Mohon tunggu...
Unggul Sagena
Unggul Sagena Mohon Tunggu... Konsultan - blogger | educator | traveler | reviewer |

Asia Pacific Region Internet Governance Forum Fellow 2021. Pengulas Produk Berdasarkan Pengalaman. Pegiat Literasi Digital dan Penyuka Jalan-Jalan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bauksit dan (Smelter) Alumina, Milik Kita dan Harapan Kita

22 Juni 2015   01:51 Diperbarui: 6 Juli 2015   04:41 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paling tidak, ada tiga perusahaan multinasional yang tertarik. Pertama, Dubai Alumunium Company Ltd (Dubal) asal Uni Emirat Arab yang dikabarkan akan bekerjasama dengan PT Aneka Tambang dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Kedua, Hainan Joint Enterprise-Business Service Co Ltd, asal Tiongkok yang akan bekerjasama dengan PT Indopura Resources dan yang ketiga, yang isu-nya makin gencar adalah Russia Alumunium Company (Rusal) yang akan membangun Smelter di Indonesia bekerjasama dengan PT Arbaya.

Ada beberapa catatan. Menguntungkan siapa. Kebijakan larangan ekspor justru bertentangan dengan semangat memajukan industri nasional. Apa sebab, perusahaan multinasional yang disebutkan diatas lebih banyak bekerjasama dengan perusahaan lokal yang tidak memiliki usaha penambangan langsung. Bukan yang bertahun-tahun bergelut dengan usaha tambang bauksit itu sendiri. Perusahaan-perusahaan yang notabene sudah memiliki IUP ini terpaksa menghentikan produksinya di kala “politik lobi” bermain di atas. Nah, apabila, worst case scenario, terjadi penundaan pembangunan smelter dan seterusnya, maka makin tidak jelaslah nasib tambang yang ada.

Larangan ekspor, tentu menguntungkan perusahaan semacam Rusal dan Dubal ternyata. Sebab, dengan hilangnya peredaran bauksit Indonesia di skala global, maka bauksit menjadi berkurang dan saham mereka pun semakin tinggi nilainya. Menurut Ekonom Faisal Basri dalam satu kesempatan, Rusal sudah untung besar. Kata Faisal di akunnya di Kompasiana, “Akibat larangan ekspor bauksit oleh pemerintah Indonesia, sekitar 55 juta ton bauksit lenyap di pasaran dunia, membuat harga bauksit di pasar dunia melambung. Tak pelak lagi saham Rusal pun terkerek naik tajam. Rusal untung ratusan juta dollar AS.”

Lalu, apa harapan kita ke depan?

Berdasarkan diskusi di Seminar Bauksit yang dilaksanakan pada 25 Mei 2015 lalu, dengan tajuk Kondisi Terkini, Harapan dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia beberapa kondisi saat ini dikritisi. Kondisi Izin Usaha Pertambangan (IUP) bauksit berada pada situasi darurat dimana larangan ekspor ini telah memakan korban PHK 40 ribu lebih karyawan dan ketidakpastian kondisi investasi.

Untuk itu, menurut saya, hal paling sederhana, berlakukan saja hal yang sama industri Bauksit dengan mineral lain seperti tambang emas-nya Freeport dan Newmont. Boleh ekspor asalkan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan hitung-hitungan yang jelas, maka akan didapat jumlah yang tepat.

Menurut saya, tidak perlu ekstrim serta-merta interpretasi dilarang ekspor sebelum smelter selesai. Sebab, pembangunan smelter adalah satu hal, dan ekspor bauksit adalah hal lainnya. Sementara itu, jika merujuk ke UU Minerba, karena di dalam pasal-pasal, ayat-ayat, dan penjelasan dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut, juga PP No. 23 Tahun 2010 dan PP No. 1 Tahun 2014 tidak ada tersurat jelas mengenai pelarangan ekspor.

Lagipula, pemurnian ini juga masih kontroversi. Sumber lain mengatakan bahwa IUP sudah mengolah bauksit loh. Dipertegas dengan laporan dari ahli geologi dan pertambangan baik dari LAPI-ITB dan CMPFA-UI dan jika merujuk ke Pasal 1 ayat 20 UU No 4 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pemurnian/pengolahan itu untuk meningkatkan mutu mineral, They did it already.

Kurang cukup mungkin? Ah standard pemerintah mungkin beda.Eniwei, pembangunan smelter pun sudah direncanakan, --walaupun disinyalir ada bisnis dibaliknya dimana perusahaan asing yang bekerjasama dengan lokal bukan ke perusahaan IUP yang sudah mengolah maupun seharusnya digandeng dalam pembangunan smelter.

Sehingga, mungkin dengan menjamin adanya pasokan yang cukup dan potensi peningkatan perekonomian (sebaliknya, stop ekspor akan menambah masalah baru terkait PHK, ekonomi daerah menurun dst) maka dengan mengendalikan produksi dan ekspor bauksit pada kisaran dan jumlah yang tepat maka semua bisa berjalan paralel.

Pembatasan jumlah produksi misalnya, dapat diterapkan melalui kuota produksi nasional dan ekspor yang terbatas jumlahnya dengan perhitungan yang cermat. Dengan demikian, kita sebagai bangsa yang berdaulat, memiliki sumber daya bauksit dan pemurnian berupa smelter alumina di negeri sendiri, bisa optimal. Tidak bergantung kepada proyek smelter antara investor asing dan lokal yang erat nuansa bisnis-politiknya. Serta mengesampingkan hajat hidup orang banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun