Pernahkah kalian berpikir, seberapa besar pengaruh perkembangan teknologi dan informasi terhadap perilaku seksual remaja saat ini? Atau mungkin, kita sering mendengar berita tentang penyimpangan seksual yang dilakukan oleh kalangan remaja, baik yang terjadi di dunia nyata maupun dunia maya. Menariknya, meskipun masalah ini telah menjadi perhatian banyak pihak, tidak semua orang memahami secara mendalam tentang bagaimana penyimpangan seksual remaja ini bisa terjadi, serta dampaknya baik dari sisi hukum maupun kesehatan.
Di artikel ini, kita akan membahas bagaimana mahasiswa Universitas Andalas memandang fenomena penyimpangan seksual yang terjadi pada remaja dan melihat sisi hukum yang mengatur masalah ini dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan fisik dan mental remaja. Jadi, mari kita simak lebih lanjut!
Apa Itu Penyimpangan Seksual Remaja?
Penyimpangan seksual adalah tindakan seksual yang dianggap tidak sesuai atau menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Sulaiman (2022), penyimpangan seksual dapat mencakup perilaku seperti homoseksualitas, pelacuran, dan kecenderungan seksual lainnya yang tidak sesuai dengan norma sosial atau agama yang berlaku di suatu daerah.
Menurut Macionis (2010), penyimpangan seksual adalah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat atau nilai-nilai sosial yang berlaku dalam suatu kelompok. Pada remaja, penyimpangan seksual dapat mencakup perilaku seperti seks bebas, penyalahgunaan teknologi untuk tujuan seksual, serta eksploitasi seksual di dunia maya (Furman, 2006).
Penyimpangan seksual sering kali dipicu oleh banyak faktor, termasuk pengaruh media, pergaulan, kurangnya pendidikan seksual, serta kondisi keluarga dan lingkungan sosial.
Bagi sebagian remaja, proses pencarian identitas seksual adalah bagian dari pertumbuhan. Namun, jika perilaku seksual tersebut tidak dikendalikan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang negatif, hal ini dapat berujung pada penyimpangan seksual yang dapat merugikan mereka dalam jangka panjang.
Mahasiswa Universitas Andalas, yang berasal dari berbagai daerah dengan latar belakang yang beragam, memiliki pandangan yang cukup kritis terhadap masalah ini. Banyak di antara mereka yang berpendapat bahwa penyimpangan seksual pada remaja terjadi karena minimnya pendidikan seksual yang diberikan sejak dini. Mereka juga menyoroti peran penting keluarga dalam memberikan pengawasan dan membangun komunikasi yang terbuka mengenai seksualitas.
Menurut mereka, peran media sosial dan internet sangat besar dalam memperburuk kondisi ini. Banyak remaja yang mengakses konten seksual yang tidak sesuai dengan usia mereka dan sering kali menganggapnya sebagai hal yang biasa. Tidak hanya itu, mahasiswa juga menekankan pentingnya peran pendidikan seksual yang tepat sejak dini. Banyak remaja yang belum mendapatkan informasi yang cukup mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi, sehingga mereka mudah terjerumus dalam perilaku yang tidak sehat.
Di Indonesia, terdapat beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang penyimpangan seksual. Salah satunya adalah pasal tentang perbuatan cabul. Pasal 289 KUHP menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain, baik yang sejenis atau tidak, dapat dikenakan pidana penjara.
Dari sisi kesehatan, penyimpangan seksual remaja bisa membawa dampak yang serius, baik fisik maupun psikologis. Remaja yang terlibat dalam perilaku seksual yang tidak sehat bisa berisiko terkena penyakit menular seksual (PMS) seperti HIV/AIDS, gonore, dan sifilis. Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan juga menjadi salah satu konsekuensi dari perilaku seksual yang tidak terkontrol.
Dari sisi psikologis, remaja yang mengalami penyimpangan seksual dapat mengalami gangguan emosional, stres, dan trauma yang dapat berpengaruh pada perkembangan mental mereka. Penurunan harga diri, kecemasan, dan gangguan kepercayaan diri sering dialami oleh mereka yang terjerumus dalam perilaku seksual yang tidak sehat.
Keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam mencegah penyimpangan seksual pada remaja. Dalam konteks ini, beberapa hal yang bisa dilakukan keluarga untuk membantu anak- anak mereka antara lain:
1.Membangun Komunikasi Terbuka
Keluarga harus menciptakan ruang di mana anak bisa berbicara secara bebas tentang masalah yang mereka hadapi, termasuk soal seksualitas. Pendidikan seksual yang diberikan orang tua harus sesuai dengan usia dan perkembangan anak.
2. Memberikan Pendidikan Seksual yang Benar
 Keluarga harus memberikan informasi yang tepat mengenai seksualitas, hubungan yang sehat, serta konsekuensi dari tindakan seksual yang tidak bertanggung jawab.
3. Menjadi Contoh yang Baik
Orang tua juga harus memberikan contoh yang baik dalam hal perilaku sosial dan hubungan interpersonal. Ini akan membantu remaja memahami batasan dalam hubungan antar pribadi.
Penyimpangan seksual remaja adalah masalah kompleks yang melibatkan banyak faktor, baik itu hukum, kesehatan, dan pendidikan. Mahasiswa Universitas Andalas, sebagai generasi muda yang berpendidikan, memiliki pandangan yang kritis terhadap masalah ini dan menyarankan perlunya pendidikan seksual yang tepat dan pengawasan yang lebih ketat. Mahasiswa Universitas Andalas percaya bahwa edukasi yang tepat, pengawasan yang lebih ketat, serta peran keluarga yang aktif dalam membimbing remaja sangat penting dalam mencegah terjadinya penyimpangan seksual. Sebagai generasi penerus, kita harus menjaga dan mendidik diri kita serta lingkungan sekitar untuk memahami dan menghindari perilaku yang dapat merugikan kesehatan fisik, mental, dan masa depan kita.
Sebagai masyarakat, mari kita lebih peduli dan terlibat dalam memberikan pendidikan yang positif bagi remaja, agar mereka bisa tumbuh menjadi individu yang sehat, baik secara fisik maupun mental dan bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H