Saya bilang, kalau masih suka nabung di celengan kaleng dan ngga di Bank sampai kamu tua, nanti cepat peot kayak Buyut (Ibu-nya nenek, bagi anak saya).
Memang, soal menabung, soal ketidakpastian. Anak saya menabung di celengan, karena merasa pasti ada duitnya dia bunyikan, sesekali. Konclang-konclan, bunyi receh-nya. Nenek saya pun, merasa lebih “Aman” duitnya “berada disisinya”. Tiap hari bisa dibuka dan dihitung. Aman.
Padahal, risiko besar, misalnya kebakaran seperti yang dialami. Atau, kemalingan. Lalu, kalau di Bank, apakah aman? Nenek saya merasa nggak. Duitnya ilang, gak keliatan.
Hmm.. kalau soal ngga bisa dilihat, ada print out buku tabungan, sudah saya jelaskan. Nah, kalau tiba-tiba keuangan kolaps, alias Bank tempat kita nabung bangkrut, misalnya, duit kita apakah ludes ya? Tiba-tiba saya kepikiran.
Soal Perencanaan : Apa dan Mengapa LPS
Untungnya, saya mendaftar kegiatan Nangkring Kompasiana bersama LPS singkatan dari Lembaga Penjamin Simpanan. Hmm, nama yang unik dan seperti apa sih lembaga ini. Menjamin simpanan? Wah simpanan seperti apa?
Saya disuguhkan video singkat mengenai kiprah LPS dan bagaimana LPS membantu masyarakat agar termotivasi menabung di Bank. Karena aman dan terjamin. Di Film, beberapa tokohnya adalah pengusaha. Mulai Warung kelontong hingga pedagang batik di pasar.
Acara yang sangat bermanfaat ini menghadirkan perencana keuangan, yaitu Satrio Wicaksono, Assistant Financial Planner Tatadana dan Pak Samsu Adi Nugroho, Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan. Moderator kali ini adalah Nurul.
Mendengarkan pemaparan soal perencanaan keuangan, saya teringat nenek saya. Cerita kebakarannya, duit logam yang hitam dan yang kertas ludes. Apalagi, di film itu profil-nya sama seperti nenek saya. Ndeso, Sibuk jualan saja, nyimpen duit cash, dan merasa ke Bank jauh, dan sebagainya.