Seperti kita ketahui bahwa Ruh itu ada dalam qalb. Ruh ini yang menghubungkan antara hamba dengan Tuhan. Ruh menjadi kanal bagi Allah untuk mengirimkan petunjukNya. Bagi hati yang bersih dan tenang, maka ia akan dapat dengan mudah untuk menerima dan memahami petunjuk Allah dalam bentuk ilham atau yang serupanya. Hati sendiri perlu ketenangan untuk dapat menangkap petunjuk Allah tersebut. Karena itu berdzikir adalah media untuk menenangkan qalb agar qalb yang tenang dapat meraih petunjuk Allah. Petunjuk Allah ini menjadi dasar logis baik secara formal maupun material bagi akal untuk menentukan baik dan buruk, benar dan salah. Sehingga kemudian isi hati dan pikiran ini dikomunikasikan dalam bentuk lisan maupun gerakan tubuh. Komunikasi verbal dan gerakan merupakan ekspresi dari dalam hati.
Baca juga: Menyucikan Nafs, Menenangkan Qalb: Esensi Dzikir dalam Kehidupan Seorang Hamba
Muhammadiyah adalah salah satu gerakan dakwah yang mengedepankan tidak hanya dzikir dengna hati, lisan, ibadah mahdhah, namun dengan perbuatan dalam bentuk amal usaha. Amal usaha adalah wujud dari dzikir Muhammadiyah. Tidak mengherankan jika kemudian begitu banyak amal shalih dalam Muhamamdiyah yang bersentuhan langsung dengan peningkatan taraf kehidpan manusia yang mencerahkan, mencerdaskan, menyehatkan, dan menyejahterakan. Gerakan amal usaha Muhammadiyah adalah ekspresi dari qalb yang senantiasa berdzikir kepada Allah. Hal ini sekaligus mendekonstruksi bahwa amalan dzikir hanyalah melalui lisan.
Dalam Muhammadiyah, dzikir memiliki tempat dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah tentang Islam Berkemajuan dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM). Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dengan istilah “dzikir” dalam banyak bagian, dzikir dalam konteks PHIWM dipahami secara lebih luas, mencakup pemaknaan ibadah yang mendalam dan pengingat kepada Allah dalam semua aspek kehidupan.
PHIWM mengaskan bahwa Islam memerintahkan manusia untuk senantiasa beribadah kepada Allah (QS 51:56) secara benar dan menyeluruh (QS 2:208; 4:36), yang meliputi pengabdian total kepada-Nya serta pelaksanaan amal shalih dalam seluruh dimensi kehidupan (9:105). Hal ini menekankan pentingnya ta’abbudiyah (pengabdian) kepada Allah yang mencakup dzikir sebagai bagian dari hubungan vertikal seorang hamba dengan Tuhannya. Karena itu, PHIWM memandang dzikir sebagai inti kehidupan spiritual muhammadiyah. Ini menggarisbawahi bahwa keberagamaan tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga mencerminkan penghayatan keimanan yang berdampak pada kehidupan sosial.
Secara konseptual dzikir dalam Muhammadiyah tidak hanya dipahami sebagai ucapan lisan an sich seperti yang biasa oleh sebagian kalangan, tetapi lebih utama merupakan kesadaran akan Allah dalam setiap perbuatan. Hal ini sejalan dengan semangat dalam PHIWM yang mengajak umat Islam untuk selalu mendasarkan amal perbuatannya pada kesadaran tauhid. Muhammadiyah memandang bahwa Islam adalah agama yang menanamkan kesadaran mendalam untuk mengesakan Allah (tauhid) yang mewujud pada kehidupan yang penuh makna, amal shalih, dan keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi.
Dalam PHIWM, Muhammadiyah menekankan pentingnya tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), yang sangat erat kaitannya dengan dzikir. Penyucian jiwa melalui dzikir membantu individu untuk mencapai kehidupan yang lebih baik secara spiritual dan sosial. Islam Berkemajuan mengembangkan kepribadian Muslim yang unggul melalui akhlak mulia, penyucian jiwa, dan pemikiran yang terbuka dan mencerahkan.
PHIWM mendorong umat Islam untuk mewujudkan dzikir dalam kerangka qalbu (spiritualitas) dan fikir (pemikiran kritis) yang mewujud dalam amal (aksi nyata). Dzikir tidak berhenti pada pengucapan kalimat thayyibah, tetapi harus mendorong transformasi diri dan atau masyarakat. Sehingga dalam konteks ini bisa ditegaskan bahwa Islam Berkemajuan menjadikan amal shalih bagian dari dzikir sebagai landasan utama untuk mencapai kemajuan kehidupan, membangun peradaban utama, dan mewujudkan keadilan sosial.
Dalam Muhammadiyah dzikir adalah menghidupkan kesadaran akan kehadiran Allah SWT dalam hati, lisan, dan perbuatan; sehingga seluruh aspek kehidupan terarah kepada Allah sebagai tujuan utama. Dzikir merupakan bagian integral dari pembentukan individu dan masyarakat yang Islami, yang tidak hanya dipahami sebagai ritual verbal, tetapi juga mencakup dimensi spiritual, etis, dan sosial. Muhammadiyah menekankan keseimbangan dzikir (kesadaran ketuhanan) antara hati, lisan, dan amal (aktivitas nyata), menjadikannya bagian dari konsep Islam Berkemajuan yang menyeluruh.
Baca juga: Menyelami 6 Pesan KH Ahmad Dahlan untuk Muhammadiyah dan Aisyiyah
Dzikir dalam Muhammadiyah diimplementasikan melalui Amal Usaha: seperti Sekolah, rumah sakit, dan lembaga sosial Muhammadiyah adalah contoh dzikir perbuatan yang mencerminkan pengabdian kepada Allah. Dalam kegiatan dakwah seperti Majelis tabligh dan pengajian: Muhammadiyah mengajarkan dzikir sebagai bagian dari kesadaran spiritual dan sosial. Dalam konteks Transformasi Sosial: Muhammadiyah mengarahkan dzikir untuk mendorong amal shalih yang berdampak pada masyarakat.