Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Jangan Takut Salah, "Just Speak Up!"

27 Juli 2016   11:38 Diperbarui: 30 Juli 2016   10:48 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya bersama Ibu Attu, salah satu partner saya dalam berbahasa Inggris di tempat kami bekerja. Photo: Dok. Pribadi.

Judul diatas setidaknya mendeskripsikan pengalaman saya dalam belajar bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris. Sekitar tahun 1996/1997 saat saya duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP), bidang studi Bahasa Inggris diajarkan di sekolah. Guru yang mengajarkan Bahasa Inggris bernama Pak Sofyan Tsauri, sosoknya berperawakan tinggi - kurus, berkacamata minus, dan berambut ikal.

Namun, karena Bahasa Inggris adalah subjek yang cukup sulit buat saya pahami, ditambah lagi dengan metode mengajar yang sangat cepat, membuat nilai bahasa Inggris saya hanya berhenti pada angka 6 di buku raport kelas 1. Pun berlanjut di kelas 2, saya semakin tidak bersemangat untuk belajar Bahasa Inggris, bahkan saya juga menjadi tidak senang dengan metode yang pakai Pak Sofyan. Lagi-lagi, diakhir kenaikan kelas 2 ke kelas 3, saya hanya mampu mendapatkan nilai 6. Saya hampir putus asa dan menganggap Bahasa Inggris sangat tidak penting!

Saya merasa kesal, marah, dan khawatir kalau saya sama sekali tidak bisa belajar Bahasa Inggris dengan baik di kelas 3. Akhirnya, Allah mendengar jeritan hati ini, Pak Sofyan tidak lagi mengajar kelas 3. Seorang guru perempuan bernama Bu Zainah yang akan mengajar kami. Metode yang diajarkan jelas sangat berbeda dari yang saya dapatkan sebelumnya.

Bu Zainah lebih banyak memberikan kesempatan bagi semua siswa/i untuk mengeksplorasi lebih jauh kemampuan kami, mulai dari perbendaharaan kosakata sampai pada latihan essay. Bu Zainah tipikal guru yang ramah dan sangat membantu, meskipun dirinya sangat tegas. 

Pernah suatu kali diadakan ulangan harian, ada beberapa siswa/i yang ketahuan mencontek dengan lipatan kertas yang diletakkan di laci, seketika itu juga kertas ulangan mereka disita bu Zainah. Lambat tapi pasti, saya merasa simpatik dengan sosok Bu Zainah yang mampu mengubah persepsi saya tentang Bahasa Inggris yang sulit menjadi salah satu mata pelajaran favorit. Walhasil sejak saat itu, saya merasa kemampuan Bahasa Inggris saya setara dengan teman-teman seperjuangan.

Waktu berlalu dan sudah saatnya kami pergi dari almamater tercinta madrasah Tsanawiyah Al-Falah yang berlokasi di Grogol Utara, Jakarta Selatan, untuk melanjutkan studi. Saya memutuskan untuk melanjutkan impian saya supaya bisa belajar di Sekolah Kejuruan jurusan tata busana, tapi karena Abah sudah mempunyai pilihan sekolah lain, saya pun manut saja asalkan Orangtua merestui InsyaAllah semuanya menjadi yang terbaik, begitu batin saya.

Saya dikirim ke sebuah pondok pesantren di Kota Ngawi, Jawa Timur. Ternyata Pondok Pesantren tidak seperti yang ada dalam bayangan saya. Pondok ini memiliki sistem pendidikan yang modern, oleh karena itu Pondok Pesantren disebut oleh masyarakat sebagai Pondok Modern karena sistemnya. Di tempat belajar yang baru, saya kembali bertemu dengan pelajaran Bahasa Inggris dan tentunya Bahasa Arab.

Peraturan yang tidak pernah dituliskan, tetapi telah bergaung ke seluruh telinga para santri adalah bicaralah bahasa Arab dan Inggris meskipun salah!– Para santri disugesti untuk berani berbicara asing, kesalahan dianggap wajar dan manusiawi dalam belajar. Saya pun merasakan dampaknya yang luar biasa, saya berlatih berbicara bahasa Arab dan bahasa Inggris pada jadwal yang sudah ditentukan oleh lembaga bahasa Santri. 

Ya, lembaga bahasa santri menyusun jadwal berbahasa yang harus dipatuhi dan diikuti oleh para santri serta guru-guru hingga Kyai. Pada masa itu, dalam satu bulan terbagi menjadi dua waktu: dua minggu pertama para santri diwajibkan berbahasa Arab, dan dua minggu berikutnya berbahasa Inggris. Jangan harap kita akan mendengar Bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah dari seluruh pelosok nusantara, karena hal tersebut termasuk pelanggaran yang sangat berat.

Untuk santri baru, diberikan masa trial selama 6 bulan, artinya masih dimaklumi jika ada percampuran bahasa dalam pengucapan (bahasa daerah, Indonesia, Arab, serta Inggris). Namun hal ini tidak berlaku bagi santri yang sudah memasuki tahun pertama, kedua, dan seterusnya. 

1 x 24 jam selama dua minggu kami diwajibkan untuk berdisiplin berbahasa Arab dan Inggris, entah saat berada di masjid, kamar, kelas, kamar mandi, dapur, ataupun di jalan-jalan sekitar asrama. Bagi yang ketahuan melanggar, siap-siap hukuman akan menunggu di mahkamah bahasa (sebutan untuk tempat persidangan bagi pelanggar bahasa).

Saya merasa bersyukur karena sudah tertarik pada bahasa Arab (sejak SD) dan bahasa Inggris (sejak kelas 3 Mts), pengalaman lalu memang menjadi pelajaran berharga bagi hidup saya hingga saat ini. Selama menyantri pun saya banyak belajar dari Kyai langsung, guru-guru, teman-teman, bahkan dari junior. Kami semua saling belajar dan mengembangkan kemampuan bersama-sama. Bagi saya secara pribadi, untuk belajar bahasa asing dan apapun bahasa, kita harus memiliki minat dan ketertarikan. Menurut saya, bahasa dan hati seperti dua magnet yang saling tarik-menarik, begitulah yang saya rasakan.

Saat menyantri dulu, saya klasifikasikan ada dua 3 golongan minat santri dalam belajar berbahasa; 1) santri yang hanya menyukai bahasa Inggris, 2) santri yang hanya menyukai bahasa Arab, 3) santri yang menyukai keduanya, bahasa Inggris dan bahasa Arab – saya juga harus bersyukur karena termasuk kategori yang ketiga. 

Jika ditanya alasannya, saya malah bingung, saya tidak tahu pasti alasan saya menyukai keduanya. Pernah ada seorang kawan semasa mondok dulu yang merasa menyesal karena tidak suka berbahasa Inggris, akibatnya dia merasa ada yang kurang lengkap dalam hidupnya sekarang. Dia menyesal karena telah "menganak-tirikan" bahasa Inggris.

Dalam miliu pesantren, kami tidak hanya diajarkan untuk terampil belajar bahasa asing pasif, tapi kami juga diharuskan untuk terampil berbahasa secara aktif, artinya kita berbahasa asing sebagaimana kita berbahasa bahasa ibu dan Bahasa Indonesia, bahasa dan kita adalah satu dan menyatu, hal inilah yang menjadi kekhasan metode pembelajaran. Untuk menjaga kestabilan tersebut, maka peraturan diwajibkan pada seluruh penghuni pondok pesantren, tidak terkecuali para Kyai. Saa kita belajar dengan teladan nyata itu tentu akan lebih mudah menyerap.

Lalu bagaimana dengan mereka yang ingin belajar berbahasa asing yang ketepatan tidak pernah mondok dan tidak ikut kursus? – Orang bijak mengatakan “Practice makes perfect”, segala hal (teori) yang langsung diaplikasikan dan dipraktekkan akan menjadi lengkap dan sempurna. Maksudnya, ilmu yang diperoleh tidak hanya berdiam dalam memori otak saja, akan tetapi termanifestasi dengan baik dan berwujud dalam bentuk pengetahuan yang baru.

Untuk bisa lancar berbahasa Inggris (pembahasan utama), maka setiap pembelajar harus mampu mencari partner yang dapat mendukung aktifitasnya dalam Berbahasa Inggris, bisa jadi partner tersebut adalah teman sekolah, kerja, atau teman traveling. Elemen-elemen yang tidak kalah penting untuk belajar bahasa Inggris adalah seseorang harus dapat berlatih pada media yang mendukung, seperti menonton berita atau film, mendengarkan lagu, membaca novel, menulis puisi atau surat yang semuanya harus dilakukan dalam bahasa Inggris. hal-hal yang saya sebutkan itu akan memberikan stimulasi bagi daya ingat dan spontanitas dalam berbahasa Inggris. 

Hal ini pula yang menjadi pengalaman saya untuk berbagi, karena sejak masa remaja dulu, saya mengidolakan grup musik asal Irlandia Westlife, Boyzone, Backstreet boys, Blue, Celine Dion, Shakira, dan masih banyak yang lainnya. Syair-syair dalam lagu mereka saya jadikan media untuk mengembangkan kemampuan bahasa Inggris.

Pengalaman tersebut yang menjadikan saya memiliki loyalitas terhadap bahasa asing, terutama bahasa Arab dan Inggris. Saya mengaktualisasikan di tempat saya mengajar dan bekerja, bidang satu dan lainnya saling mendukung, jadi sangat memberikan kemudahan untuk terus berkembang. Lain halnya jika ada orang yang belajar bahasa asing selama bertahun-tahun, kemudian berhenti karena satu dan beberapa alasan, yang akhirnya menjadikan otak dan lisannya benar-benar kaku. Satu hal yang harus dilakukannya adalah memulai lagi!

Tidak ada kata malu dan takut dalam belajar, kalimat itulah yang menjadi motivasi saya untuk belajar berbahasa asing. Rasa malu dan takut adalah musuh besar kita untuk berkembang, rasa malu dan takut juga yang dapat mejadikan kita gagal. Jadi mulai sekarang, just speak up and dare to shine with English!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun