Jalan-Jalan dan Berjalan: Kontemplasi Kehidupan
Sebagai blogger yang suka jalan-jalan, selain yang namanya "jalan-jalan" itu disebut sebagai traveling ataupun trip, arti harfiah bahasa Indonesia dari Melayu memang sebenarnya berjalan. Makanya, saya yang suka berjalan kaki memang merasa berjalan kaki pastinya jadi aktivitas seru, ngubek-ngubek lokasi wisata dan keramaian di tempat yang asik dari kita selama ini. Juga berinteraksi aktif dengan orang-orang lokal dengan aneka rupa aktivitasnya.
Bagi saya, setiap ke suatu tempat baru, langsung deh sendirian eksplorasi. Paling tidak, sekitar penginapan dengan berjalan kaki. Yap, berjalan kaki. Entah, ada sensasi lain, mengenali wilayah. Saya juga suka geografi, sejarah dan spasial. Bertemu orang baru mempelajari singkat dari kondisi lingkungan ditempat saya tinggal dan komunikasi dengan warga sekitar.
Jadi saya selalu mencari kesempatan untuk eksplorasi sekitar, termasuk ke tempat penduduk. Naik angkot lokal, ojek, Kereta, berdiri dan berhenti di stasiun-stasiun dan jalan kaki lagi. Naik becak, kemudian jalan, naik ojek, terus jalan kaki dan seterusnya. Muter-muter. Tapi kalau saya liat jaraknya 1 kiloan biasanya saya ambil opsi jalan kaki saja.
Menurut saya, aktivitas berjalan kaki adalah kontemplasi kehidupan, dimana kita bisa relaksasi. Kaki boleh pegal, tapi jiwa rileks, mengetahui berbagai ruang kehidupan berbeda di dunia ini. Masyarakat yang berkehidupan dan hidup dari aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi yang kadang berbeda dengan yang biasa kita jumpai.
Dengan jalan-jalan, kita rileks, dengan berjalan kaki di berbagai tempat, jiwa juga merasa adem, melihat senyuman, keringat rakyat dan bahasa yang berbeda namun kita somehow dapat berinteraksi. Disitu seni dan indahnya berjalan-jalan. Bahkan alam menyajikan pemandangan untuk diabadikan, dan kegiatan masyarakat untuk disimpan dalam dokumentasi cantik dan inspirasi untuk hidup berguna dan menjadi pribadi yang lebih baik.
Dulu, pertama kali ketagihan hobi jalan kaki waktu kuliah, sekitar sepuluh tahun lalu. Ada lintas batas kota depok yang waktu itu berhadiah "hanya" piala dan piagam saja. Dari start dari Bogor (Cilodong) finishnya di Kantor Walikota Depok.
Berjalan kaki melintasi hampir persis batas-batas wilayah depok dibagian selatan yang bersinggungan dengan Bogor. Bukan lewat jalan raya, tapi menelusuri kampung-kampung karena memang lintas batas wilayah yang sesuai garis kontur. Seru kan?
Memang seru, apalagi Alhamdulillah, diganjar piala perdana sebagai juara umum dengan dua orang teman satu jurusan di UI dulu. Anak-anak kos. Hasilnya puas, namun ada konsekuensinya. 10 Jam berjalan kaki, tiba di gedung walikota Depok, kaki lemas. Bukan sembarang lemas, pegal dan bahkan nyaris sulit untuk berjalan karena sudah seperti copot rasanya dengkul.
Dulu, ngga ada persiapan. Modal keingintahuan dan tantangan saja. Saya juga ternyata suka memfoto kegiatan masyarakat. Jadi klop kalau jalan kaki dapat banyak hal untuk difoto. Namun karena pengalaman itu, saya jadi tau modal lain.
Modalnya ini.Pertama. Handphone dengan koneksi Internet untuk Google Maps dan GPS. Juga google untuk search lokasi mana yang menarik dieksplorasi berjalan kaki, berapa kilometer/meter. Juga kontak di hape yang berguna untuk keadaan darurat misal menanyakan hal tertentu. Di Luar Negeri, bisa membeli simcard lokal atau koneksi jaringan Indonesia yang biaya paketnya masuk akal jika dipakai di LN.Â
Kemudian Kedua. logistik. Sedikit uangcash butuh banget. Selainperbekalan berupa air minum, istirahat cukup malam harinya atau sebelumnya, juga menyediakan balsem krim untuk otot. Yap, efek penggunaan balsem krim otot membuat "waktu lemes" tidak lama, bahkan pada saat berjalan kaki, bisa dioleskan di tengah perjalanan sehingga bisa menambah jarak berjalan.
Nah, untuk kendala ini, saya ada dukungan favorit.Balsem pijatyang membuat kaki tetap ligat. Balsem yang favorit, bagi saya, Geliga krim. Saya sudah jajal beragam balsem, ada yang suka lengket, ada yang lumayan efektif tapi mahal. Tapi fitur balsem geliga membuat saya mantab. Coba tengok, Krim Otot Geliga berkomposisi tiga unsur utama, yaitu Metyl Salicylate 160 mg, Menthol 55 mg dan Camphor 33 mg dalam setiap 1 gramnya. Biasanya saya beli kemasan 30gram.
Selain modal oles di betis dan paha serta kaki (biasanya tumit) saya juga kadang pakai dipundak. Itu kalau saya jalan-jalannya bawa tas. Biasanya, tas besar ditinggal di penginapan, tas kecil backpack saya bawa dan isi bekal seperti air minum, roti dan juga krim geliga.
Sejak itu, aktivitas berjalan kaki saya makin optimal.
Dimana aja pernah saya coba?
Di luar negeri, taun lalu di Manila, Filipina. Saya berjalan kaki menggunakan Google Maps  jam 11 malam hingga 2 pagi. Ngeri-ngeri takut, tapi ternyata aman di Manila. Banyak foto yang saya abadikan pada malam itu. Tahun ini di Yangoon, Myanmar, pemandangan di negeri seribu Pagoda sangat indah di waktu malam, jadi Jalan kaki diseputar kota sangat saya sukai. Dua tahun lalu di Tokyo, wah so pasti semua orang suka jalan kaki!  Tak Lupa, pengalaman di Eropa Utara-Timur, selain naik Kereta, saya jalan sekitar satu setengah jam di tengah salju sambil baca peta. Seru.
Tentu saja, saya tidak bercerita tiap hari saya bekerja capek komuter Bogor Jakarta Bogor, karena saya hanya sesekali ke Ibukota, misalnya urusan Nangkring Kompasiana yang rugi banget kalau dilewatkan. Aktivitas online saya sebagai freelancer dan pekerja sosial di beberapa tempat di Indonesia memang membuat saya merasa perlu menulis, bahwa, Berjalan Kaki-lah di Bumi ini. Yuk, kita rentangkan sayap, perluas pandangan. Dari Buku yang kita baca sebagai jendela, menuju kaki kita yang melangkah menuju pintu itu.Â
Urusan pegal, tak usah khawatir, usapan Geliga Krimmisalnya, menjadi teman yang membuat kedua tungkai-mu menjadi bergairah kembali menempuh jarak yang kamu pantau melalui gadget mu. Bebas Pegal! Senang deh.
Selamat berjalan kaki tanpa khawatir!