Situasiku disaat Pandemi
Maret 2020 seluruh masyarakat Indonesia mulai waspada saat Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa telah ditemukan adanya pasien 0. Banyak masyarakat di kota besar mulai mengalami panic buying dengan memborong bahan makanan dan kebutuhan rumah tangga apalagi keperluan medis seperti handsanitaizer, masker, termometer dan vitamin. Belum lagi banyak warga di perkampungan mulai inisiatif melakukan aksi lockdown untuk membatasi akses keluar masuk orang di wilayah mereka. Adanya aksi lockdown ini membuat jalanan lebih sepi dari biasanya, kendaraan yang melintas bisa dihitung dengan jari, apalagi setelah adanya himbauan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah meskipun himbauan ini masih banyak diperdebatkan.
Situasi tersebut juga dirasakan oleh aku yang sedang merantau di Yogyakarta. Warga disekitar tempat tinggalku juga melakukan aksi lockdown, dimana portal di ujung jalan ditutup dan adanya posko Covid-19 yang dijaga oleh bapak-bapak layaknya sedang ronda. Setiap ada anak kos melintasi portal, akan ditanya; kos dimana? Mau kemana? Dari mana? Selanjutnya akan diminta untuk cuci tangan dengan sabun dan air yang sudah disiapkan. Selain itu, warga sekitar juga mulai serius menerapkan jam malam, dimana saat sudah jam 9 malam portal akan ditutup. Sebab adanya protokol ini Aku malas untuk bolak-balik keluar melintasi portal.
Tidak berhenti disitu, di bulan yang sama Universitas tempatku belajar juga menghimbau kepada seluruh civitas akademik untuk melakukan proses belajar mengajar dari rumah. Banyak dari teman-teman kosku yang memutuskan untuk pulang kampung sebab adanya himbauan ini. Berbeda denganku, aku memutuskan untuk tetap berada diperantauan sebab kampung halamanku di Jawa Tengah masuk dalam zona merah. Keputusan ini berdasarkan pertimbangan resiko di perjalanan dari Yogyakartka ke Jawa Tengah dan resiko kesehatanku dan orang tuaku.
Berada di perantauan selama masa pandemi, dengan situasi indekos relatif sepi, belajar secara daring, situasi sekitar indekos terasa mencekam membuatku banyak menghabiskan waktu sendirian. Pada awalnya, kesendirian ini membuatku sangat bosan, bingung sampai mengalami cabin fever apalagi aku tinggal di kamar kos dengan luas 3x3m. Aku menghabiskan waktu dengan streaming Youtube, scrolling Instagram, nonton film dan rebahan. Sampai akhirnya aku benar-benar bosan dengan rutinitas tersebut dan aku mulai terpancing untuk mempertanyakan banyak hal.
Aku yang Mulai Bertanya-TanyaÂ
Banyak waktu sendiri dan mengalami kebosanan membuatku banyak berpikir tentang diriku sendiri. Beberapa artikel mengatakan untuk keluar dari situasi ini aku harus rutin melakukan gratitude journal sebelum tidur. Dan aku melakukan saran itu kurang lebih selama 2 minggu, hasilnya cukup memuaskan. Pikiranku lebih ringan, selain itu setiap bangun pagi aku sudah memiliki rencana apa yang akan aku lakukan di hari ini meskipun hanya di dalam kamar saja. Hal itu, membuatku merasa lebih bersemangat. Anehnya, aku lebih merasa sukarela bangun dan mandi pagi saat sedang pandemi daripada hari-hari biasa. Tips: gratitude journal sebaiknya ditulis tangan daripada menulis melalui handphone atau laptop sebab menulis secara konvensional membuat kita mengeluarkan usaha yang lebih sehingga membuat kita akan lebih mudah untuk mengingat sesuatu yang telah ditulis.
Beberapa pertanyaan tentang diri sendiri;
Apa yang membuatku bahagia/sedih/kecewa/marah?
Pencapaian apa yang telah aku lakukan selama ini?Â
Pelajaran hidup apa yang aku peroleh sampai detik ini?
Gambaranku dimasa depan seperti apa?
Apa yang ingin aku capai dimasa depan?
Apa yang perlu aku lakukan untuk mencapai hal itu?
Apa yang harus aku perbaiki; fisik, psikis dan emosi?
Keinginan apa yang belum aku capai sampai detik ini?
Beberapa pertanyaan untuk mengisi gratitude journal setiap malam hari;
Bagaimana perasaanku hari ini?
Apa yang aku syukuri hari ini?
Cerita menarik apa di hari ini?
Pelajaran apa yang aku dapat hari ini?
Keinginan/catatan untuk besok hari?
Realitanya tidak semua pertanyaan akan langsung terjawab atau bahkan akan ada banyak pertanyaan baru yang muncul mengalir seiring proses refleksi diri dan menulis.
Aku yang Sibuk Berproses
Rutinitas refleksi diri dan menulis gratitude journal saat pandemi membuatku semakin kenal dengan diriku sendiri bahkan yang selama ini tidak terprediksi. Tips: kejujuran dan berani terbuka dengan diri sendiri sangat penting untuk mensukseskan proses refleksi dan menulis gratitude journal. Hasil dari rutinitas ini membawaku pada semangat untuk melakukan aksi, sehingga apa yang sudah aku rutinitaskan tidak sia-sia atau hanya sekedar berada dunia ide belaka.
Paling tidak ada lima aksi yang aku lakukan untuk mewujudkan hasil refleksi diri;
1. Menulis dan Publikasi Artikel
Sudah sejak lama aku ingin belajar menulis yang baik dan benar. Sebab, dari kecil aku senang membaca buku, senang mengamati lingkungan sekitar dan overthinking. Beberapa artikel mengatakan menulis adalah salah satu cara mengeluarkan keresahan dan menyebarkan kebaikan. Karir menulis dan publikasiku berawal dari Instastory, kemudian ada banyak feedback positif dari teman-teman yang merasa terinspirasi dan senang dengan tulisan singkatku. Bahkan ada beberapa teman yang meminta bantuanku untuk belajar menulis. Feedback positif ini membangun kepercayaan diriku untuk bergerak ke tingkat yang lebih lagi. Kemudian, aku memberanikan diri naik level menulis di beberapa acara seperti Sekolah Riset Satu Kata yang saat itu sedang membuka kesempatan menulis pandemi, ikut serta penulisan buku Antologi Seluruh Guru BK di Indonesia, aktif di portal Kompasiana, kemudian saat ini aku sedang menantang diri untuk mengirimkan artikel ke portal Harakatuna.com.
2. Public Speaking dan Kemampuan Edit Video
Selain menulis, sedari dulu aku ingin memiliki keterampilan berbicara di depan umum dengan percaya diri. Awal mula aku tergerak untuk mulai belajar public speaking sebab aku mengikuti acara menulis pandemi dari Sekolah Riset Satu Kata kemudian aku diberi kesempatan untuk menjadi pembicara, saat itu aku tidak berani untuk menolak alhasil harus memaksakan diri untuk berbicara didepan umum meskipun hanya lewat layar handphone. Di akhir sesi, aku bener-bener merasa gagal karena bahasa yang aku gunakan tidak teratur belum lagi koneksi internet yang putus-putus. Tapi, ada peserta yang mengikuti acaraku tadi mengirimkan feedback positif terkait presentasiku melalui Instagram. Feedback itu membuat kepercayaan diriku meningkat dan aku tergerak untuk membuka channel Youtube. Selain untuk mendokumentasikan progres public speaking ku juga untuk berbagi topik-topik yang menarik bagiku seperti gaya hidup minimalis dan eksperimen pengembangan diri.
Setelah beberapa video Youtube ku ditonton oleh orang, ada banyak saran dan kritik yang aku terima. Kebanyakan seputar editing video dan kualitas suara yang kurang terdengar. Dari saran kritik itu aku mulai tergerak untuk belajar editing video dengan serius sampai saat ini.
3. Keterampilan Bermusik
Sejak SMP aku ingin sekali belajar alat musik, tetapi karena keterbatasan fasilitas jadi aku tidak berkesempatan untuk belajar alat musik. Setelah rutin melakukan gratitude journal aku mulai tergerak untuk memenuhi keinginanku belajar musik. Setidaknya ada satu alat musik yang aku kuasai. Pianika menjadi pilihan awalku belajar musik karena pianika relatif murah, saat ini aku sudah bisa beberapa lagu seperti lagu Happy Birthday, OST Game of Thrones, OST Harry Potter dan lagu Bella Ciao. Setelah terbiasa dengan pianika, aku menantang diri untuk belajar keyboard. Saat ini aku masih dalam tahap belajar pemula.
4. Keterampilan Bertahan HidupÂ
Memasak, pandemi membuatku khawatir membeli makanan di luar. Alhasil, memaksaku untuk serius belajar memasak beberapa resep sederhana, berkreasi dengan sisa bahan makanan serta belajar untuk menjaga bahan makanan tetap segar tanpa kulkas.
Mengendarai motor, pandemi membuatku khawatir jika menggunakan ojek online. Sehingga aku mulai tergerak untuk belajar mengendarai motor agar mobilitasku lebih mudah juga tidak bergantung dengan orang lain.
Membersihkan rumah melalui gaya hidup minimalis dan metode Marie Kondo. Karena aku lebih banyak menghabiskan waktu di kamar jadi aku mulai menyadari betapa banyaknya barang di kamar 3x3 meter ini dan kebanyakan barang itu tidak pernah aku gunakan. Kesadaran ini membuatku tergerak untuk mulai membersihkan kamar secara besar-besaran. Ada barang yang aku simpan dan donasikan.
5. Keterampilan Mencintai Lingkungan
Aku tergerak untuk lebih sadar tentang kondisi lingkungan sejak menonton banyak film dokumenter yang mengangkat isu perubahan iklim. Hal itu membuatku merasa malu karena di usiaku yang sudah menginjak seperempat abad, tidak membuatku makin dewasa dan bijaksana. Kesadaran dan rasa malu ini membuatku tiap minggu merencakan untuk menantang diri dengan aktivitas peduli lingkungan berupa no plastic challenge, melakukan low buy challenge, mengumpulkan sampah dipinggir jalan saat keluar rumah dan belajar membuat kompos dari sisa bahan makanan.
Tulisan ini sebagai buah refleksi di penghujung tahun 2020. Tahun yang tidak dapat diprediksi, tahun dengan tingkat kesulitan dua-tiga kali lipat dari biasanya, tahun yang menantang bagi kita semua. Tapi, bagiku situasi sulit ini membuatku memaksakan diri untuk berproses lebih giat lagi dan lebih sibuk mengenal diri sendiri. Kesibukan yang aku jalani ini membuat tidak terasa sebentar lagi sudah memasuki tahun 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H