Mohon tunggu...
Umsida Menyapa
Umsida Menyapa Mohon Tunggu... Jurnalis - Humas
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Humas Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tasawuf Muhammadiyah: Sufi Berkemajuan

5 Januari 2024   08:53 Diperbarui: 5 Januari 2024   08:58 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ideologi reformis Muhammadiyah selain yang disebut di atas, juga terkandung dalam produk pemikiran kelembagaan lainnya, semisal hasil Musyawarah Nasional Tarjih tentang manhaj tarjih dan paradigma tajdid, konsep Dakwah Kultural, Keluarga Sakinah, serta Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah. 

Dari berbagai kemajuan di atas, terdapat anggapan yang terdapat di masyarakat, yakni salah satu aspek dalam keagamaan yang secara umum sering disematkan kepada Muhammadiyah karena minim perhatian adalah pada spiritualitasnya. Anggapan orang, meski Muhammadiyah telah memberikan berbagai turunan manhaj seperti tertulis di atas, mamun pada aspek spiritualitas nya, tidak ditonjolkan atau bahkan disebut tidak ada, yakni apa  yang terangkai dalam tasawuf. 

Namun dalam hal ini, justru Muhammadiyah telah menunjukkan spiritualitasnya tanpa harus menyebut istilah spiritual dalam konteks keilmuan tasawuf. Lalu, bagaimana Muhammadiyah memandang tasawuf? 

Hal yang perlu diketahui, bahwa tanpa disadari, Muhammadiyah memiliki kekhasan dalam bertasawuf. 

Mendudukkan Tasawuf: Berihsan sebenar-benarnya

Bagi orang yang tidak mengenal Muhammadiyah, boleh jadi akan memperolok Muhammadiyah sebagai paham yang kering akan spiritualitas. Namun, juga boleh jadi memang ada orang Muhammadiyah sendiri yang tak mengenal tasawuf, akan memperolokkannya sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman, atau melecehkannya sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, tasawuf sudah sewajarnya bahkan seharusnya masuk museum sebagai barang antik, atau ditinggalkan begitu saja sebagai kenang-kenangan manis dari masa lampau. 

Berbagai anggapan tersebut bisa dipahami. Pertama, karena pada umumnya memang belum mengetahui apa itu tasawuf. Kedua, kalaupun sedikit banyak mengetahuinya, pengetahuan kita umumnya terpotong-potong, tidak tuntas dan kurang atau tidak mengerti bagaimana hubungan tasawuf dengan kajian islam lainnya. Bahkan banyak di antara kita yang tidak tahu bahwa tasawuf adalah salah satu ilmu dalam Islam, sebagaimana ilmu kalam, ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu balaghah dan lain-lain. 

Apa yang perlu dipahami adalah bahwa tasawuf bukan sebuah paham global oleh sekelompok orang yang disebut para sufi tentang kehidupan ini. Ia bukan sebuah isme, sehingga tasawuf disamakan begitu saja dengan sufisme yang merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris sufism. Istilah ini bisa menyesatkan. Kita pun menolak penggunaan Muhammadanism sebagai ganti dari Islam karena hal yang sama. 

Lihat juga: Dunia Sudah Terbalik, Hukum Bisa Dimanfaatkan

Di dalam Al-Quran jelas sekali ditegaskan, bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia tak lain adalah untuk beribadah kepada Allah. "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia itu kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku." (QS Al-Adzariat:  56). Namun kemudian juga ditegaskan dalam ayat yang lain bahwa beribadah kepada Allah itu haruslah dilakukan dengan penuh keikhlasan. "Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan." (QS Al-Bayyinah, 5). 

Dalam konteks tersebut, ada dua hal yang harus kita perhatikan. Pertama, aktivitas ibadah yang mencakup segenap perilaku dan perbuatan yang tidak bertentangan dengan tuntunan Ilahi dan merupakan keharusan bagi kita semua. Kedua, aktivitas ikhlas yang merupakan mutu dan nilai yang diharuskan bagi ibadah itu sendiri. Dengan kata lain, aktivitas ikhlas merupakan gerak batin dari kehidupan yang sama. Di satu pihak ada gerak dan aktivitas lahiriah, dan di pihak lain ada gerak dan aktivitas batiniah. Keduanya tidak boleh dipisahkan satu sama lain, dan harus merupakan kesatuan yang kompak dan harmonis.

Iman, Islam, dan Ihsan

 

Ilustrasi: Freepik
Ilustrasi: Freepik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun