Mohon tunggu...
Unggul Sagena
Unggul Sagena Mohon Tunggu... Konsultan - blogger | educator | traveler | reviewer |

Asia Pacific Region Internet Governance Forum Fellow 2021. Pengulas Produk Berdasarkan Pengalaman. Pegiat Literasi Digital dan Penyuka Jalan-Jalan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bauksit dan (Smelter) Alumina, Milik Kita dan Harapan Kita

22 Juni 2015   01:51 Diperbarui: 6 Juli 2015   04:41 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Balada Bauksit dan Alumina

Bauksit dan Alumina. Dua kata ini bukanlah nama seseorang, namun bauksit dan alumina memang satu tautan. Bauksit merupakan bahan membuat Alumina yaitu Alumunium Oksida yang sangat bermanfaat untuk bahan berbagai produk, dan juga harganya mahal. Nilai tambah dari pengolahan bauksit menjadi alumina sangat besar, sekitar US$ 350 per ton. Bahkan jika alumina diolah sedemikian rupa menjadi alumunium bentuk lain yang lebih berkualitas, harganya maksimal bisa mencapai kisaran US$ 2.500 per ton loh.

Alumina menjadi “pengisi” yang lebih disukai dan ramah lingkungan dibanding bahan plastik misalnya untuk kosmetik seperti cat kuku, lipstik dan tabir surya (sunblock). Selain itu dalam aplikasi lain, Alumina merupakan katalis yang berguna dalam dehidrasi alkohol, menghilangkan air dari aliran gas dan juga sehingga digunakan sangat banyak di industri kimia. Alumina juga menjadi favorit dalam produk “memoles” CD/DVD serta pelindung noda dan pigmen efek kosmetika yang tidak berbahaya namun berkualitas prima. Ada 2 jenis produk alumina yang bisa dihasilkan yaitu Smelter Grade Alumina (SGA) dan Chemical Grade Alumina (CGA). Lebih dari 90% pengolahan bijih bauksit di dunia dilakukan untuk membuat SGA yang kemudian diteruskan dengan pembuatan Al Murni.

Bauksit adalah bijih batuan yang terdiri dari kumpulan mineral yang kemudian dapat diolah/dimurnikan melalui proses yang biasanya disebut “proses bayer” untuk menjadi alumunium dan alumina (alumunium oksida). Kata bauksit mengacu pada lokasi pertama batuan ini yaitu Les Baux, tahun 1821 di bagian selatan Prancis, sedangkan di Indonesia, Belanda-lah yang menemukan potensi ini di Kijang, Pulau Bintan, yang sekarang masuk ke wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 1924 lampau. Sumber daya alam berupa bauksit di Indonesia tersebar di region Sumatra utamanya di Kepulauan Riau, Bangka dan Belitung, juga sebagian di Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, serta Pulau Sumba dan Pulau Halmahera di Maluku.

Saat ini, total jumlah cadangan bauksit menurut catatan Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) yang merupakan bahan dasar Alumina di Indonesia, kita memiliki memiliki cadangan bauksit sebesar 6.99 Milyar ton. Jika pasokan ini diperuntukan untuk kebutuhan bahan baku industri pemurnian bauksit (smelter alumina) dalam negeri yang dibutuhkan adalah 18 juta ton/tahun, dan ekspor bauksit masih bisa untuk sebanyak 22 juta ton/tahun. Dengan asumsi demikian pun, dari 7 Milyar ton di-bagi 40 juta ton pertahun, maka SDA dan cadangan Bauksit Indonesia masih mampu bertahan selama 175 tahun kok.

Smelter Alumina, merupakan tempat pengolahan bijih mineral Bauksit menjadi Alumina. Sebuah proses yang dipercaya oleh para pengambil kebijakan energi dan sumber daya mineral di negeri ini untuk mendapatkan nilai tambah, dan juga keuntungan ekonomis yang berlipat untuk bangsa ini. Namun bukan “smelter” yang menjadi masalah, karena sudah jelas, Ia menjadikan nilai tambah produk SDA yang kita punya semakin “berkelas”. Bukan ekspor mentah kemudian dijual dipasaran dunia dengan harga berlipat-lipat. Jika kita bisa membuat menjadi bahan yang bermanfaat dan bernilai ekonomis tinggi, mengapa tidak kan?

Namun lebih dari itu. Pembuatan Smelter membutuhkan biaya dan perencanaan yang matang serta menyeluruh. Ada hajat hidup masyarakat banyak yang tercerabut ketika pembangunan dan penjualan bauksit terbentur satu sama lain, tidak saling melengkapi dan berjalan paralel. Dan sebenarnya, pemurnian ini sudah jadi urusan dan dilakukan perusahaan IUP yang bergelut dengan Bauksit sejak lama. Lalu, apa yang terjadi. Mari kita lihat balada "Bang Bauksit" dan "Neng Alumina" ini lebih jauh.

 

Larangan Ekspor, Untungkan (atau rugikan) siapa?

Ya, isunya adalah mengenai larangan ekspor. Anehnya, walau merupakan SDA yang berpotensi mengubah wajah Indonesia menjadi lebih maju dengan peningkatan perekonomian, Bauksit ini terdera larangan ekspor sejak tahun 2014. Memang, hampir sama kasusnya dengan Tambang yang terkena dampak UU Minerba bahwa harus membuat smelter (pengolahan) di dalam negeri, alih-alih langsung diekspor secara mentah ke pasar global, banyak hal yang membuat kita harus bertanya-tanya, ada apa dengan Bauksit dan Smelter Alumina yang menjadi harapan kita.

Jika di sisi lain, Smelter tambang seperti emas dan tembaga seperti Newmont dan Freeport sudah bisa mengekspor lagi hasil tambangnya saat ini, tidak demikian dengan Perusahaan yang memiliki ijin usaha pertambangan (IUP) Bauksit yang harus membuat smelter Alumina. Semua harus terhenti walaupun kemajuan smelter lumayan signifikan dan “on the track”. Produksi serta merta terhenti. Bauksit dan Nikel, sebagaimana fakta yang ada di lapangan, masih tidak dapat berproduksi karena tak bisa ekspor. Berbeda dengan dua perusahaan asing diatas yang tarik-ulur dan akhirnya bisa ekspor. Mau tidak mau, masyarakat tentu bertanya-tanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun