodal "Gadget" dan Geliga Krim!

26 Oktober 2017   14:02 Diperbarui: 5 November 2017   21:39 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan-Jalan dan Berjalan: Kontemplasi Kehidupan

Sebagai blogger yang suka jalan-jalan, selain yang namanya "jalan-jalan" itu disebut sebagai traveling ataupun trip, arti harfiah bahasa Indonesia dari Melayu memang sebenarnya berjalan. Makanya, saya yang suka berjalan kaki memang merasa berjalan kaki pastinya jadi aktivitas seru, ngubek-ngubek lokasi wisata dan keramaian di tempat yang asik dari kita selama ini. Juga berinteraksi aktif dengan orang-orang lokal dengan aneka rupa aktivitasnya.

Bagi saya, setiap ke suatu tempat baru, langsung deh sendirian eksplorasi. Paling tidak, sekitar penginapan dengan berjalan kaki. Yap, berjalan kaki. Entah, ada sensasi lain, mengenali wilayah. Saya juga suka geografi, sejarah dan spasial. Bertemu orang baru mempelajari singkat dari kondisi lingkungan ditempat saya tinggal dan komunikasi dengan warga sekitar.

Jadi saya selalu mencari kesempatan untuk eksplorasi sekitar, termasuk ke tempat penduduk. Naik angkot lokal, ojek, Kereta, berdiri dan berhenti di stasiun-stasiun dan jalan kaki lagi. Naik becak, kemudian jalan, naik ojek, terus jalan kaki dan seterusnya. Muter-muter. Tapi kalau saya liat jaraknya 1 kiloan biasanya saya ambil opsi jalan kaki saja.

Menurut saya, aktivitas berjalan kaki adalah kontemplasi kehidupan, dimana kita bisa relaksasi. Kaki boleh pegal, tapi jiwa rileks, mengetahui berbagai ruang kehidupan berbeda di dunia ini. Masyarakat yang berkehidupan dan hidup dari aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi yang kadang berbeda dengan yang biasa kita jumpai.

backpacking hingga ke tepi laut, mentok, naik kapal ke pulau kecil.
backpacking hingga ke tepi laut, mentok, naik kapal ke pulau kecil.
Hidup, akan lebih berarti.Akan lebih optimal karena mata menjumpai bermacam etnik berbeda yang masih satu bangsa. Bangsa Bumi yang diciptakan Tuhan sebegitu luas, yang bahkan di beberapa sinema Hollywood digambarkan selalu menjadi pusat "iri hati" penghuni jagat semesta lainnya!

Dengan jalan-jalan, kita rileks, dengan berjalan kaki di berbagai tempat, jiwa juga merasa adem, melihat senyuman, keringat rakyat dan bahasa yang berbeda namun kita somehow dapat berinteraksi. Disitu seni dan indahnya berjalan-jalan. Bahkan alam menyajikan pemandangan untuk diabadikan, dan kegiatan masyarakat untuk disimpan dalam dokumentasi cantik dan inspirasi untuk hidup berguna dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Makan bareng penduduk Papua, dengan menu Ikan Kuah Kuning dengan nasinya diganti Papeda, makanan khas Papua
Makan bareng penduduk Papua, dengan menu Ikan Kuah Kuning dengan nasinya diganti Papeda, makanan khas Papua
Ini Dia Dua Persiapan alias Modal Berjalan-jalan Kaki Eksplorasi

Dulu, pertama kali ketagihan hobi jalan kaki waktu kuliah, sekitar sepuluh tahun lalu. Ada lintas batas kota depok yang waktu itu berhadiah "hanya" piala dan piagam saja. Dari start dari Bogor (Cilodong) finishnya di Kantor Walikota Depok.

Berjalan kaki melintasi hampir persis batas-batas wilayah depok dibagian selatan yang bersinggungan dengan Bogor. Bukan lewat jalan raya, tapi menelusuri kampung-kampung karena memang lintas batas wilayah yang sesuai garis kontur. Seru kan?

Memang seru, apalagi Alhamdulillah, diganjar piala perdana sebagai juara umum dengan dua orang teman satu jurusan di UI dulu. Anak-anak kos. Hasilnya puas, namun ada konsekuensinya. 10 Jam berjalan kaki, tiba di gedung walikota Depok, kaki lemas. Bukan sembarang lemas, pegal dan bahkan nyaris sulit untuk berjalan karena sudah seperti copot rasanya dengkul.

Dulu, ngga ada persiapan. Modal keingintahuan dan tantangan saja. Saya juga ternyata suka memfoto kegiatan masyarakat. Jadi klop kalau jalan kaki dapat banyak hal untuk difoto. Namun karena pengalaman itu, saya jadi tau modal lain.

Modalnya ini.Pertama. Handphone dengan koneksi Internet untuk Google Maps dan GPS. Juga google untuk search lokasi mana yang menarik dieksplorasi berjalan kaki, berapa kilometer/meter. Juga kontak di hape yang berguna untuk keadaan darurat misal menanyakan hal tertentu. Di Luar Negeri, bisa membeli simcard lokal atau koneksi jaringan Indonesia yang biaya paketnya masuk akal jika dipakai di LN. 

Kemudian Kedua. logistik. Sedikit uangcash butuh banget. Selainperbekalan berupa air minum, istirahat cukup malam harinya atau sebelumnya, juga menyediakan balsem krim untuk otot. Yap, efek penggunaan balsem krim otot membuat "waktu lemes" tidak lama, bahkan pada saat berjalan kaki, bisa dioleskan di tengah perjalanan sehingga bisa menambah jarak berjalan.

Menembus Salju sekitar 1,5 Jam ke lokasi tebing
Menembus Salju sekitar 1,5 Jam ke lokasi tebing
Merelaksasi Kaki dulu di dalam Kereta menuju Sta Paldiski di Eropa Utara
Merelaksasi Kaki dulu di dalam Kereta menuju Sta Paldiski di Eropa Utara
Dalam sekian jarak, pastinya akan timbul lemas dan capek. Lelah. Dua atau tiga kali berhenti dan kemudian berjalan lagi, semangat itu adalah untuk melihat semakin jauh. Juga, secara fisik, sebagai manusia akan ada lelahnya akan ada pegalnya paha dan betis ini. Betul kan? 

Nah, untuk kendala ini, saya ada dukungan favorit.Balsem pijatyang membuat kaki tetap ligat. Balsem yang favorit, bagi saya, Geliga krim. Saya sudah jajal beragam balsem, ada yang suka lengket, ada yang lumayan efektif tapi mahal. Tapi fitur balsem geliga membuat saya mantab. Coba tengok, Krim Otot Geliga berkomposisi tiga unsur utama, yaitu Metyl Salicylate 160 mg, Menthol 55 mg dan Camphor 33 mg dalam setiap 1 gramnya. Biasanya saya beli kemasan 30gram.

Selain modal oles di betis dan paha serta kaki (biasanya tumit) saya juga kadang pakai dipundak. Itu kalau saya jalan-jalannya bawa tas. Biasanya, tas besar ditinggal di penginapan, tas kecil backpack saya bawa dan isi bekal seperti air minum, roti dan juga krim geliga.

Sejak itu, aktivitas berjalan kaki saya makin optimal.

Dimana aja pernah saya coba?

Di luar negeri, taun lalu di Manila, Filipina. Saya berjalan kaki menggunakan Google Maps  jam 11 malam hingga 2 pagi. Ngeri-ngeri takut, tapi ternyata aman di Manila. Banyak foto yang saya abadikan pada malam itu. Tahun ini di Yangoon, Myanmar, pemandangan di negeri seribu Pagoda sangat indah di waktu malam, jadi Jalan kaki diseputar kota sangat saya sukai. Dua tahun lalu di Tokyo, wah so pasti semua orang suka jalan kaki!  Tak Lupa, pengalaman di Eropa Utara-Timur, selain naik Kereta, saya jalan sekitar satu setengah jam di tengah salju sambil baca peta. Seru.

Pagoda
Pagoda
Di Indonesia, sudah banyak. Terakhir di Baturraden, Kabupaten Banyumas. Sebelumnya di Solo malam hari, juga di Manokwari, Papua (pagi hari, karena malam ngeri ah), di Jakarta so pasti, malam-malam asyik jalan-jalan kaki liat lampu-lampu,  serta yang seru di Bali, jalan kaki dari Ngurah Rai, bandara, ke Pantai Kute sekitar 1 jam. Seru. Ini rute yang saya lalui :

Jalan Kaki dari Bandara Ngurah Rai ke Pantai Kuta
Jalan Kaki dari Bandara Ngurah Rai ke Pantai Kuta
Jalan Kaki di Manila, 2 Jam
Jalan Kaki di Manila, 2 Jam
Modal krim geliga ini membuat saya makin berani bereksplorasi. Kalau dulu ya paling  5km berjalan, dengan modal krim di tas, berani dua kali lipat eksplorasinya. So, dengan modal krim otot geliga ini, makin berani deh mengeksplorasi. Di Kompasiana, saya belum sempatkan tulis, namun di blog sudah pernah. Kedepan, mungkin saya akan tulis rute-rute eksplorasi jalan kaki saya dan hal-hal menarik apa yang saya temukan.

Tentu saja, saya tidak bercerita tiap hari saya bekerja capek komuter Bogor Jakarta Bogor, karena saya hanya sesekali ke Ibukota, misalnya urusan Nangkring Kompasiana yang rugi banget kalau dilewatkan. Aktivitas online saya sebagai freelancer dan pekerja sosial di beberapa tempat di Indonesia memang membuat saya merasa perlu menulis, bahwa, Berjalan Kaki-lah di Bumi ini. Yuk, kita rentangkan sayap, perluas pandangan. Dari Buku yang kita baca sebagai jendela, menuju kaki kita yang melangkah menuju pintu itu. 

Naik jembatan penyeberangan jam 12 malam di Manila. Ngeri Ngeri Sedap!
Naik jembatan penyeberangan jam 12 malam di Manila. Ngeri Ngeri Sedap!
Pemandangan dari Jembatan penyeberangan di Manila
Pemandangan dari Jembatan penyeberangan di Manila
Hidup akan lebih optimal dan lebih bermakna. Makanya, kalau ada orang yang baperan, gampang marah, sumbu pendek, nyinyir dan seterusnya di dunia online dan medsos, mungkin dia lelah. Kurang Piknik.  Buatlah waktu untuk me time, berjalan kaki ke tempat yang jauh, dan menemukan makna hidup dan ketenangan. Dunia diciptakan Tuhan untuk dinikmati dan dijaga, sebelum kembali kepada-Nya.

Urusan pegal, tak usah khawatir, usapan Geliga Krimmisalnya, menjadi teman yang membuat kedua tungkai-mu menjadi bergairah kembali menempuh jarak yang kamu pantau melalui gadget mu. Bebas Pegal! Senang deh.

Jalan kaki di Tokyo enak, banyak temannya!
Jalan kaki di Tokyo enak, banyak temannya!
Yuk temukan horison baru,pandangan yang baru, agar hidup ini kita belajar menghargai alam yang diciptakan dan beragam manusia yang diciptakan  untuk tujuan yang telah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Bagi agama saya, sebagai "khalifatulil ardh". 

Selamat berjalan kaki tanpa khawatir!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun