Perkembangan teknologi memicu perubahan dampak baik positif maupun negatif terhadap sosiokultural. Beberapa dampak negatifnya adalah munculnya beberapa orang memoles sosial medianya untuk menampilkan versi terbaiknya seperti memamerkan jalan-jalan keluar negeri dan mengunggah foto maupun video saat mengendarai kendaraan mewah. Kegiatan tersebut biasa dikenal dengan flexing.
Definisi Flexing
Menurut Urban Dictionary, flexing merupakan tindakan menyombongkan keuangannya misalnya berapa banyak uang yang ia miliki atau memamerkan barang-barang mewah yang kita koleksi atau miliki. Mengutip dari situs kitalulucom menyebutkan bahwa flexing tidak hanya terkait dengan uang tetapi juga mengenai berbagai pencapaian. Secara tidak langsung flexing memiliki sikap untuk menyombongkan sesuatu sehingga perlu kita perlu bijak dalam mencerna atau berselancar di sosial media.
Penyebab Flexing
Tak ada yang salah sebenarnya kita sharing pengalaman keberhasilan pencapaian, namun kurang tepat jika menunjukannya secara berlebihan bahkan dengan cara kurang menyenangkan sehingga mengganggu orang disekitar kita. Berapa penyebab sikap flexing sebagai berikut
1. Rasa Insecure
Flexing rata-rata disebabkan karena rasa tidak ingin diremehkan sehingga membuat seseorang berperilaku ingin menonjolkan diri secara berlebihan. Perasaan takut diremehkan atau insecure ini diperkirakan menyebabkan dendam masa lalu dan berakibat memunculkan sikap flexing.
2. Mencari perhatian dan validasi
Sejumlah penulis lain menyebutkan bahwa sikap flexing karena seseorang ingin mendapatkan perhatian khusus dan validasi terhadap apa yang ia pamerkan. Sebab, dia tidak pernah puas dengan kemampuannya kecuali ada respons dari orang lain. Dia memerlukan penilaian orang lain terhadap apa yang dimilikinya.
3. Tekanan sosial
Sikap flexing umumnya munculkan karena lingkungannya awalnya melakukan hal yang sama sebelumnya sehingga memicu seseorang untuk melakukan kegiatan yang serupa.
4. Kurang Empati
Kurangnya rasa empati untuk menempatkan dirinya di posisi orang lain yang merasa jengkel dengan perilakunya tersebut.
Dampak negatif Flexing terhadap perilaku judi online
Adanya media sosial berdampak negatif untuk memunculkan perilaku lebih mudah memamerkan kekayaannya, yang mana itu bisa membuat orang lain mungkin merasa tertinggal tren atau FOMO (fear of missing out). Akibatnya, seseorang bisa saja memaksakan kehendak dan melakukan kejahatan misalnya mencuri atau judi online untuk bisa mendapatkan sesuatu demi mengikuti tren konten flexing. Tentunya masih segar dalam ingatan kita kasus setahun yang lalu dari seorang selebgram indra kenz yang kerap kali melakukan perilaku flexing di sosial media. Setelah dilakukan telisik ternyata ia melakukan pencucian uang atau money laundri melalui aplikasi binomo.
judi online merupakan permainan yang dilakukan menggunakan uang sebagai taruhan dengan ketentuan permainan serta jumlah taruhan yang ditentukan oleh pelaku perjudian online serta menggunakan media elektronik dengan akses internet sebagai perantara.
Menurut PPDGJ III gambaran esensial dari gangguan berjudi yaitu secara berulang yang menetap (persistently repeated gambling), yang berlanjut dan seringkali meningkat meskipun ada konsekuensi sosial yang merugikan seperti menjadi miskin, hubungan dalam keluarga terganggu, dan kekacauan kehidupan pribadi. Konsekuensi sosial ini merupakan dampak yang diterima oleh penjudi online.
Apakah Judi Online termasuk Gangguan Jiwa?
Menurut Dr dr Kristiana Siste, SpKJ(K) menjelaskan bahwa ketagihan judi online dikategorikan sebagai gangguan jiwa. Gangguan depresi, stres dan ansietas sering dijumpai pada seseorang yang berjudi. Walaupun judi dimaksudkan sebagai bentuk dari hiburan dimana pemain mempertaruhkan sejumlah uang atau barang berharga pada sebuah permainan dengan hasil yang tidak pasti untuk memenangkan jumlah uang atau barang yang lebih banyak dari sebuah pertaruhan. Meskipun judi umumnya dianggap sebagai permainan hiburan, jika dimainkan secara berlebihan perjudian dapat menimbulkkan dampak negatif yang menuju pada judi patologis (Perrotta, 2020).
Judi patologis atau yang disebut juga dengan pathological gambling adalah gangguan pada pengendalian impluls yang memiliki karakteristik perilaku maladaptif berulang ulang dan persiste. Aspek kompulsif judi patologis juga ditandai dengan distorsi kognitif yang khas, seperti ilusi kontrol atas hasil permainan dan distorsi persepsi yang sering disebut oleh pejudi seperti “hampir menang” yaitu situasi permainan dimana pemain menganggap bahwa akan menang sehingga akan melanjutkan permainan.
Kriteria diagnostik dari judi patologis, yaitu (DSM V, 2013) :
A. Persisten dan berulang, mengarah ke gangguan klinis yang signifikan dan perasaan tertekan, individu harus memiliki 4 atau lebih kriteria dibawah ini dalam waktu periode 12 bulan, kriteria diagnostik untuk judi patologis, yaitu:
1. Perlu berjudi dengan menambahkan jumlah uang untuk mencapai kegembiraan yang di inginkan.
2. Mudah marah atau gelisah ketika berupaya untuk mengurangi atau berhenti berjudi.
3. Telah berulang kali gagal dalam upaya mengontrol, mengurangi, atau berhenti berjudi.
4. Preokupasi terhadap judi (contohnya: terus menerus memikirkan pengalaman judi lampau, ketidakmampuan dalam membatasi atau perencanaan judi berikutnya, memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang dengan berjudi).
5. Sering berjudi ketika merasa tertekan (contohnya: cemas, merasa bersalah, tertekan dan tidak berdaya).
6. Setelah kalah berjudi, sering kembali dilain hari untuk membalas kekalahan
7. Berbohong untuk menyembunyikan sejauh mana keterlibatan dengan perjudian.
8. Telah membahayakan, kehilangan hubungan yang berarti, pekerjaan, Pendidikan, kesempatan berkarir karena judi.
9. Bergantung pada orang lain untuk mendapatkan uang guna membebaskan diri dari situasi keuanagan yang parah akibat berjudi.
B. Perilaku berjudi lebih baik tidak ditegaskan oleh episode manik
Spesifik jika:
Episodik: Dijumpai kriteria diagnostik lebih dari sekali, dengan gejala yang menurun antara periode judi patologis setidaknya selama beberapa bulan.
Persisten: Mengalami gejala yang berkelanjutan untuk memenuhi kriteria diagnostik selama beberapa tahun.
Spesifik jika: Remisi awal: Setelah kriteria penuh judi patologis sebelumnya dijumpai, tidak satupun kriteria judi patologis dijumpai setidaknya selama 3 bulan, tetapi kurang dari 12 bulan.
Remisi kelanjutan: setelah kriteria penuh judi patologis sebelumnya dijumpai, tidak satupun kriteria judi patologis dijumpai selama periode 12 bulan atau lebih.
Individu dengan gangguan judi ringan dapat menunjukan 4-5 kriteria di atas, dengan kriteria yang paling sering dijumpai biasanya berkaitan dengan obsesi dengan judi dan mengejar kekalahan. Individu dengan gangguan judi sedang menunjukan 6-7 kriteria. Individu dengan gangguan judi parah akan menunjukan 8-9 kriteria.
Dampak Judi Online Bagi Kesehatan Mental
Perlu diketahui beberapa dampak perilaku judi online terhadap kesehatan mental meliputi:
1. Gambling Disorder
Seseorang yang kecanduan judi online akan menyebabkan seseorang mengorbakan dirinya sendiri untuk dapat berjudi sehingga akan terganggu kondisi finansial, personality dan hubungan psikososialnya. Perilaku gambling disorder akan memunculkan sikap nekat melakukan apapun untuk bisa berjudi dan mendapatkan keuntungan besar dengan waktu yang singkat. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu mencuri, menjual barang-barang yang ada di rumah, dan melakukan tindak kriminal lainnya.
2. Depresi
Judi online akan menyebabkan seseorang merasa bersalah saat kalah karena kehilangan sejumlah besar uang yang ia miliki. Jika kalah, yang terjadi adalah depresi karena tidak mempunyai uang untuk lanjut bermain.
3. Kecemasan berlebihan
Judi online akan menyebabkan sikap impulsif seseorang sehingga mudah tersinggung dan marah serta rentan dalam penyalahgunaan alkohol dan narkotika. Seseorang yang melakukan judi online dinilai akan memiliki kecemasan yang berlebihan karena memikirkan banyak hal mulai dari utang sampai kepada cara agar menang di setiap permainannya.
4. Meningkatkan Risiko suicide
Kondisi kekalahan yang berulang akan menyebabkan seorang penjudi rentan mengalami depresi sehingga risiko dan ide bunuh diri naik dibanding orang yang tidak melakukan judi online.
Referensi:
1. Website: https://aksiologi.org/index.php/inner
2. Pedoman Diagnostik dari DSM V
3. https://www.halodoc.com/artikel/ini-dampak-kecanduan-judi-online-pada-kesehatan-mental
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H