Kata Bang ISJET
Ternyata bang Isjet orang Betawi ya?! (begitu batin saya yang menggelitik, seusai mas Rizky mengenalkan profil singkat bang Isjet), kalau begitu sama dong seperti saya! (jari telunjuk saya mengacung, lagi-lagi hanya dalam pikiran).
Saya kali pertama bertemu bang Isjet saat acara nangkring dengan salah satu bank swasta di kawasan Kuningan Jakarta Selatan. Meskipun sebagai pembicara juga, tapi tidak banyak yang bisa saya catat. Alih-alih tidak dapat mencatat dengan banyak rupanya kesempatan kedua pun datang.
Dalam beberapa kesempatan, beliau selalu menyinggung tentang zaman sekarang adalah zamannya media sosial. Hal ini merupakan satu fase dimana akses informasi sangat mudah diketahui, disimpan bahkan disebarluaskan.
Menurutnya, konteks dalam tulis menulis menjadi profesi yang “kinclong”, karena penulis media sudah dimiliki semua orang. Masyarakat kita dapat menentukan sendiri sesuai kebutuhannya. Semakin banyak orang membaca, maka akan semakin banyak pekerjaan untuk penulis.
Jika disinggung “untuk apa menulis?” Bang Isjet menjawabnya singkat “menulis itu living knowledge” (menghidupkan pengetahuan). Beliau juga menyatakan bahwa “guru yang bisa menulis lebih baik daripada yang tidak bisa menulis.”
Sekarang juga eranya blogger, banyak wadah untuk bisa dijadikan sebagai “pusat membaca” bagi mereka yang gemar membaca. Blogging adalah salah satu contoh dari wadah untuk menampung tulisan warga, konkretnya seperti Kompasiana yang sudah menjadi rumah para kompasianer.
Meskipun didunia blogging itu setiap tulisan akan tayang tanpa batas, namun kualitas juga tetap diutamakan, demi mendidik para pembaca dan penulis khususnya. Sehingga, miliu pendidikan dalam dunia blogging akan semakin hidup, serta dapat memancarkan energi positif.
Bang Isjet juga menambahkan bahwa perbdeaan yang mencolok antara wartawan dan warga (blogger) yang menulis, yaitu wartawan menulis untuk publik, sedangkan warga menulis untuk dirinya terlebih dahulu.
Uniknya jika tulisan warga tersebut dibaca dan disukai banyak orang, itu artinya tulisan yang dia tulis adalah representasi dari pikiran, ide, gagasan, harapan, atau bahkan cita-cita mereka yang belum sempat menuliskannya.